Audisi Bulu Tangkis di Persimpangan
Tudingan eksploitasi anak dalam audisi umum beasiswa bulu tangkis oleh PB Djarum memicu polemik saat peringatan Hari Olahraga Nasional. Tudingan itu berbenturan dengan kiprah PB Djarum selama 50 tahun membina atlet.
[caption id="attachment_10818303" align="alignnone" width="1200"] Para peserta mengikuti Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis 2019 di GOR Satria, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (8/9/2019). Audisi bulu tangkis dari PB Djarum ini dinilai penting mewadahi bakat anak-anak serta demi regenerasi atlet Indonesia.[/caption]
Teriakan lantang terdengar bersahutan dari anak-anak yang berhasil menjatuhkan kok di lapangan lawan. Kepalan tangan di depan dada dan tinju ke udara dari atlet-atlet belia itu seolah menyatukan energi serta meyakinkan diri bahwa mereka mampu memenangi pertandingan dan menerima Super Tiket untuk meraih beasiswa berlatih di Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum.
Di tepi lapangan, masing-masing pelatih cermat mengamati serta gencar memberikan instruksi kepada anak asuhnya: ”Dorong…. Kalau bola kencang ke belakang, ikut lari ke belakang.” Di tribune penonton, para orangtua tidak mau kalah menyemangati anak-anaknya bertanding: ”Bagus. Tahan terus. Semangat!”
Perjuangan itu terjadi dalam Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis 2019 yang digelar di GOR Satria, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, 8-10 September 2019. Tahun ini menjadi audisi terakhir sejak digelar secara umum pada 2006. PB Djarum menghentikan ajang pencarian bakat di daerah-daerah mulai 2020 karena Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Yayasan Lentera Anak (YLA) menilai ajang itu menjadi tempat eksploitasi anak karena terdapat iklan rokok pada kaus yang dikenakan peserta audisi.
”Kalau audisi dihentikan, kasihan anak-anak generasi muda ini. Kalau tidak ada audisi PB Djarum ini, bagaimana ke depannya. Anak-anak jadi kurang bersemangat. Ini event favorit anak-anak. Kalau hanya ikut klub saya, mereka juaranya di tingkat kabupaten saja,” kata Abdul Wahid (52), pelatih dari Klub Perkasa Magelang, saat mendampingi anak asuhnya bertanding di GOR Satria, Senin (9/9/2019).
Abdul mengajak 12 anak asuhnya dari Magelang dan, dari jumlah itu, sebanyak 7 anak lolos tahap screening. Muhammad Galang (12) dan Faaz (11) merupakan dua dari 7 anak yang lolos. ”Saya cita-citanya ingin diterima di PB Djarum,” kata Faaz yang baru saja meraih peringkat dua bulu tangkis dalam ajang Piala Bupati di Kabupaten Magelang.
Hal serupa disampaikan Tina Sabila Salim (10) dari Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah. Tina baru saja mengalahkan lawannya dari Cirebon dengan skor 21-15 dan 21-14. ”Saya belajar banyak dari audisi ini. Pertandingan tadi, saya harus lebih lincah dan menambah speed,” ujar Tina.
Tina diantar kedua orangtuanya menggunakan sepeda motor dari Bumiayu. Bagi Heru Salim (38), ayah Tina, audisi ini menjadi kesempatan bagi anaknya untuk melatih mental dan meningkatkan kemampuan teknik serta fisiknya. ”Selama ini kejuaraan di daerah kadang tidak kontinu. Dengan audisi ini, anak jadi bisa bertemu dengan lawan lainnya di tingkat yang lebih luas,” kata Heru.
Baik Heru maupun Abdul serta sejumlah orangtua lainnya tetap berharap audisi ini bisa diteruskan di tahun-tahun mendatang karena bisa menjadi kesempatan bertanding, dan jalan menuju pembinaan atlet bulu tangkis yang lebih baik. ”Kalau kali ini gagal dan tahun depan tidak ada audisi lagi, bagaimana anak-anak bisa berkembang,” ujar Heru yang berharap ada audisi serupa.
Jalan terus
Terkait polemik ini, Kemenpora menegaskan supaya audisi Djarum terus dilakukan. ”Saya bisa pastikan bahwa tidak ada sedikitpun niat dari mereka (Djarum Foundation) untuk mengeksploitasi anak-anak,” kata Menpora Imam Nahrawi pada acara puncak Hari Olahraga Nasional ke-36 di Banjarmasin, Kalsel, Minggu (8/9).
Menpora berharap Djarum Foundation tidak menghentikan audisi. ”Mestinya jalan terus karena tidak ada unsur eksploitasi anak. Bahkan, Audisi Djarum sudah melahirkan juara-juara dunia. Lagipula, olahraga itu butuh dukungan sponsor. Ayo, lanjutkan,” tulis Imam di Instagram.
Penghentian audisi bulutangkis PB Djarum juga disesalkan pengamat olahraga, Fritz Simandjuntak, karena audisi menjadi dasar dari piramida pembinaan olahraga prestasi. Melalui audisi, PB Djarum memilih atlet yang dinilai potensial untuk dikembangkan kemampuannya.
”Yang ikut audisi bisa ratusan, yang dipilih paling puluhan orang. Dari yang diterima itu, yang menjadi atlet berpestasi tak akan banyak. Yang akan menjadi seperti Mohammad Ahsan, mungkin hanya satu orang. Jadi, KPAI harus paham, bahwa dengan pencarian calon atlet seperti audisi saja, risiko gagalnya lebih besar, apalagi kalau tidak ada audisi,” tutur Fritz.
Fritz, ahli pemasaran yang juga mantan atlet sofbol, juga keberatan dengan pernyataan KPAI yang menilai audisi adalah kegiatan eksploitasi anak-anak. ”Kalau audisi dikatakan eksploitasi, bagaimana dengan kompetisi olahraga untuk anak-anak, bagaimana juga dengan anak-anak yang berlatih olahraga di klub?” katanya.
Meski demikian, Fritz menegaskan bahwa pembinaan olahraga tidak boleh di bawah perusahaan rokok. ”PT Djarum memang mempunyai Djarum Foundation yang membuat audisi. Saya tidak tahu apakah Djarum Foundation dibiayai PT Djarum atau anak-anak perusahaan lain. Tetapi, masalahnya, KPAI tampaknya tidak paham dengan masalah pembinaan olahraga di Indonesia. Sulit mencari perusahaan yang mau konsisten membina olahraga di sini. Selama ini, mereka yang peduli adalah orang-orang banyak duit yang memang ’gila’ pada olahraga,” papar Fritz yang salah satunya menyebut Ketua Umum PB PASI (atletik) Bob Hasan.
Selain menghilangkan kesempatan anak-anak yang bercita-cita ingin menjadi atlet, hilangnya audisi juga menghilangkan pencari bakat, yaitu orang-orang yang punya kemampuan menilai potensi calon atlet. Di bulu tangkis, disebutkan Fritz, ada Christian Hadinata yang memiliki kemampuan itu. Christian telah melahirkan atlet-atlet ganda putra peraih emas Olimpiade, salah satunya Ricky Soebagdja/Rexy Mainaky.
Kepala Bagian Humas, Hukum, Sistem Informasi Kedeputian Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Yusuf Suparman menyampaikan, Kemenpora telah memberikan rekomendasi bahwa audisi tetap jalan karena tidak ada ketentuan peraturan perundangan yang dilanggar. ”Peran serta terhadap pengembangan olahraga dijamin oleh UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Yang kedua keterbatasan APBN, jalur sponsorship dibuka ruang,” kata Yusuf.
”Kemenpora sangat menyayangkan dan mendorong bagaimana Djarum kembali mempertimbangkan karena ini tidak ada yang dilanggar. Kami juga mendorong BUMN atau perusahaan-perusahaan lain untuk mendukung kepentingan keolahragaan,” kata Yusuf.
Merawat mimpi
PB Djarum telah berdiri setengah abad dan telah melahirkan sejumlah atlet kelas dunia, seperti Liem Swie King, Christian Hadinata, Haryanto Arbi, dan Liliyana Natsir. Penggemar bulu tangkis ”zaman now” lebih familiar dengan Kevin Sanjaya dan Mohammad Ahsan.
Kevin dan Ahsan adalah jebolan PB Djarum yang kini menempati peringkat pertama dan kedua ganda putra terbaik dunia, berpasangan dengan rekan masing-masing, yaitu Kevin/Marcus Fernaldi Gideon dan Ahsan/Hendra Setiawan.
Prestasi atlet-atlet ini menginspirasi generasi penerusnya untuk menjadi juara. Jalan mereka tidak mudah karena perlu ketekunan dan kerja keras. Itu tecermin dalam perjuangan anak pedagang nasi rames asal Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Alfa Wahyudinata (10). Supaya bisa bergabung dengan PB Djarum dan menjadi atlet elite, perjuangannya berkali-kali pupus, tetapi dia selalu bangkit.
Setelah gagal pada audisi di Purwokerto 2015, 2016, dan 2017, Alfa mencoba di Kudus pada 2016 dan 2017. Mencapai babak final merupakan pencapaian terbaik Alfa karena biasanya dia tersingkir di babak pertama dan kedua. Setelah ikut audisi lebih dari lima kali, akhirnya dinyatakan lolos audisi di Kudus pada 2017.
Jangan bayangkan Alfa berangkat audisi ditemani orangtua atau keluarga. Dia selalu berangkat audisi dengan dititipkan kepada tetangganya yang juga ikut audisi ke Kudus. Orangtua Alfa tidak punya biaya untuk mengantar putranya. Namun, doa dan harapan dari orangtua mengantar Alfa ke gerbang yang dipercaya bisa membuka masa depan.
Beda lagi dengan cerita Muhammad Najwan Najmuddin (12). Bocah ini ikut audisi dengan diantar orangtuanya, pasangan Syamsuddin (48) dan Titing Gartini (47). Orangtuanya, yang bekerja sebagai pemasok buku pelajaran, meminjam Rp 1 juta dari tetangga untuk biaya anaknya mengikuti audisi di Kudus pada 2017.
Dengan menggunakan mobil butut buatan tahun 1990-an, Najwan dan keluarganya menempuh perjalanan lebih dari 9 jam dari rumahnya di Majalengka, Jawa Barat, menuju Kudus, Jawa Tengah. Mereka menginap di kamar hotel seharga Rp 185.000 per malam. Kamar hotel itu pun disewa secara patungan bersama peserta audisi lain, hingga satu kamar dihuni 10 orang.
Alfa, Najwan, dan ratusan atau bahkan ribuan peserta audisi bulu tangkis PB Djarum adalah definisi nyata dari pepatah Jepang: gagal tujuh kali, bangkit delapan kali. Dari anak-anak ini, masyarakat belajar untuk merawat mimpi, tidak mudah menyerah, dan selalu mengusahakan yang terbaik demi mencapai cita-cita.
Polemik
Namun, dengan penghentian audisi pada 2020, asa anak-anak itu menjadi atlet elite menemui jalan buntu. Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin menyampaikan, pada 2018, pihaknya pernah diundang KPAI untuk membahas penghentian audisi lantaran tuduhan eksploitasi anak.
Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin menyampaikan, pada 2018, pihaknya pernah diundang KPAI untuk membahas penghentian audisi lantaran eksploitasi anak. Sejak itu, setidaknya kedua belah pihak telah saling berjumpa dan duduk bersama sebanyak tiga kali, tetapi tidak ada kesepakatan yang terwujud.
”Sudah pernah tahun lalu kita diundang ke kantor KPAI alasannya ada eksploitasi anak. Lalu, kita jelaskan bahwa itu tidak ada kaitannya dengan produk tembakau. Itu murni untuk event olahraga, pencarian bibit. Ya, tidak ketemu,” kata Yoppy saat dihubungi dari Purwokerto, Minggu (8/9/2019) malam.
Yoppy mengatakan, eksploitasi yang dimaksud KPAI adalah karena terdapat logo produk tembakau pada kaus peserta audisi. ”Karena anak-anak dikasih logo-logo produk tembakau, kan, logo itu bukan produk tembakau. Menurut mereka, kita sudah sepakat. Oh belum, sepakat untuk tidak sepakat. Asumsi mereka, audisi (2019) berhenti. Tidak, kita jalan terus. Terus di Bandung muncul, jebret. Lalu (KPAI) nulis surat ingin menghentikan audisi,” papar Yoppy.
Atas polemik itu, lanjut Yoppy, pihaknya melalui Ketua PP PBSI bersurat kepada Menkopolhukam dan dipertemukan kembali dalam rapat koordinasi akhir Agustus. Namun, lagi-lagi belum terwujud kesepakatan antara dua pihak. Menurut Yoppy, sebelumnya juga terdapat pertemuan internal antara KPAI, pihak Kemenpora, Kemenkes, PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), dan kepala daerah yang jadi tuan rumah audisi tanpa kehadiran PB Djarum.
”Ada yang survei bahwa 60 persen mengatakan bahwa itu adalah produk rokok. Saya waktu itu membantah. Survei kenapa saya tidak diajak. Survei, kan, tergantung pertanyaannya, kalau pertanyaannya logo ini Djarum atau bukan. Saya membantah. Lalu ditelikung terus,” katanya.
Akhirnya, pada Rabu (4/9/2019), PB Djarum dan KPAI kembali bertemu. Kendati tulisan Djarum pada kaus peserta dan judul audisi akan dicopot, KPAI meminta tetap zero tolerance.
”Itu hanya untuk tahun ini, pikir saya supaya audisi ini tetap jalan, tetapi tahun depan dihentikan sesuai yang Rabu kemarin kita ngomong. Waktu itu ketemuan, dia (KPAI) ngomong zero tolerance. Ya, kalau memang zero tolerance, berarti kita berhenti tahun depan. Bukannya mendadak langsung jebret (dihentikan), ada prosesnya,” tutur Yoppy yang menegaskan pihaknya tidak mau menjadi pelanggar aturan negara.
Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty mengatakan, pihaknya tidak ingin menghentikan audisi. ”Prinsipnya kami tidak ingin menghentikan sebuah audisi selama audisi itu tidak mengandung dua unsur yang saya sampaikan. Unsur pertama adalah unsur eksploitasi yang sifatnya terselubung, yaitu pemanfaatan anak untuk promosi secara tidak langsung dengan menggunakan badan mereka sebagai bagian dari media promosi,” kata Sitti di Purwokerto.
Menurut Sitti, promosi di kaus yang dipakai anak-anak menyebabkan tidak ada unsur pajak, tidak ada batas waktu sampai kapan dipakai. ”Titik tekan kedua adalah upaya denormalisasi produk-produk yang berbahaya. Karena rokok di UU Kesehatan Nomor 39 Tahun 2009 dikatakan sebagai produk yang bahaya, maka mulai dari peredarannya, promosinya, hingga interaksi dengan pihak tertentu harus dibatasi terutama anak-anak,” tutur Sitti.
Sitti mengatakan, unsur eksploitasi masih ada di dalam audisi di Purwokerto. Hal itu ditunjukkan dengan masih tercantumnya tulisan Djarum pada nomor punggung peserta. ”Sebenarnya, sih, sederhana saja. Kalau semua brand itu diturunkan, itu selesai. Walaupun (eksploitasi) ini sudah menurun, mereka masih tetap menempelkan anak sebagai papan logo, di kartu nomor peserta,” katanya. Hal itu masih menjadi bahan evaluasi ke depan.
Sitti mengatakan, pihaknya baru bertindak saat ini karena masih menunggu hasil riset kesehatan dasar. ”Pada 2013, keterpaparan anak pemula untuk merokok sekitar 7,2. Namun, pada 2018, menjadi 9,1. Salah satunya karena promosi ini. Sering ditanyakan, kok, baru sekarang, karena kami menunggu hasil dari riset kesehatan dasar,” tuturnya.
Sitti melanjutkan, setiap promosi yang melibatkan anak itu akan berdampak terhadap tingkat keterpaparan. ”Jadi, kasus Djarum ini ibaratnya membuka sebuah kotak Pandora, jadi kita mulai concern, oh iya ada aturan terkait ini yang harus lebih diperhatikan lagi,” ujarnya.
Ditanya mengenai #bubarkanKPAI yang jadi trending topic di twitter, Sitti tidak mengerti logika dari warganet ke mana. ”Saya tidak mengerti logikanya ke mana. Mereka bisa jadi tidak mendapatkan pengetahuan yang sama dengan kita atau informasi yang ditangkapnya terpotong-potong atau bagaimana. Logikanya sangat sederhana yang kita minta turunkan adalah brand image, brand colour, logo-logo. Ketika itu diturunkan, berarti dia mematuhi peraturan yang ada. Kalau peraturan dipatuhi, berarti sebenarnya KPAI tidak salah,” paparnya.
Sitti menyampaikan, pihaknya telah melakukan survei di 28 provinsi dengan pertanyaan kalau ada statement Djarum apa yang ada di benak kalian? Sebanyak 1 persen anak mengatakan Djarum itu jarum jahit. Sejumlah 31 persen anak mengatakan Djarum di dalam konteks itu adalah audisi beasiswa bulu tangkis, dan 68 persen mengatakan ini adalah rokok.
Hentikan saling menyalahkan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berharap semua pihak untuk tidak saling menuding atau menyalahkan satu sama lain, terkait polemik audisi bulu tangkis Djarum. Menghadapi persoalan tersebut, sebaiknya dilakukan kajian mendalam, baik dari sisi pembinaan olahraga, perlindungan anak, maupun aturan hukum yang berlaku.
”Kajian ini penting supaya kita tidak terus saling menyalahkan, lalu yang menjadi korban adalah anak-anak,” ujar Nahar Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di Jakarta, Senin (9/9/2019), menanggapi polemik soal audisi bulu tangkis Djarum.
Selain melakukan kajian, menurut Nahar, agar kondisi tersebut tidak berlarut-larut dan melebar, pihaknya berharap ada pertemuan bersama yang difasilitasi oleh Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) untuk mencari solusi terbaik.
Nahar menilai, KPAI tugasnya melakukan pengawasan agar dampak buruk terhadap anak-anak bisa dicegah. ”Pembinaan atlet bulu tangkis harus terus berjalan dan upaya Djarum selama ini sudah bagus. Hanya saat ini Djarum harus menyesuaikan dengan kebutuhan perlindungan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya menjaga agar anak-anak terbebas dari bahaya rokok,” kata Nahar.
Nahar juga berharap polemik tersebut akan mendorong BUMN atau perusahaan swasta untuk berkontribusi dalam pengembangan olahraga di Tanah Air. (SONYA HELEN SINOMBOR, JUMARTO YULIANUS)