Bianca Andreescu mewujudkan mimpi besarnya, meraih gelar juara Grand Slam dan mengalahkan ratu tenis Serena Williams. Ini diharapkan menjadi awal cerah bagi petenis berusia 19 tahun itu.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Setelah menjuarai turnamen tenis yunior Orange Bowl 2015 di Florida, AS, Bianca Andreescu yang masih berusia 15 tahun menghadiahi dirinya dengan cek. Dia membayangkan dirinya sebagai juara Grand Slam Amerika Serikat Terbuka dan mengubah nilai cek itu setiap tahunn, sesuai total hadiah yang diperebutkan.
Empat tahun kemudian, Andreescu (19) mendapat cek senilai 3,85 juta dollar AS (Rp 54 miliar). Itu didapat setelah dia mewujudkan apa yang ada di benaknya selama bertahun-tahun, mengalahkan Serena Williams dalam final AS Terbuka.
Di stadion tenis terbesar, Arthur Ashe, Flushing Meadows, New York, Sabtu (7/9/2019) sore waktu setempat atau Minggu dinihari waktu Indonesia, remaja putri itu mengalahkan Serena, 6-3, 7-5.
“Saya tak percaya ketika ini menjadi keyataan, gila! Apa yang saya bayangkan benar-benar terjadi,” katanya dengan mata berkaca-kaca ketika berbicara di hadapan 23.000 penonton di stadion.
Dia harus menanti sekitar semenit untuk berbicara, setelah tepuk tangan penonton tak lagi terdengar. Tak hanya penonton yang mengenakan baju merah-putih dengan gambar daun maple di stadion yang bergembira, publik di Kanada pun turut berpesta.
“Ini adalah sejarah,” kata penonton di salah satu tempat nonton bareng, Ontario Racquet Club di Mississauga, kota kelahiran Andreescu. Disebutkan dalam media Toronto Star, acara nonton bareng digelar di berbagai kota. Pesta pun digelar Asosiasi Tenis Kanada (Canada Tennis) dan perkumpulan warga Kanada-Romania (orangtua Andreescu berasal dari Romania).
Ucapan selamat untuk Andreescu pun meramaikan media sosial, salah satunya dari Perdana Menteri Justin Trudeau. Klub basket Toronto Raptors juga turut bangga.
Dalam akun Twitter-nya, klub basket NBA tersebut menulis “Dia adalah juara! Selamat @Bandreescu #WeTheNorth x #SheThe North”. Dalam cuitan itu disertakan pula foto trofi juara NBA dan kaus basket merah dengan nama Andreescu bernomor 1.
Sejak Grand Slam pertama kali digelar, Wimbledon 1877, Andreescu menjadi petenis pertama Kanada yang menjuarai Grand Slam. Dia melampaui pencapaian Eugenie Bouchard yang menjadi finalis Wimbledon 2014.
Kebanggaan atas Andreescu melengkapi kebanggaan Kanada atas gelar juara NBA yang diraih Toronto Raptors, musim 2018-2019. Ini menjadi gelar pertama Raptors pada kompetisi basket paling bergengsi itu.
Publik Kanada pun menyebut Andreescu sebagai “She The North” seperti slogan Raptors “We The North”, klub dari Kanada yang berada di utara Amerika Serikat. Raptors menjadi satu-satunya peserta NBA dari luar Amerika Serikat. Kedua gelar juara itu menjadi pencapaian terbaik dunia olahraga Kanada.
“Raptors dan Bianca punya persamaan. Mereka sama-sama tak punya rasa takut,” kata Matt Vong, warga Kanada yang tinggal di New York.
Andreescu memang memiliki karakter itu. Saat berjalan di lorong menuju lapangan untuk melawan Serena, dia bernyanyi sambil mengenakan headphone.
Andreescu lahir dari orang tua, Nicu dan Maria, yang berasa dari Romania. Orang tuanya pindah ke Kanada pada 1994 karena mendapat pekerjaan di negara tersebut.
Andreescu mulai berlatih tenis pada usia tujuh tahun, setelah orang tuanya kembali ke Romania pada 2006. Dia dilatih teman ayahnya sebelum kembali ke Kanada beberapa tahun kemudian. Cita-citanya menjadi petenis semakin kuat ketika melihat banyak atlet berprestasi dari Kanada.
Di Kanada, dia berlatih di Ontario Racquet Club, lalu mengikuti program Tennis Canada yang membina petenis-petenis muda untuk bisa bersaing di panggung dunia. Andreescu menjadi bagian dari program itu sejak berusia 10 tahun.
Melihat keberanian petenis muda itu melawan siapa pun, Sylvain Bruneau tertarik menjadi pelatihnya sejak Maret 2018. Saat Andreescu menaiki tribune tim untuk memeluk semua anggota tim setelah mengalahkan Serena, Bruneau mengatakan satu kalimat pada muridnya itu. “Aku selalu percaya padamu,” katanya dalam New York Times.
Louis Borfiga, kepala program pengembangan petenis muda Tennis Canada, menyatakan kebanggaan pada Andreescu. “Ini momen besar bagi kami. Kanada tak punya sejarah besar dalam tenis, tetapi kami mencoba membangunnya. Bianca bisa membuat banyak orang tertarik pada tenis,” tuturnya.
Sosok ibu
Selain latihan intensif di lapangan, atlet yang mengagumi Kim Clijsters, Simona Halep, dan Williams bersaudara itu memiliki sosok lain yang sangat berpengaruh dalam kariernya, yaitu ibunya.
“Ibu mengajarkan meditasi sejak saya berusia 12 tahun. Saya pun bermeditasi dan yoga setiap hari. Itu membantu saya fokus dan disiplin di lapangan,” kata Andreescu yang juga bermeditasi pada Sabtu pagi sebelum bertanding.
Hal itu pula yang dilakukannya saat jeda setelah unggul, 6-5, pada set kedua. Dia memejamkan mata, menutup kepala dan wajahnya dengan handuk.
“Saya berusaha tenang dengan bernafas pelan sambil melakukan visualisasi. Saya membayangkan harus memukul bola sekeras mungkin untuk mendapat poin karena Serena melakukan servis. Saya berusaha mendapatkan poin pertama dulu dan itu berhasil,” ujar Andreescu.
Meski Andreescu mewujudkan cita-citanya, Bruneau yang selalu tenang saat menonton, tak ingin muridnya dan orang-orang di sekitarnya bergembira berlebihan. Dia tak ingin Andreescu “menghilang” setelah menjuarai satu Grand Slam. “Biarkan Andreescu berkembang sesuai usianya, jalannya masih panjang,” kata Bruneau. (AP)