Pukulan istimewa Rafael Nadal saat melawan Marin Cilic pada akhir babak keempat menjadi isyarat kembalinya petenis Spanyol itu ke puncak penampilannya di turnamen Grand Slam AS Terbuka.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
NEW YORK, SENIN — Sebelum babak ketiga Grand Slam Amerika Serikat Terbuka berlangsung pada hari terakhir Agustus, Francisco Roig menyatakan keyakinan bahwa atletnya, Rafael Nadal, berpotensi menjadi juara. Di lapangan, penampilan hingga babak keempat menjadi isyarat kembalinya Nadal ke puncak.
Dua kemenangan dari tiga babak awal tak terelakkan karena Nadal belum mendapat lawan berat. Dia mengalahkan John Millman (Australia) pada babak pertama dan Chung Hyeon (Korea Selatan) pada babak ketiga, masing-masing lewat straight sets. Kemenangan pada babak kedua didapatnya tanpa tanding setelah Thanasi Kokkinakis (Australia) batal main karena cedera.
Lawan sepadan baru dihadapi pada babak keempat di Stadion Arthur Ashe, Flushing Meadows, Senin (2/9/2019) malam waktu setempat atau Selasa pagi WIB. Nadal menghadapi juara AS Terbuka 2014, Marin Cilic (Kroasia). Sebagai petenis bertipe big server, dengan servis hingga kecepatan 214 kilometer per jam, Cilic menjadi tantangan besar. Nadal melewati tantangan itu dengan kemenangan, 6-3, 3-6, 6-1, 6-2.
Siap
Roig, yang melatih Nadal bersama Carlos Moya, bercerita, petenis peringkat kedua dunia itu siap menghadapi semua tantangan. Rasio kemenangan 88 persen (17 menang, 2 kalah) di lapangan keras pada musim ini menjadi salah satu alasan keyakinannya.
Dia membawa permainan agresif saat menjuarai Montreal Masters, Agustus, ke Flushing Meadows. ”Itu menjadi kunci kemenangan bermain di lapangan keras meski agak sulit meyakinkan Rafa untuk bermain lebih agresif,” kata Roig dalam wawancara eksklusif dengan staf ATP.
”Meski demikian, Rafa lebih percaya diri bermain di lapangan cepat. Servis pertama dan kedua membantunya meraih poin dengan mudah. Backhand-nya semakin baik dan dia juga punya keyakinan saat mendekati net dan voli,” lanjut mantan petenis Spanyol itu.
Momentum isyarat kembalinya ke puncak penampilan—Nadal terakhir kali menjuarai Grand Slam lapangan keras di AS Terbuka 2017—terjadi pada gim kedelapan set keempat. Unggul 5-2 dan melakukan servis untuk mengakhiri laga, Nadal tertinggal 0-30, sebelum menyamakan skor 30-30.
Cilic, yang mengerahkan kemampuan terbaiknya, kembali menekan dengan pengembalian servis prima dan langsung menyerbu ke net untuk melakukan backhand voli melebar ke sisi kiri, memaksa Nadal melakukan sprint dari garis belakang.
Bola yang sudah melaju, sekitar 1,5 meter melewati bidang permainan, bisa dijangkau Nadal yang mempergunakan kekuatan pergelangan tangan untuk memukul dengan follow through minimal.
Bola pukulan Nadal melaju persis di sebelah tiang net dan meluncur lebih rendah dari level tertinggi net, untuk masuk ke bidang permainan kanan belakang Cilic. Nadal mendapatkan match point 40-30, sebelum mengakhiri perlawanan Cilic, 6-2, pada set keempat.
Langka
Pukulan Nadal saat mendapatkan match point terbilang sangat langka dalam dunia tenis elite sekalipun. Nadal beberapa kali melakukan pukulan yang disebut ”around the net post shot” tersebut. Namun, saat melawan Cilic boleh jadi menjadi pukulan paling krusial yang pernah dilakukannya selama tampil di arena Grand Slam.
Dalam peraturan Federasi Tenis Internasional (ITF) 2019, pada poin 25 (c) dijelaskan, bola pengembalian dari luar tiang net, baik di atas maupun di bawah level tertinggi net, bahkan jika bola menyentuh tiang net, tetap menjadi poin yang sah jika mendarat di lapangan permainan lawan.
Saat merebut poin melalui ”around the net post shot” ini Nadal memanfaatkan kekuatan pergelangan tangan, untuk melakukan follow through, sehingga memungkinkan bola melengkung dari luar bidang lapangan masuk ke bidang permainan Cilic.
Winner dari pukulan ajaib itu membuat Stadion Arthur Ashe riuh. Penonton merayakan dengan bertepuk tangan sambil berdiri, berteriak, dan bersiul dengan keras. Termasuk di antara mereka pegolf Amerika Serikat Tiger Woods. Tak percaya dengan apa yang dilakukan Nadal, beberapa penonton hanya menganga, memegang kepala dengan kedua tangan.
Meraih poin dari ”around the net post shot” bukan kemampuan yang bisa diasah melalui latihan. Naluri dan pengalaman menjadi modal untuk melalukan itu. Dengan kemampuan membuat poin dari posisi-posisi sulit, petenis AS, John Isner, menyebut Nadal seperti mesin di lapangan tenis.
”Cukup mudah menjelaskan pukulan tadi, tetapi sangat sulit melakukannya. Saya hanya mengikuti arah bola. Marin melakukan voli dengan baik, saya berusaha mengejar dengan berlari secepat mungkin,” tutur Nadal.
”Pada detik-detik terakhir, saya melihat ruang sempit sebagai peluang. Itu satu-satunya cara untuk mendapat poin. Saya memukul dengan baik, tetapi butuh keberuntungan untuk melakukan itu,” lanjut Nadal yang akan berhadapan dengan petenis Argentina, Diego Schwartzman, pada perempat final. (AFP)