Dalam bukunya, ”The Malay Archipelago”, Wallace menuliskan secara detail bagaimana empulur pohon sagu diolah menjadi makanan pokok bagi ribuan penduduk di kawasan itu.
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·5 menit baca
Keanekaragaman hayati Indonesia timur begitu tecermin dalam kulinernya. Dalam ekspedisinya ke Ternate 1859-1890, Alfred Russel Wallace, naturalis penjelajah asal Inggris, melukiskan kekayaan hayati yang menjadi sumber pangan di sana. Sagu, kenari, ubi, kelapa, hingga hasil laut yang diolah dengan kearifan lokal. Kendati tak banyak, hidangan-hidangan dari kekayaan alam Ternate yang pernah ditulis sang penjelajah itu bisa dinikmati di beberapa restoran di Jakarta.
Dalam bukunya, The Malay Archipelago, Wallace menuliskan secara detail bagaimana empulur pohon sagu diolah menjadi makanan pokok bagi ribuan penduduk di kawasan itu. Saat itu, ia tengah terdampar di Kampung Warus-warus di bagian timur Pulau Seram yang terkenal sebagai pemasok sagu di kawasan Seram Timur.
Pencetus teori evolusi selain Charles Darwin itu juga menggambar secara detail warga yang tengah membersihkan sagu, pemanggang, dan pemukul sagu.
”Sungguh suatu pengalaman yang luar biasa menyaksikan sebatang pohon sagu sepanjang 20 kaki dan ukuran kelilingnya mencapai empat atau lima kaki diubah menjadi makanan dengan persiapan dan tenaga yang sedikit,” tulisnya dalam laporannya.
Wallace, yang biasa menikmati kue sagu dengan secangkir kopi itu, begitu terkesan dengan sagu yang bisa menjadi sumber pangan yang melimpah dan murah.
Di bagian lain, ia menuliskan tentang kenari dari kawasan itu yang beraroma harum dan bisa diolah menjadi minyak berkualitas tinggi. Ia menyebutkan kenari mirip dengan kacang hazel dari kampung halamannya.
Tak banyak restoran di Jakarta yang menyajikan hidangan khas Ternate. Salah satunya adalah Kaum Jakarta di Jalan Dr Kusuma Atmaja, Menteng Dalam, Jakarta Pusat. Di sana tersedia menu Gohu Ikan Tuna yang begitu langka ditemui di restoran lain di Jakarta. Masakan khas Ternate ini merupakan olahan ikan tuna segar, mirip sushi dari Jepang, dengan saus berbahan dasar jeruk lemon cui, bawang merah, cabai rawit, dan kemangi serta kenari sangrai.
Di Kaum Jakarta, hidangan pembuka ini diracik dengan modifikasi sedemikian rupa sehingga menciptakan rasa yang begitu lembut dan segar tanpa meninggalkan citarasa aslinya. Sebagai ganti kemangi, restoran yang mengkhususkan diri pada hidangan asli Indonesia itu menggunakan daun ginseng, daun pohpohan, dan daun mint.
Tak hanya itu, hidangan dengan harga Rp 78.000 seporsi itu juga menggunakan tiga jenis jeruk, yaitu jeruk lemon cui dan jeruk lemon sebagai perasan, dan bulir jeruk bali utuh yang dicampurkan. Minyak yang digunakan merupakan minyak kelapa yang diperoleh dari perajin lokal.
Chef Rachmad Hidayat mengatakan, gohu artinya rujak. Di daerah asalnya, saat menyebutkan gohu saja, hidangan yang dimaksud adalah gohu papaya mengkal dengan saus jeruk cui dan rempah-rempah.
Brand Director Kaum Lisa Virgiano mengatakan, di daerah asalnya, gohu ikan tuna merupakan hidangan sederhana sehari-hari bagi nelayan yang tengah melaut. Saat berada di kapal selama berhari-hari, mereka hanya berbekal garam, jeruk cui, cabai, dan minyak untuk dicampurkan dengan ikan segar yang mereka tangkap.
”Makanan ini sangat sederhana, tetapi justru karena sederhana, kuncinya ada pada semua bahan harus segar. Kalau ada yang kurang baik, langsung terasa,” ujarnya.
Selain gohu ikan tuna, Kaum yang mempunyai cabang di Bali dan Hong Kong itu juga membuat panada, kue yang berisi ikan tuna dan rempah-rempah. Satu porsi isi tiga harganya Rp 50.000.
Brand Director Kaum Lisa Virgiano mengatakan, bahan baku yang digunakan di restoran itu diambil dari petani-petani dan perajin pangan lokal di Nusantara. Restoran itu menitikberatkan pada budaya pangan Nusantara yang begitu kaya dan bercita rasa. Langkah ini dilakukan untuk pertimbangan rasa. Ia mengibaratkan dengan orang yang makan di desa menilai masakan terasa lebih enak karena bahan yang segar dan teknik pengolahan yang baik.
Restoran itu menitikberatkan pada budaya pangan Nusantara yang begitu kaya dan bercita rasa.
Seperti Wallace yang menampilkan pangan Indonesia timur dalam tulisannya, Kaum Jakarta menampilkan hidangan Indonesia timur dan membawanya ke Ibu Kota, Bali, dan Hong Kong. ”Kami melihat menu-menu Indonesia timur itu keragaman pangan dan pengolahannya berbeda sekali. Di sini mendekati dengan menu kontemporer sehingga anak-anak muda juga relevan,” kata Lisa.
Selain menu dari Indonesia timur, Kaum Jakarta juga memiliki pilihan menu dari sejumlah daerah di Nusantara, seperti tahu gejrot dan lempah kuning.
Kenari
Di bilangan Jakarta Selatan, menu khas Ternate bisa dinikmati di Restoran Gamalama di Jalan Bumi, kawasan Blok M. Hampir seluruh hidangan Ternate di sana dibubuhi kenari yang merupakan hasil bumi Ternate.
Restoran mungil ini menyediakan sagu yang diolah menjadi papeda bersama menu-menu khas Ternate lain, seperti sayur garu, sambal dabu-dabu kenari, cakalang panggang kenari, ikan ngafi, ikan maskring kayu, dan ikan kuah kuning.
Sayur garu dibuat dari daun ketela yang ditumis pedas bersama jantung pisang, ikan kakap asap, dan bunga papaya. Sementara ikan ngafi mirip dengan ikan teri, tetapi dengan bentuk lebih langsing dan tekstur lebih liat.
Restoran yang bisa dipesan melalui layanan dalam jaringan (online) itu juga menyediakan minuman khas Ternate, yaitu air guraka, yang terbuat dari gula merah serta jahe dengan taburan kenari sangria. Terdapat pula beragam pencuci mulut dan makanan kecil khas Ternate. Salah satunya gohu yang terbuat dari papaya mengkal dengan kuah jeruk lemon cui, jahe, dan rempah-rempah lain. Rasa rempah-rempah segar itu begitu cocok untuk menutup makan dengan papeda dan beragam hidangan ikan. Cemilan khas Ternate pun bisa diperoleh di sana, seperti kui pisang coe, bagea kanari, biskui kanari, dan lalampa, yaitu ketan gulung berisi ikan cakalang suwir pedas.
Restoran Gamalama buka pukul 08.00-22.00 setiap hari dengan harga yang relatif terjangkau. Satu kali makan lengkap untuk satu orang di sana sekitar Rp 100.000-Rp 150.000.
Salah satu pegawai Restoran Gamalama, Sugi Wijayanti, mengatakan, hampir seluruh bahan untuk masakan khas Ternate didatangkan dari Ternate. ”Ikan ngafi, sagu, dan kenari semua dibeli di Ternate. Bahan lain, seperti ubi, bisa dibeli di sini,” katanya.
Membuka mata dunia akan keanekaragaman hayati Ternate dan Indonesia timur. Mereka yang belum bisa menjelajah kawasan itu, seperti Wallace, bisa memulai dari restoran-restoran di Jakarta.