Selain mencopot kain hitam, massa juga melempar botol, bambu, kerucut lalu lintas, hingga batu ke arah gedung. Mereka pun membakar karangan bunga yang berada di depan KPK. Polisi menembakkan gas air mata.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kain hitam yang menyelubungi tulisan dan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di halaman depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dibuka paksa oleh sejumlah pengunjuk rasa, Jumat (13/9/2019) siang. Aksi yang disertai dengan pembakaran karangan bunga simpati terhadap KPK tersebut terkesan dibiarkan saja oleh polisi yang berjaga.
Bentrok massa Himpunan Aktivis Milenial Indonesia serta Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan Cinta NKRI dengan pegawai KPK pun terjadi. Baku pukul tak terelakkan.
Meski demikian, polisi yang bertugas di KPK tidak berupaya menghalau massa. Bahkan, polisi mendukung pencopotan kain hitam yang dipasang dalam aksi simpatik sebagai simbol penolakan pelemahan terhadap KPK.
Kepala Unit Binmas Polsek Metro Setia Budi Komisaris Polisi Bambang Handoko menolak penutupan logo KPK dengan kain hitam. Menurut dia, KPK adalah instansi pemerintah yang tidak boleh diboikot.
”Yang jelas pokoknya tidak boleh seperti ini. Kantor negara sebenarnya tidak boleh begini. Ini, kan, milik negara, instansi pemerintah, bukan perusahaan. Kantor negara, kok, (ditutup kain hitam) begini. Milik negara, kok, seperti diboikot begini,” ujar Bambang.
Membantah
Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Bastoni Purnama membantah ada kesan ”pembiaran” oleh anggota polisi dalam menghadapi massa. Menurut dia, ada beberapa metode yang digunakan polisi dalam menangani keadaan rusuh.
”Kita ada beberapa metode, ya. Juga berdasarkan kekuatan personel yang ada, juga situasi yang ada. Jadi, ada pertimbangan-pertimbangan khusus, yang jelas sudah didokumentasikan. Nanti pelaku-pelakunya akan kami cari,” kata Bastoni.
Menurut Bastoni, ada sedikit kesalahpahaman antarkelompok yang melakukan unjuk rasa terkait dengan hasil keputusan dari Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK dengan wadah pegawai KPK. ”Namun, bisa kami atasi situasinya dan sekarang ini situasi dalam keadaan kondusif,” ujarnya.
Pemasangan kain hitam terhadap tulisan dan logo KPK dilakukan sejak Minggu (8/9/2019) sebagai reaksi atas revisi Undang-Undang KPK yang dinilai sebagai bentuk pelemahan terhadap lembaga antirasuah tersebut. Aksi penutupan Gedung KPK secara simbolis dipimpin langsung Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang mengundurkan diri pada Jumat (13/9/2019) setelah DPR mengumumkan pimpinan KPK 2019-2023.
Selain mencopot kain hitam, massa juga melempar botol, bambu, kerucut lalu lintas, hingga batu ke arah gedung. Mereka pun membakar karangan bunga yang berada di depan KPK. Guna menghalau massa, polisi menembakkan gas air mata.
Tuntutan
Hingga saat ini, massa masih menyuarakan penuntutan. Juru bicara aksi Himpunan Aktivis Milenial Indonesia, Imam Rohmatulloh, mengatakan, Saut telah membunuh karakter dan merusak reputasi Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Firli Bahuri yang merupakan Ketua KPK terpilih. Mereka mengatakan, pernyataan Saut hanya omong kosong.
”Saut sama sekali tidak menyertakan fakta yang membuktikan bahwa dugaan pelanggaran etik telah diputus ataupun membuktikan bahwa pertemuan Firli dengan Tuanku Guru Bajang Zainul Majdi membahas perkara yang sedang ditangani KPK,” ujar Imam.
Untuk itu, Imam menuntut agar Saut dan wadah pegawai KPK menarik kembali pernyataan tersebut dan meminta maaf secara terbuka kepada Firli. Mereka juga menuntut KPK segera mengevaluasi seluruh unsur KPK agar terbebas dari segala kepentingan.
Sebelumnya, dalam konferensi pers KPK pada Rabu (11/9/2019), Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan penasihat KPK, Tsani Annafari, menyampaikan hasil pemeriksaan etik mantan Deputi Bidang Penindakan KPK Firli Bahuri. Dari hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal, terdapat dugaan pelanggaran berat yang dilakukan Firli.
Saut menyampaikan, Firli mengadakan dua kali pertemuan dengan Tuanku Guru Bajang Zainul Majdi yang saat itu menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat. Pertemuan itu terjadi saat KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam divestasi PT Newmont Nusa Tenggara kepada PT Amman Mineral Internasional dan Zainul jadi salah satu pihak yang diperlukan keterangannya.
Adapun tuntutan dari Himpunan Aktivis Milenial Indonesia serta Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan Cinta NKRI yang mendukung revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan pembentukan Dewan Pengawas KPK yang independen.
”Langkah-langkah KPK yang sering bekerja tidak dilandasi dengan peraturan dan perundangan harus dihentikan karena akan merusak lembaga KPK,” kata juru bicara aliansi tersebut.