Kota Solo kaya ragam kuliner klangenan ikonik. Ketenaran sejumlah warung ikut terangkat sejak ”dipromosikan” Presiden Joko Widodo secara tidak langsung melalui unggahan video blognya.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·5 menit baca
Menyebut nama Kota Solo, Jawa Tengah, hal yang terlintas di pikiran, selain pasar batik legendaris, adalah ragam kuliner klangenan. Dalam sejumlah kunjungan kerja dan kesempatan pulang kampung, Presiden Joko Widodo kerap menyempatkan waktu merajut nostalgia dengan berburu kuliner ikonik.
Saat mudik, Presiden Joko Widodo atau Jokowi kerap berburu kuliner di warung-warung langganannya. Biasanya, dia ditemani Nyonya Iriana Joko Widodo, putra dan putri, serta cucunya. Mantan Wali Kota Solo itu bahkan mempromosikan ragam kuliner Solo melalui video blog (vlog) yang diunggah di kanal Youtube Presiden Joko Widodo dengan judul #JKWKuliner Makan-makan di Solo.
Ada beberapa kuliner yang dimasukkan dalam video Presiden Jokowi itu, antara lain sate kambing Bu Bejo, timlo Maestro, gudeg Mbak Yus, gudeg Adem Ayem, dan ayam goreng Mbah Karto di Sukoharjo. Tanpa ada acara khusus, Juli lalu, Presiden Jokowi tiba-tiba mengundang wartawan bersama-sama menyantap ayam goreng di warung Mbah Karto yang berada di wilayah Sukoharjo tersebut.
Sate kambing Bu Bejo adalah salah satu warung langganan Presiden Jokowi. Menurut Rita Widawati (41), putri Bu Bejo (82) yang kini mengelola warung tersebut, Presiden Jokowi biasanya memesan sate campur dan sate buntel serta tengkleng.
”Pak Jokowi mulai jadi pelanggan di sini sebelum jadi Wali Kota Solo. Bahkan, setelah jadi Gubernur DKI Jakarta dan kini Presiden, kalau pulang ke Solo kadang masih dahar (makan)di sini,” kata Rita, di Solo, Rabu (18/9/2019).
Sate kambing Bu Bejo dirintis Bejo Atmowiyono (almarhum) pada 1970-an. Awalnya, ia berjualan sate kambing keliling di kawasan Loji Wetan hingga sekitar Pasar Gede Solo memakai pikulan. Setelah itu, Bejo membuka warung tenda di emperan toko di Loji Wetan.
Warung sate Pak Bejo pun berkembang. Pada 1999, mulai dibuka warung permanen di Jalan Sebakung, Loji Wetan, Kelurahan Sangkrah, Pasar Kliwon, Solo. ”Dulu, awalnya dikenal sate Pak Bejo saat yang mengelola masih bapak, lalu berubah menjadi Bu Bejo setelah bapak meninggal dan warung dikelola ibu,” tutur Rita.
Warung sate Bu Bejo tetap setia dengan hidangan khasnya, yaitu sate kambing biasa, sate buntel, tongseng, dan gulai. Menu tengkleng dikenalkan tahun 1999. Sate kambing di warung ini digemari banyak orang dan membuat ketagihan karena aromanya tidak prengus (berbau), dagingnya empuk, dan rasanya yang otentik.
Kepada Kompas, Rita membuka resep sederhana sate Bu Bejo. Daging kambing diolah dengan cara dibakar setengah matang, kemudian dicampur bumbu pecakan yang berbahan dasar gula jawa. Setelah itu, sate kembali dibakar hingga matang.
Setiap warung, kan, punya resep sendiri-sendiri. Jadi, meskipun sama-sama sate, rasanya pasti lain. (Rita Widawati)
Sate yang sudah matang diberi kecap dipadu dengan bumbu kacang. Sate dihidangkan di atas piring dengan tusuk sate yang sudah dilepas. Irisan kol disajikan di piring terpisah. ”Setiap warung, kan, punya resep sendiri-sendiri. Jadi, meskipun sama-sama sate, rasanya pasti lain. Di Solo, sate kambing yang pakai bumbu kacang itu jarang, biasanya cuma kecap,” katanya.
Menjadi langganan Presiden, tak pelak membuat warung sate Bu Bejo kian tenar. Bahkan, banyak orang dari luar kota Solo secara khusus datang karena penasaran dan ingin mencicipi menu yang biasa dipesan Jokowi. ”Kemarin ada yang datang dari Surabaya. Langsung nanya, apa yang dipesan oleh Pak Jokowi. Dia ingin mencoba, he-he-he,” ujar Rita.
Hidangan khas lain yang juga digemari Jokowi adalah timlo. Pemilik warung timlo Maestro, Yunanto Adi Prasetyo, mengatakan, Presiden Jokowi sering makan timlo di warung Timlo Maestro ketika hendak maju sebagai Wali Kota Solo. Kini, timlo Maestro kerap dipanggil untuk menyajikan hidangannya di rumah Presiden Jokowi di Solo saat pulang kampung.
”Menu kesukaan Pak Jokowi di timlo Maestro ini telur sama sosis, tanpa ampela ati. Beliau tidak suka ampela dan ati,” katanya.
Adi, generasi ketiga pengelola timlo Maestro, berkisah, usaha turun-temurun ini dirintis eyangnya, Sastro (almarhum). Sastro dikenal sebagai kreator kuliner timlo di Solo. Orangtua Adi kemudian mandiri menggunakan merek sendiri, yaitu timlo Maestro, sedangkan warung timlo Sastro di pojokan Pasar Gede dikelola saudarinya. ”Bapak saya sedikit memodifikasi bumbu-bumbu dari timlo Sastro,” katanya.
Oleh sang ayah, bumbu timlo Maestro dibuat lebih berani. Merica dan bawangnya terasa lebih kuat. Kaldu untuk kuah dibuat khusus menggunakan bahan ayam jago. Warung timlo Maestro pun menuai dampak positif setelah kerap dipanggil ke rumah Presiden Jokowi.
”Banyak pesanan, misalnya dari hotel-hotel sampai 200 porsi, acara-acara arisan, dan lainnya,” ucap Adi.
Tak hanya dari dalam kota, orang-orang dari luar Kota Solo juga turut memburu timlo Maestro. Warung kaki lima timlo Maestro yang buka di emperan toko di Keprabon, Solo, mulai pukul 19.00-01.00 selalu ramai pengunjung.
Efek Jokowi
Aji Karunia Mulia (36), warga Karanganyar, Jawa Tengah, mengaku terkena efek Presiden Jokowi. Kuliner yang biasa jadi langganan Presiden Jokowi hampir semua dicobanya, seperti sate Bu Bejo hingga gudeg Mbak Yus.
”Saya lahir di Solo, saya tahu ada warung-warung ini sudah lama, tetapi saya anggap biasa saja karena banyak warung di Solo. Sejak tahu Pak Jokowi makan di warung itu, jadi penasaran mencoba, ternyata memang enak, ha-ha-ha,” katanya.
Sejarawan Solo, Heri Priyatmoko, mengatakan, keragaman jenis kuliner di Solo dipengauhi beragamnya etnis yang pernah tinggal di kota ini, yaitu Jawa, Tionghoa, Arab, dan Eropa. Resep hidangan di Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran juga memengaruhi kelezatan rasa kuliner Solo.
Ketika pengaruh Keraton Surakarta dan Puro Mangkunegaran melemah, resep-resep rahasia merembes keluar dari tembok keraton. Resep-resep itu dicoba oleh masyarakat sehingga umumnya kuliner Solo memliki rasa istimewa.
Di sisi lain, masyarakat Solo juga senang jajan di warung sehingga ada banyak warung-warung makan yang menyajikan beragam menu khas. Kebiasaan makan di warung merupakan pengaruh budaya orang-orang Belanda yang pada masa penjajahan senang menyantap makanan di restoran.