Dinamika politik di DPR yang berlangsung sangat cepat dan terkesan kejar tayang, lanjutnya, menyentak mahasiswa. Ditambah lagi, kesadaran massa terbentuk melalui pemberitaan media arus utama tentang UU itu.
Oleh
Insan Alfajri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi salah satu pemicu gerakan mahasiswa untuk mengingatkan pemerintah dan DPR. Revisi itu dinilai akan melemahkan agenda pemberantasan korupsi, kejahatan luar biasa sekaligus kejahatan terhadap kemanusiaan.
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada Muhammad Atiatul Muqtadir, saat ditemui di Kampus Universitas Trisakti, Jakarta, Senin (23/9/2019), menyatakan, salah satu agenda reformasi adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Korupsi dilihat sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang merusak tatanan masyarakat dan sendi demokrasi.
Institusi penegak hukum waktu itu, Kejaksaan dan Polri, kata Muqtadir, tak cukup mampu mengatasi korupsi. Atas dasar itu, lahirlah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
”Tetapi, yang dilakukan pemerintah dan DPR justru mengebiri KPK, anak kandung reformasi, melalui revisi undang-undang,” katanya.
DPR menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi undang-undang dalam rapat paripurna pertengahan September lalu. Sejumlah pasal yang dinilai berpotensi melemahkan KPK antara lain pembentukan Dewan Pengawas, pemberian wewenang KPK untuk menghentikan penyidikan perkara (SP3), serta status lembaga KPK sebagai bagian dari eksekutif.
Pengesahan UU KPK, kata Muqtadir, beriringan dengan pengesahan RUU Pemasyarakatan yang berpotensi memberikan kelonggaran bagi narapidana korupsi. Ada pula rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), yang kemudian diminta ditunda oleh Presiden Joko Widodo.
Dinamika politik di DPR yang berlangsung sangat cepat dan terkesan kejar tayang ini, lanjutnya, menyentak mahasiswa. Ditambah lagi, kesadaran massa terbentuk melalui pemberitaan media arus utama tentang pengesahan UU bermasalah itu.
”Oleh sebab itu, kami tanggalkan ego sektoral kampus dan sama-sama turun ke jalan,” katanya.
Kami tanggalkan ego sektoral kampus dan sama-sama turun ke jalan.
Pertemuan di depan Tugu Reformasi Universitas Trisakti, Jakarta, itu diikuti 21 perwakilan BEM dari seluruh Indonesia. Selain tuan rumah, ada BEM Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Atma Jaya, Universitas Negeri Pamulang, Universitas Paramadina, dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Ketua BEM IKJ Erviana Madalina menyatakan, selama ini IKJ bergerak di balik layar dalam mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat. Mereka menyalurkan kritik melalui karya seni, baik film maupun seni pertunjukan.
Namun, belakangan kritik melalui karya ini dinilai sudah tak mangkus. ”Sepertinya pemerintah dan DPR sudah tak mempan disindir. Makanya kami ikut turun ke jalan,” katanya.
Dalam tuntutannya, mahasiswa meminta pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi, mencabut pengesahan UU Pemasyarakatan, dan meminta penundaan pengesahan RKUHP untuk mendengarkan masukan dari publik.
Mahasiswa meminta pemerintah menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.
Putra reformasi
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dinno Ardiansyah menyatakan penolakan terhadap rencana Universitas Trisakti menganugerahi Presiden Joko Widodo gelar Putra Reformasi. Menurut dia, pemerintah belum bisa mengungkap tragedi Mei 1998 yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti.
Selain itu, pemerintah juga belum bisa menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu.
”Jadi indikatornya apa? Apalagi pemerintah juga mendukung revisi UU KPK yang berpotensi menumpulkan agenda pemberantasan korupsi. Jadi, Jokowi belum layak disebut tokoh reformasi,” katanya.
Dia menduga, penghargaan itu diinisiasi oleh oknum pendukung Jokowi di universitas. Oleh sebab itu, Dinno akan bertemu dengan pihak rektorat hari ini untuk meminta konfirmasi hal tersebut.
Aksi di parlemen
Aksi mahasiswa menuntut pemerintah menuntaskan agenda reformasi akan berlangsung dua hari, yakni Senin (23/9/2019) sampai Selasa (24/9/2019). Mereka memusatkan aksi tersebut di Gerbang Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Puluhan mahasiswa dengan mengenakan jas almamater berwarna kuning sudah berkumpul di sana pada pukul 14.18. Polisi pun berjaga di sekitar mereka.