Menelusuri Jejak Onrust, Titik Kumpul VOC Sebelum Menguasai Jakarta
Mereka lakukan bermacam kegiatan di sini. Di pulau yang sibuk ini, Onrust yang tak kenal henti. Lalu ia ditinggalkan tinggal reruntuhan.
Oleh
Stefanus Ato
·4 menit baca
Mereka lakukan bermacam kegiatan di sini. Di pulau yang sibuk ini, Onrust yang tak kenal henti. Lalu ia ditinggalkan tinggal reruntuhan. Menyibukan para peneliti, menyulitkan rekonstruksi, tapi tak akan menyurutkan semangat edukasi. Karena sepotong bata merah adalah sepenggal sejarah.
Tulisan itu tersimpan di salah satu sisi ruangan Museum Taman Arkeologi Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Bata merah dan reruntuhan bangunan tua memang jamak ditemukan saat kaki menyentuh Pulau Onrust. Meskipun berserakan, reruntuhan itu mampu membangun imajinasi tentang kejayaan kolonialisme di masa lalu.
Seperti untuk menggambarkan pulaunya, nama Onrust konon diambil dari bahasa Belanda yang berarti tak pernah beristirahat. Namun sumber lain menyebutkan, Onrust dinamai sesuai nama bangsawan Belanda yang menghuni pulau tersebut, Baas Onrust Cornelis van der Walck.
Apa pun, Pulau Onrust memberi pelajaran penting tentang arti berwisata yang tak melulu soal rekreasi atau menikmati keindahan alam daerah kepulauan. Di sana wisatawan secara leluasa menelusuri, mengeksplorasi, belajar tentang masa lalu serta bisa menyebarluaskannya melalui berbagai platform media sosial untuk diketahui segenap anak bangsa.
Semangat itu melatarbelakangi kegiatan Wisata Kebaharian Jakarta yang dilaksanakan sejak Jumat (6/9/2019) dan Sabtu (7/9), di Pulau Onrust, Kepulaun Seribu. Kegiatan yang difasilitasi Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta itu melibatkan 80 peserta dari berbagai kalangan yang dikategorikan sebagai generasi milenial atau peserta rentang usia 13-28 tahun.
Masa ke masa
Pulau Onrust berperan penting di masa lalu, lantaran pulau itu merupakan titik kumpul pasukan VOC sebelum menyerang Kota Jayakarta pada tahun 1619. "Dan jatuhnya Kota Jayakarta itu tahun 1619 juga. Setelah itu, Jayakarta dibangun jadi Kota Batavia," kata Arkeolog Candrian Attahiyyat, di Pulau Onrust, Sabtu (7/9).
Menurut Candrian, setelah VOC menguasai Batavia, Pulau Onrust berfungsi sebagai pusat pertahanan terdepan untuk melindungi Kota Batavia. Namun, peran itu kemudian berakhir sejak VOC dibubarkan pada tahun 1799.
Dan jatuhnya Kota Jayakarta itu tahun 1619 juga. Setelah itu, Jayakarta dibangun jadi Kota Batavia
Pada abad ke-18 atau masa penjajahan Hindia Belanda, pembangunan sistem pertahanan di Pulau Onrust diperluas dengan melibatkan pulau-pulau sekitar, yakni Pulau Cipir, Pulau Kelor, dan Pulau Bidadari. Sisa benteng-benteng pertahanan yang dikenal dengan Benteng Martello itu masih kokoh berdiri di Pulau Bidadari dan Pulau Kelor.
"(Pembangunan) Bukan lagi untuk mempertahankan Kota Batavia, tetapi membuat pangkalan angkatan laut di perairan ini. Jadi benteng-benteng dibangun untuk mengawasi angkatan laut di tengah perairan pada tahun 1850," kata Candrian.
Namun, karena situasi di sekitar perairan itu bebas dari perang, Pulau Onrust dan sekitarnya beralih fungsi sebagai asrama karantina haji. Di asrama itu, pada masa kolonialisme Hindia Belanda jemaah haji asal Nusantara yang pulang dari Arab Saudi dikarantina dan diperiksa kesehatannya. Tujuannya untuk mencegah pemularan penyakit leptosirosis atau penyakit bakteri yang menyebar melalui air seni hewan yang terinfeksi.
Masa karantina haji di Pulau Onrust dan sekitarnya berlangsung selama tahun 1911-1933. Setelah itu, Pulau Onrust beralih menjadi tempat tawanan politik dan kriminal dari tahun 1933-1949.
Masa kini
Kesibukan Pulau Onrust di masa lalu, kini tinggal kenangan. Pulau ini seperti kota yang hancur akibat perang. Bebatuan bekas coran semen dan bata merah berserakan.
Kapal-kapal angkatan laut Belanda yang dahulu ramai hilir mudik di perairan sekitar pulau, kini tergantikan dengan kapal nelayan dan kapal motor yang mengangkut wisatawan berkeliling di sekitar pulau.
Di tepi pantai, pengunjung kerap memancing, berswafoto, dan berenang. Hanya segelintir orang yang peduli menyusuri sisa kejayaan masa lampau dengan membaca plang-plang berisi informasi tentang reruntuhan di pulau itu. Sebagian dari mereka yang peduli itu termasuk 80 peserta yang ikut dalam kegiatan Wisata Kebaharian Jakarta.
Kepala Unit Pengelola Museum Kebaharian Jakarta Husnison Nizar, mengatakan generasi muda sengaja dilibatkan dengan tujuan agar setelah peserta menyusuri Taman Arkeologi Onrust, mereka ikut membantu mempromosikan situs-situs bersejarah yang ada di sana melalui berbagai media sosial. Sebab, sejauh ini kunjungan wisatawan masih tergolong minim.
"Kami harapkan melalui kegiatan ini, masyarakat luas maupun masyarakat mancanegara mendapatkan informasi tentang Taman Arkeologi Pulau Onrust," ucapnya.
Para peserta yang terlibat saat menggelar focus gruop discussion di Pulau Onrust, menyimpulkan kalau pengembangan wisata di Taman Arkeolgi Pulau Onrust perlu dibenahi. Hal itu karena tidak semua wisatawan yang berkunjung memahami makna dari peninggalan berserjarah itu.
Gilang Ramadhan, salah satu peserta mengatakan, situs bersejarah yang ada di sana perlu mendapat sentuhan teknologi. Sentuhan itu, salah satunya dengan memberi informasi lengkap tentang fungsi dari benda-benda peninggalan Belanda itu. Selama ini, informasi yang ada dianggap belum cukup dan kurang memberi gambaran tentang fungsi dari benda-benda itu.
"Informasi di plang bisa dipersingkat. Tetapi ada juga QR Code, sehingga kalau ada yang ingin baca lebih jauh, dia bisa unduh di gadget," katanya.
Para pengunjung juga terlebih dahulu diberi pemaham tentang arti berwisata ke Taman Arkeologi. Sebab, wisatawan yang berkunjung karena ketidaktahuannya, justru tanpa disengaja seringkali ikut merusak benda-benda peninggalan bersejarah itu.
Benda peninggalan bersejarah memang harus dijaga dan dirawat. Tujuannya bukan untuk membanggakan kejayaan banga penindas di masa lalu, tetapi sebagai bukti yang perlu diceritakan ke generasi masa depan bangsa, bahwa tanpa penjajahan kita tak akan mengenal arti perjuangan meraih kemerdekaan.