Terbakar dan Mencemari Udara, 11 Lahan di Riau Disegel
Dari 11 perusahaan, KLHK menyebutkan tujuh perusahaan. Adapun tujuh perusahaan itu, antara lain, PT THIP, PT TKWL, PT AA, PT RAPP, PT GSM, PT SRL, dan PT ADIE Plantation and Industry.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel 11 lahan perusahaan di Riau yang terbakar dan mengakibatkan pencemaran udara. Penyegelan diharapkan dapat memberikan efek jera sehingga perusahaan menjadi lebih bertanggung jawab menjaga lahannya.
Direktur Pengaduan dan Penerapan Sanksi Administrasi Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sugeng Priyanto mengatakan, dalam dua pekan terakhir pihaknya menyegel lahan yang terbakar dari 11 perusahaan di Riau.
"Ini bukti kesungguhan kita bahwa kita ini bukan negara pengekspor asap," ujar Sugeng usai menyegel lahan terbakar milik PT ADIE Plantation and Industry, Desa Batang Nilo, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat (13/9/2019).
Dari 11 perusahaan, Sugeng hanya menyebutkan tujuh perusahaan. Adapun tujuh perusahaan itu, antara lain, PT THIP, PT TKWL, PT AA, PT RAPP, PT GSM, PT SRL, dan PT ADIE Plantation and Industry.
Sugeng menjelaskan, lahan-lahan yang disegel itu kini tengah dalam penyelidikan Ditjen Gakkum Kementerian LHK untuk mencari tahu penyebab kebakaran dan mencari tahu siapa pelakunya.
Penyegelan itu sesuai dengan Pasal 76 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal mengatakan, menteri, gubernur, bupati/walikota menerapkan sanksi administrasi terhadap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
"Lahan dari perusahaan-perusahaan ini terbakar dan akibatkan pencemaran udara. Lahan ini kami segel sebagai pelajaran agar perusahaan jera dan lebih serius mencegah pencemaran," ujar Sugeng.
Pencemaran udara di Pekanbaru pada Jumat (13/9/2019), mencapai titik terburuknya selama sepekan terakhir. Berdasarkan pantauan aplikasi peneliti kualitas udara AirVisual, kualitas udara berada di kisaran 550-603. Angka tersebut melebihi batas maksimal level bahaya yakni 500.
Selama sepekan terakhir sejak 7 September kualitas udara di Pekanbaru berkisar antara 300. Debu asap yang berterbangan berukuran 2,5 PM mikrogram per meter kubik. Kepadatan debu tercatat sebesar 656,4 mikrogram per meter kubik.
Dengan kualitas udara seperti ini, warga diminta untuk selalu mengenakan masker, menyalakan mesin penjernih udara, menutup pintu dan jendela, serta mengurangi aktivitas di luar ruang.
Tingkatkan pengawasan
Group Manager PT ADEI Plantation and Industry Indra Gunawan mengatakan, pihaknya menerima penyegelan lahan yang dilakukan pemerintah. Ia menilai, ini adalah langkah baik untuk mencari tahu lebih jelas penyebab kebakaran dan meningkatkan pengawasan.
"Kami punya delapan menara pandang untuk mengawasi lahan. Ke depan akan kami tingkatkan terus pengawasan," ujar Indra.
Indra mengatakan, kebakaran terjadi pada 7 September lalu pukul 16.30 WIB. Lahan yang terbakar dan disegel seluas 4,25 hektar, relatif minim dibandingkan total konsesi seluas 12.860 hektar.
Akibat kebakaran, kata Indra, perusahaannya rugi lahan produksi Rp 150 juta karena berisi tanaman kelapa sawit produktif. Kerugian itu masih harus ditambah biaya pemadaman sekitar Rp 150 juta-Rp 180 juta.
"Tidak betul berita yang berkembang bahwa kami sengaja membakar lahan kami. Sebab kami juga merugi akibat kebakaran ini," ujar Indra.
Meski masih meneliti lebih lanjut, Indra menduga kebakaran disebabkan kelalaian warga yang tak sengaja membuang puntung rokok saat memancing di selokan parit lahan itu. "Maka itu kami akan tingkatkan pengawasan," ujar Indra.