Lindungi Diri Lewat Mitigasi Mandiri Drumpori
Musim hujan sebentar lagi datang mengguyur Kota Bandung, Jawa Barat. Di Antara pesatnya pembangunan kota, bisa jadi hujan kembali mengundang banjir. Inovasi kreatif kembali diharapkan meminimalkan ancaman itu.
Musim hujan sebentar lagi datang mengguyur Kota Bandung, Jawa Barat. Di Antara pesatnya pembangunan kota, bisa jadi hujan kembali mengundang banjir. Inovasi kreatif kembali diharapkan meminimalkan ancaman itu.
Sejak akhir Agustus 2019, tugas Ohan Iskandar (42) tidak hanya sekadar merawat taman dan membersihkan pelataran Kantor Kecamatan Sukasari, Kota Bandung. Bersama tiga rekannya, ia bertugas memeriksa dua titik drumpori yang ditanam di sekitar taman kantor kecamatan.
Lengan kuatnya tak kesulitan mengangkat tutup drumpori yang dibuat dari beton. Sesuai namanya, drumpori dibuat dari drum plastik berkelir biru. Tinggi drum tak lebih dari 90 sentimeter dengan diameter sekitar 70 sentimeter. Di dalam tubuh drum yang kering tanpa isi, terlihat ada beberapa bagian drum yang sengaja dilubangi.
“Fungsinya akan terlihat kalau hujan datang. Pasti akan terisi air. Tujuannya, memang menampung air limpasan hujan untuk cegah banjir,” kata Ohan.
Jadi salah satu inovasi anyar Kota Bandung, drumpori memang diharapkan efektif ketika musim hujan. Jadi bagian dari Gerakan Masyarakat Menampung Air Pemerintah Kota Bandung, tubuh besarnya akan menampung air limpasan yang tidak tertampung di saluran yang ada. Harapannya, saat air limpasan bisa tertampung maka potensi banjir bisa diminimalkan.
Hingga saat ini, sudah terpasang 550 drumpori di Kota Bandung. Kecamatan Sukasari menjadi yang terbanyak dengan 101 unit. Selain plastik, drumnya berbahan galvanis. Tidak hanya di depan kantor kecamatan, drumpori juga terpasang di gang-gang permukiman warga. Sebagian sumbangan Pemkot Bandung. Namun, ada juga yang terbangun dari hasil swadaya masyarakat.
Baca Juga : Perbaikan Tata Ruang Tekan Dampak Bencana
Ide pembuatan drumpori ini digelontorkan penggiat lingkungan Rahim Asyik Budhi Santoso (53). Dia melihat, konsep biopori yang selama ini digaungkan untuk menjadi parkir air, khususnya saat musim hujan, tidak terlalu efektif. Selain diameternya kecil, biopori kerap dipaksa berfungsi ganda, menjadi tempat pembuatan sampah organik.
“Akibatnya, kemampuan biopori menampung air tidak maksimal,” kata dia.
Dikenal sebagai salah satu pembuat papan panjat tebing kelas dunia, Rahim lantas berinovasi. Memiliki banyak drum bekas, ia merubahnya menjadi wadah penampungan air. Dia mencoba dan menerapkan inovasinya itu di halaman rumah sendiri sejak 2014.
“Drum milik saya berbahan galvanis berkapasitas 220 liter. Ternyata, sampai saat ini kondisinya masih relatif bagus meski muncul karat. Keberadaannya juga ampuh menampung air hujan,” ujar Rahim.
Dia mengatakan, umur drum galvanis setidaknya paling lama enam tahun. Ia menduga, drum plastik bakal tahan lebih lama. Biaya pembuatan satu drumpori dengan drum bekas sekitar Rp 500.000 sudah termasuk untuk biaya tukang.
Uji coba sejak lima tahun lalu juga memberinya pengetahuan baru tentang kecepatan daya serap air saat musim hujan. Menurut Rahim, bila satu drumpori punya 30 lubang maka akan penuh terisi air sekaligus melepaskannya selama 20 menit.
“Jadi, jika dalam satu jam, lebih kurang bisa dikumpulkan 440 liter air permukaan. Jika titik drumpori bisa mencapai 10.000 saja maka dalam 20 menit bisa terserap air hujan ke dalam tanah hingga 2,2 juta liter,” kata Rahim.
Meski berada di dataran tinggi, banjir menjadi masalah tahunan di Kota Bandung. Minimnya ruang terbuka hijau (RTH) diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. Akibatnya, hujan hanya akan menjadi air limpasan yang tidak tertampung di saluran air atau terserap ke dalam tanah.
Berdasarkan data Walhi Jabar 2016, RTH Kota Bandung hanya 11 persen dari kuota ideal 30 persen. Bila saat ini Kota Bandung seluas 16.700 hektar, RTH Kota Bandung idealnya 5.010 hektar. Namun, kini tercatat hanya 1.837 hektar saja.
Kondisi ini, menurut Ketua Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Supardiono Sobirin, rentan memicu banjir saat musim hujan. “Kini, dengan curah hujan di atas 10 milimeter-15 milimeter per jam saja, genangan air sudah terjadi di Bandung. Padahal, saat musim hujan curah hujan di Bandung bisa mencapai lebih dari 70 mm per jam,” kata dia.
Kini, dengan curah hujan di atas 10 milimeter-15 milimeter per jam saja, genangan air sudah terjadi di Bandung. Padahal, saat musim hujan curah hujan di Bandung bisa mencapai lebih dari 70 mm per jam
Drumpori, kata Sobirin, bisa jadi salah satu solusi. Ia berharap, aplikasinya terus dijaga berkeseinambungan. “Perlu disosialisasikan juga kepada warga, drumpori jangan dibuat pada kondisi tanah lempung atau liat karena air sulit meresap, lebih baik pada kondisi tanah berpasir,” ujar Sobirin.
Wali Kota Bandung Oded M Danial mengatakan, drumpori akan dijadikan salah satu cara meminimalkan banjir bersama perbaikan saluran air dan pembangunan kolam retensi. Bahkan, mulai tahun 2020, dana Program Inovasi Pemberdayaan Pembangunan Kewilayahan yang gelontorkan ke setiap RW, bisa dialokasikan untuk pembuatan drumpori.
“Tiap RW diproyeksikan membuat drumpori sebanyak 10 titik. Di Kota Bandung terdapat 1.584 RW. Maka jika hal ini terealisasi secara keseluruhan dapat mencapai 15.840 titik drumpori di Kota Bandung. Prioritas akan diberikan ke kawasan Cinambo, Gedebage, dan Pagarsih, yang sering dilanda banjir limpasan,” ujar Oded.
Baca Juga : Terowongan Curug Jompong Ditargetkan Beroperasi November 2019
Menurut Camat Sukajadi Sarjani Saleh, pihaknya terus mendorong warga membuat drumpori, termasuk di sekolah-sekolah, maupun tempat ibadah. Semakin banyak drumpori yang relatif mudah pembuatannya dan murah ini diharapkan dapat mengurangi banjir air limpasan yang kerap terjadi di kawasan hilir jika hujan lebat, di antaranya Setiabudi, dan Sukajadi.
Dia seperti tak ingin kejadian muram pada Oktober 2016. Ade Sudrajat, warga Hegarmanah, Kota Bandung, tewas setelah jatuh ke gorong-gorong di Jalan Setiabudi. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bandung, curah hujan ketika itu mencapai 77,5 mm per jam.
Setidaknya, promosi dan himbauan Sarjani itu didengar Ohan. Sebagai warga Kelurahan Sukarasa, Kecamatan Sukajadi, salah satu kawasan yang kerap digenangi air saat musim hujan, Ohan tak ingin terus jadi korban banjir.
Oleh karena itu, lebih dari tugasnya merawat drumpori milik Kecamatan Sukajadi, dia membuat drumpori sendiri di dekat rumahnya. Biaya pemasangan Rp 500.000 ia ambil dari koceknya sendiri.
“Semoga saja, dengan drumpori, potensi banjir di tempat tinggal saya bisa dikurangi. Tidak hanya jadi contoh bagi warga Bandung lainnya tapi juga daerah lainnya,” katanya.
Alam tak bisa dilawan. Namun, tanpa melupakan faktor penting menjaga keasrian lingkungan, adaptasi manusia dibutuhkan agar potensi bencana bisa ditekan.