Langkah Kesadaran Tjok Gde
Hari-hari Tjok Gde lantas diisi tugas sebagai penyembuh hingga kesibukan menjalankan tugas adat. ”Saya dari keluarga yang bertugas untuk melindungi rakyatnya di Bali.
Lahir sebagai bangsawan Bali, Tjok Gde Kerthyasa adalah sosok yang membumi. Jalan hidup membawanya menjadi pembimbing bagi banyak orang untuk menempuh jalan kesembuhan. Dalam darah keluarga besarnya di Puri Ubud, mengalir keturunan balianatau penyembuh.
Jalan sebagai penyembuh tak lepas dari tanggung jawab yang muncul sebagai bagian dari keluarga besar Puri Ubud di Bali. Ayahandanya, Tjok Raka Kerthyasa, menjabat bendesa agung atau kepala adat wilayah Ubud. Keluarga Kerthyasa juga adalah penjaga mata air suci dan air inilah yang menjadi salah satu bahan untuk remedi homeopati.
Hari-hari Tjok Gde lantas diisi tugas sebagai penyembuh hingga kesibukan menjalankan tugas adat. ”Saya dari keluarga yang bertugas untuk melindungi rakyatnya di Bali. Jadi ada rasa tanggung jawab untuk melindungi keselamatan. Dulu mungkin bentuknya ksatria. Zaman sekarang, syukur kita enggak usah berperang lagi. Ada keturunan penyembuh dalam keluarga,” ujar Tjok Gde.
Seorang balian bisa memperoleh ilmu tentang penyembuhan dengan cara belajar atau dikenal sebagai istilah balian usada. Namun, ada pula balian yang belajar langsung dari bisikan alam secara intuitif.
”Mengapa saya memilih kasarnya pekerjaan mendengarkan masalah orang setiap hari? Kadang ada yang kita pilih sendiri dalam hidup dan kadang kita dapat pengarahan dari atas,” tambahnya.
Ditemui di Jakarta, Agustus lalu, Tjok Gde baru saja merampungkan pelatihan tentang penyembuhan homeopati. Lewat homeopati, tubuh diberdayakan menyembuhkan diri sendiri dengan bantuan ekstrak bahan alami berdosis sangat encer. Tjok Gde mempelajari ilmu tentang homeopati ini di Jurusan Ilmu Kesehatan University of New England dan Australasian College of Natural Therapies Sydney di Australia.
Selain membagikan ilmu tentang penyembuhan dari diri sendiri kepada sebanyak mungkin orang, Tjok Gde juga membuka ruang konsultasi di tempat praktiknya di Tirta Usada Holistic Health di Ubud, Bali. ”Saya sebaliknya malah kewalahan karena saking banyaknya (pasien). Banyak yang complain enggak bisa konsultasi,” ujar Tjok Gde tentang tingginya minat pada homeopati.
Bertemu pasien dengan beragam keluhan, mulai dari penyakit fisik, kasus hormonal, hingga mental emosi kejiwaan, tak lantas membuatnya menyerap energi negatif. Pelajaran paling berat bagi seorang penyembuh adalah untuk ”tidak melekat” atau non-attachment. Penyembuh dituntut obyektif dan belajar menjadi obyektif, tanpa masuk ke dalam drama atau cerita seseorang.
”Sebab, sebenarnya di dunia ini tidak ada yang mutlak buruk dan mutlak baik. Enggak ada yang selalu negatif selalu positif. Semakin kita lepas dari cerita baik dan buruk, semakin kita enggak diganggu atau menyerap energi negatif. Semakin memandang sesuatu buruk, jelas kita akan menyerap energi negatifnya,” kata Tjok Gde.
Sempurna yang sederhana
Satu hal yang dipercayai oleh Tjok Gde adalah hadirnya kesempurnaan dalam kesederhanaan. ”Saya enggak selalu hidup sederhana. Namun, semakin menjalani yang sederhana, justru semakin nyaman, semakin damai, semakin berenergi. Mengutamakan yang penting-penting saja. Namun, memang tantangan juga. Tuntutan banyak,” tambahnya.
Tuntutan adat sebagai orang Bali, misalnya, bisa dibilang cukup berat. Tjok Gde mencontohkan peran sang ayah sebagai bendesa agung Ubud. Selain meneruskan tradisi spiritual dan kebudayaan, seorang bendesa juga dipandang sebagai receiver dari sinyal alam.
Warga akan datang ke Puri Ubud untuk mencari solusi terkait berbagai hal, mulai dari ritual adat, Asta Kosala Kosali (penempatan bangunan pura atau candi), hingga politik atau masalah emosional. ”Syukur bapak saya masih sangat aktif. Jadi, saya diberi kesempatan menjalankan profesi saya tanpa batas. Saya kebetulan senang ikut acara adat,” ujarnya.
Sering kali peran dalam kegiatan adat dan sebagai penyembuh ini pun saling melengkapi. Ketika ada upacara adat, ada saja orang yang datang ke Tjok Gde untuk bertanya tentang beragam masalah kesehatan. ”Saya harus menyeimbangkan energi ke sana dan ke kerjaan saya ini,” tambah Tjok Gde yang sebelumnya juga terjun ke bisnis perhotelan hingga musik.
Ketika kehidupan adat di Bali dirasa sudah terlalu ramai, Tjok Gde menyeimbangkan energi dengan pulang ke Australia. Ibundanya, Jero Asri Kerthyasa, yang dulunya bernama Jane Gillespie, berasal dari Australia. Di Australia, Tjok Gde yang dari kecil suka meracik ini juga mengelola bisnis perusahaan teh premium.
”Setiap kali saya balik ke Australia, yang saya rindukan suasana kehangatan kehidupan di Bali. Yang saya rindukan ketika di Bali adalah rasa kesepian yang ada di Australia. Blessing and curse. Blessing karena dapat dua pandangan. Penderitaan karena selalu kangen salah satunya,” ujarnya.
Jalan hidup
Sangat mencintai alam, jalan hidup mengarahkan Tjok Gde menjalani peran dalam bidang kesehatan dan kehidupan spiritual. Di sisi lain, ia juga mendalami latihan pernapasan yang disebutnya sebagai tindakan pengobatan holistik yang pertama kali dia dalami.
Sejak dia berusia sekitar 21 tahun, ibundanya sudah mengarahkan untuk konsultasi ke pelatih pernapasan. Kala itu, ia sangat bergantung pada obat asma yang dibawa ke mana pun pergi. Setelah beberapa kali menjalani latihan pernapasan, asma mulai membaik. Tanpa obat, latihan pernapasan membantunya meningkatkan kualitas hidup dan mengatasi penyakit.
Hal ini menjadi pengalaman pertama, Tjok Gde merasakan tubuhnya bisa menyembuhkan diri sendiri. Kesempatan untuk menyembuhkan diri sendiri ini dipercaya menjadi bagian dari hak asasi sebagai manusia. Penyembuhan dari dalam diri sendiri ini pula yang selalu ditekankannya dengan homeopati.
Homeopati diciptakan oleh Samuel Hahnemann dari Jerman pada 1796. Namun, prinsip homeopati sudah digunakan sejak ribuan tahun lalu, seperti pengobatan pada masa Hippocrates, pengobatan tradisional China, Ayurveda, dan banyak sistem pengobatan kuno lain di seluruh dunia. Prinsip utama homeopati adalah similia similibus curantur atau unsur yang serupa dapat menyembuhkan yang serupa.
Dalam homeopati, remedi atau obat dipilih dari ribuan unsur alam. Setiap elemen, misalnya tanaman, dibuat menjadi larutan, kemudian larutan ini diencerkan dan diberikan getaran. Proses ini dilakukan dengan derajat yang bervariasi, tergantung potensi yang diinginkan.
Remedi dari ekstrak bahan alami ini hanya digunakan sebagai pemicu bagi tubuh untuk menyembuhkan diri.
Kecintaan Tjok Gde pada homeopati berawal dari ketertarikannya dengan jamu dan segala macam teh. Ia lantas merasakan manfaat dari konsumsi tanaman organik. ”Ibu saya membesarkan saya dan adik-adik enggak 100 persen alami, tetapi dengan kesadaran. Dulu, selalu ada kiriman sayur organik.
Sudah ada yang tertanam,” ujarnya.
Pelayanan kedokteran modern juga membuatnya tak puas ketika mengajak putra pertamanya berobat. Setelah punya anak, Tjok Gde semakin mengerti tentang pentingnya kesehatan. Sebagai pasien, ia merasa sangat pasif dan harus menerima racikan obat yang sama sekali tidak tahu isi dan efeknya.
Pada saat anaknya berusia lima bulan, Tjok Gde memutuskan kembali kuliah untuk mendalami metode pengobatan dengan sarana alami atau naturopathy. Namun, ketika putranya kembali sakit bronkitis, ternyata obat herbal tidak bisa membantu untuk anak di bawah usia satu tahun. Dosennya lantas menyarankan untuk menjajal homeopati yang tingkat pengencerannya sangat tinggi sehingga aman bagi bayi ataupun lansia.
Tingkat keamanan yang tinggi menjadi salah satu kelebihan homeopati. ”Saya memang keras kepala. Saya mau tes ini. Saya ke beberapa praktisi homeopati. Ada hasil yang luar biasa dan dari hari itu saya sudah tahu itu profesi yang akan saya dalami. Ini bagian dari satu perjalanan yang ingin mendekatkan diri dengan alam semesta dengan diri yang sejati,” kata Tjok Gde.
Agar semakin banyak orang bisa terbantu, Tjok Gde tak henti membagikan materi pengajaran tentang homeopati. Kemampuan tubuh menyembuhkan diri sendiri seharusnya menjadi kemampuan dasar yang bisa dimiliki setiap orang.
”Di dunia sekarang ini kita semakin menjauh dari alam. Kita berpisah dengan unsur-unsur pokok yang memberi kita kehidupan. Di hampir setiap rumah, dulu pasti ada nenek atau kakek yang bisa menyembuhkan. Yang mengerti tanaman. Ilmu itu semakin hilang dan enggak ada penerusnya. Saya ingin mengembalikan itu dalam bentuk homeopati,” ujar Tjok Gde.
Bagi Tjok Gde, homeopati jadi langkah kesadaran. Ia pun saat ini sedang dalam tahap mewujudkan mimpi membuat sekolah untuk pengajaran homeopati dan menjajal hidup sebagai petani organik. Semakin mendekat ke alam, langkah kesadaran membawanya pada kesempurnaan dalam kesederhanaan.
Tjok Gde Kerthyasa
Pekerjaan:
- Pendiri Tirta Usada Holistic Health
- Praktisi Homeopati
Pendidikan:
- Bachelor of Health Science (Homeopathy) dari University of New England
- Advanced Diploma of Homeopathy dari Australasian College of Natural Therapies, Sydney.
Kegiatan lain:
- Pemandu Acara Program Televisi ”Nature Life” yang tayang di Trans TV, termasuk di Singapura dan Malaysia
- Penulis Buku “Sehat Alami secara Holistic”
- Ketua 1 Ikatan Homeopath Indonesia
- Dosen Homeopathy di Universitas Hindu Indonesia, Denpasar, Bali