Perang Yaman dan Kesiapan ”Drone” Indonesia
Serangan drone ke dua lokasi fasilitas perminyakan di Arab Saudi yang membuat harga minyak dunia melonjak pada Sabtu (14/9/2019) pagi langsung menggugah kesadaran soal nilai strategisok penggunaan pesawat nirawak.
Serangan drone bersenjata ke dua lokasi fasilitas perminyakan Aramco di Arab Saudi yang membuat harga minyak dunia melonjak pada Sabtu (14/9/2019) pagi langsung menggugah kesadaran banyak pihak tentang nilai strategis penggunaan wahana tanpa awak dalam peperangan.
Sebagai negara besar, Indonesia pun sebenarnya tidak tinggal diam dengan teknologi pesawat nirawak (UAV) untuk peperangan. Pada latihan puncak TNI di Jawa Timur dilakukan uji tembak peluru kendali dari drone CH 4 buatan China pada Kamis (12/9).
Pesawat nirawak tempur CH 4 tersebut sama dengan ratusan drone sejenis yang digunakan Arab Saudi dalam Perang Koalisi di Yaman, Jazirah Arab. Berbagai serangan drone bersenjata dilancarkan militer Arab Saudi ke berbagai sasaran di Yaman dalam perang yang berkepanjangan tersebut.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Wiranto bersama Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan para pejabat militer seusai uji tembak misil drone CH 4 memuji kemampuan TNI dalam beradaptasi dengan teknologi baru dan model peperangan baru, yakni drone warfare.
”Kita saksikan ada drone yang mampu tidak saja mengintai, tetapi juga menembakkan rudal dan mengebom. Mudah-mudahan ke depan teknologinya dapat kita miliki,” kata Wiranto seusai penutupan Latihan Dharma Yudha 2019.
Drone Rainbow-Chang Hong-CH 4 tersebut di antaranya dioperasikan oleh militer Arab Saudi, Mesir, dan Irak. Mantan Ketua Kadin Cabang Shanghai, China, Adi Harsono yang kini menjadi Ketua Harian Perkumpulan Persahabatan Alumni Tiongkok-Indonesia (Perhati) mengatakan, Arab Saudi membeli 400 unit CH 4, sebanyak 100 unit diimpor dari China, sedangkan 300 unit dirakit oleh industri militer Arab Saudi.
”Drone tipe tersebut awalnya dikembangkan Tiongkok dari drone buatan Filipina dengan kerja sama teknologi Israel. Lalu, dikembangkan varian-varian lokal buatan Tiongkok. Sekarang ada lima perusahaan Tiongkok yang membuat drone spesifikasi militer,” kata Adi Harsono.
Drone tersebut beroperasi di ketinggian 10.000 kaki dan memiliki kemampuan terbang hingga berjam-jam dan mampu membawa berbagai persenjataan. Beberapa varian drone tersebut ditampilkan dalam acara resepsi Tentara Pembebasan Rakyat China, di Ballroom Hotel Shangrilla, Jakarta, tanggal 1 Agustus 2019.
Saat ini, TNI sudah memiliki skuadron drone buatan Filipina yang berpangkalan di Pontianak, Kalimantan Barat. Adapun keberadaan drone baru CH 4 dan, menurut rencana, drone buatan Amerika Serikat akan menambah kekuatan persenjataan TNI yang digunakan berbagai matra.
Mantan Dubes RI untuk Republik Rakyat China Soegeng Raharjo mengingatkan, pembelian senjata dari China dan Rusia tidak dibebani terlalu banyak syarat oleh negara penjual.
”Ada negara-negara produsen alutsista yang mewajibkan kita permisi sebelum mengoperasikan senjata dan ada syarat-syarat khusus, seperti kita alami waktu operasi darurat militer di Aceh tahun 2003, kita mendapat tekanan negara produsen beberapa jenis senjata yang digunakan TNI untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia,” kata Soegeng yang juga pernah menjadi dubes di Afrika Selatan dan Inspektur Jenderal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Sandera Abu Sayyaf
Pengalaman awal operasi menggunakan drone tercatat pada 2016 ketika TNI secara tertutup membantu proses pembebasan sandera para pelaut yang ditahan kelompok Abu Sayyaf faksi Al Habsyi Misaya.
Ketika itu, penulis ikut dalam tim darat yang menjalankan negosiasi kepada penyandera sekaligus berkordinasi bersama mitra kerja Palang Merah Internasional, militer Filipina, faksi Abu Sayyaf, dan lain-lain. Drone milik TNI digunakan dalam surveillance pada operasi pembebasan sandera di tahun 2016.
Sebelumnya, semasa kepemimpinan KSAD Jenderal Budiman, dilakukan berbagai eksperimen pembuatan drone dalam berbagai bentuk hingga berwujud burung yang mengepakkan sayap dan terbang mengintai yang dikombinasikan dengan satelit mini.
Uji coba penembakan rudal dan bom oleh CH 4, yang menurut Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dikendalikan dari Surabaya, adalah bukti kemampuan TNI beradaptasi dengan teknologi mutakhir.
Berbagai dinas penelitian dan pengembangan matra TNI dan Mabes TNI juga terus mempelajari serta mengembangkan kemampuan drone yang ada serta drone terbaru. Penggunaan drone udara, drone darat, dan drone laut tidak luput dari perhatian TNI.
Pengamat keamanan dan intelijen, Stefi Andriani, Rabu (18/9), mengatakan, keberadaan CH 4 menambah daya gentar (deterrent) dan kemampuan operasional TNI dalam berbagai medan operasi.
”Alutsista seperti drone sangat penting dalam operasi penumpasan kejahatan antarnegara, terorisme, dan berbagai masalah di wilayah perbatasan. Saat ini kemampuan perang asimetris sangat dibutuhkan oleh militer, terutama dalam koordinasi kekuatan darat, laut, dan udara berikut artificial intelligent. Apalagi, dinamika ancaman saat ini semakin tinggi,” tutur Stefi.
Perkembangan drone sebagai wahana intai yang kini dapat digunakan untuk menggempur sasaran membuktikan adaptasi Indonesia dan TNI sebagai organisasi militer yang mengikuti perkembangan teknologi. Keberadaan berbagai perguruan tinggi dan lembaga riset, menurut Stefi, penting dirangkul TNI dalam bersama-sama mengembangkan kemampuan dalam pemanfaatan teknologi drone di berbagai mandala operasi tempur dan nontempur.
Tentunya, selain penggunaan drone, perlu juga diperhatikan pertahanan terhadap serangan drone dari musuh karena jika diabaikan akan sangat berbahaya. Serangan terhadap fasilitas minyak di Arab Saudi membuktikan hal itu.
Dampak perang drone tersebut juga mulai dirasakan dengan lonjakan harga minyak. Menyikapi hal tersebut, sumber di Sekretariat Negara menjelaskan, lonjakan harga minyak dan beban impor bahan bakar minyak sudah diantisipasi dengan kebijakan Peraturan Presiden soal Mobil Listrik. Penggunaan mobil listrik yang sumbernya dari pembangkit yang menggunakan bahan batubara dan gas akan mengurangi besaran impor BBM yang membebani keuangan negara.
Anggaran impor bahan bakar minyak tersebut dapat dialokasikan untuk sektor produktif jika operasional mobil listrik dan mobil hibrida sudah digunakan luas seperti di berbagai negara lain yang mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan menekan polusi udara.
Perang drone tidak semata hanya urusan penerapan teknologi terbaru, tetapi juga berdampak pada berbagi sektor, seperti terjadi dalam serangan drone ke fasilitas perminyakan Aramco yang mengguncang dunia. Mawas diri menjadi kunci bagi Indonesia dalam menghadapi cepatnya perkembangan teknologi dan geopolitik.