Pasir pantainya berwarna merah muda. Keindahannya lebih sempurna ketika berpadu dengan birunya laut dan padang savana kecoklatan di perbukitan. Pulang dari Pantai Pink, kita bisa mampir ke kompleks lumbung uma lengge.
Oleh
Joice Tauris Santi
·4 menit baca
Selain di Labuan Bajo dan Lombok, Pantai Pink yang cantik juga bisa ditemui di Bima, Nusa Tenggara Barat. Pantai Pink Bima berjarak sekitar satu jam perjalanan darat dari Kota Bima ke Pelabuhan Sape, lalu disambung lagi dengan naik perahu selama satu jam. Pantai Pink Bima termasuk wilayah Kecamatan Lambu, Bima.
Pasir pantainya berwarna merah muda, bukan putih atau hitam seperti biasanya. Ini karena pantainya dipenuhi pecahan koral merah. Keindahannya menjadi lebih sempurna ketika berpadu dengan birunya laut dan padang savana kecoklatan di perbukitan.
Selain dengan kendaraan sewa, Pantai Pink bisa dicapai dengan menumpang bus umum yang berangkat dari Bima menuju Sape. Perjalanan dari Bima ke Sape didominasi pemandangan pegunungan dengan jalan yang berliku. Kanan gunung dan kiri jurang menganga dengan jalur yang berkelok membuat kendaraan sulit melaju dengan cepat.
Pelabuhan Sape ramai oleh perahu nelayan, juga feri yang melayani rute ke Labuan Bajo. Biasanya mereka juga menawarkan jasa untuk pergi menyeberang ke beberapa pulau di sekitar Sape. Biayanya Rp 250.000 hingga Rp 1 juta, bergantung tujuan. Selain Pantai Pink, ada juga tempat wisata indah lain di seputaran Sape, seperti Pantai Lariti, Pulau Kelapa, dan Tanjung Meriam.
Bupati Bima Indah Damayanti Putri mengatakan, pemerintah daerah setempat memang sedang menggalakkan wisata pantai di Bima. ”Teman-teman yang menawarkan paket Bima sebagian besar berasal dari Bali atau Labuan Bajo. Belum terlalu banyak wisatawan yang memang sengaja datang ke Bima,” katanya.
Promosi tempat wisata di Bima terus dilakukan pemerintah daerah. Sayangnya, belum ada fasilitas apa pun di Pantai Pink Lambu. Jadi, jika hendak berkunjung sebaiknya membawa makanan dari Sape atau Bima. Sebenarnya ada beberapa pondok untuk beristirahat, tetapi sudah rusak. Paku-pakunya terlihat mencuat dari kayu dan membahayakan. Jangan lupa juga membawa kantong untuk menampung sampah agar tidak menumpuk di pantai.
”Uma lengge”
Dalam perjalanan dari Bima ke Sape, selain disuguhi pemandangan yang menarik, kita juga dapat mampir ke kompleks lumbung tradisional Bima di Kecamatan Wawo. Posisi kompleks lumbung ini agak masuk dari jalan utama Bima-Sape. Walaupun demikian, lokasi lumbung mudah ditemui karena terdapat petunjuk jalan. Peta elektronik pun sudah mencantumkan lokasi lumbung yang terletak di Desa Maria ini.
Mereka menyebut lumbung ini uma lengge. Ada tiga lokasi di Bima yang saat ini masih memiliki uma lengge, yaitu Kecamatan Wawo, Kecamatan Donggo, dan Kecamatan Lambitu. Lumbung ini lokasinya terpisah dari perumahan penduduk. Tujuannya, melindungi lumbung dan isinya jika terjadi kebakaran di kampung. Pemisahan lumbung dari rumah tinggal juga ditemui di suku Baduy di Banten. Lumbung padi warga Baduy disebut leuit.
Menurut bahasa setempat, uma berarti rumah dan lengge berarti mengerucut. Uma lengge didirikan bertumpu pada empat batang kayu jati. Kayu ini tidak ditanam di dalam tanah, tetapi hanya didirikan di atas bebatuan. Atapnya terbuat dari jerami dan daun kelapa yang berbentuk huruf A.
Menurut kepercayaan setempat, tikus tidak dapat naik ke atas tempat penyimpanan bahan makanan ini karena tidak dapat melewati fondasi yang sudah diberi mantera oleh dukun. Dengan demikian, bahan makanan yang disimpan tetap aman dari gangguan tikus.
Seperti rumah tradisional lain, uma lengge tidak mengunakan paku. Untuk menyambung bagian rumah, hanya digunakan tali dari batang pisang atau kulit kayu untuk mengikat antarbagian.
Lumbung padi ini memiliki beberapa tingkat dengan fungsi tiap tingkat yang berbeda-beda. Selain untuk menyimpan hasil bumi, ada pula tingkat untuk tidur. Di bagian bawah terdapat balai-balai untuk bercengkerama, menerima tamu, atau menenun.
Sementara bagian kolongnya dapat dimanfaatkan untuk kandang hewan peliharaan, seperti ayam. Tingkat selanjutnya untuk tidur dan selanjutnya lagi untuk menyimpan bahan makanan, seperti padi dan jagung. Uma lengge juga menjadi salah satu motif yang sering muncul pada kain tenun Bima.
Untuk memasuki kompleks uma lengge tidak ditarik biaya khusus. Namun, para wisatawan diperbolehkan memasukkan sejumlah uang secara sukarela untuk biaya perawatan lumbung. Wisata alam dan budaya Bima sangat menarik untuk dieksplorasi. Yuk, ke Bima!