Seperempat abad, Uskup Diosis Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC hidup bersama warga Maluku. Berani, tegas, bicara apa adanya, dan luwes dalam pergaulan membuat Mandagi dicintai semua orang, tak hanya umat Katolik.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·4 menit baca
Seperempat abad sudah, Uskup Diosis Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC hidup bersama masyarakat Maluku. Ucap dan laku pria berdarah Minahasa, Sulawesi Utara, itu selalu mencerminkan perasaan dan pikiran orang Maluku. Berani, tegas, bicara apa adanya, dan luwes dalam pergaulan membuat Mandagi dicintai semua orang, tak hanya umat Katolik.
Rabu 18 September 2019, tepat 25 tahun Mandagi ditabiskan menjadi Uskup Amboina. Sebanyak 11 uskup dan ratusan pastor dari beberapa daerah di Indonesia hadir mengikuti perayaan ekaristi dan malam syukuran di Ambon. Gubernur Maluku Murad Ismail juga hadir, bahkan mempersembahkan sebuah lagu untuk Mandagi di dalam Gereja Katedral Ambon.
Nama Mandagi semakin dikenal luas semenjak Kepulauan Maluku, terdiri dari Maluku dan Maluku Utara, dilanda konflik sosial bernuansa agama pada 1999 hingga 2003. Mandagi salah satu tokoh yang berdiri paling depan meminta konflik dihentikan. Ia dianggap pemberani. Sebab, pada saat konflik membara, para penyeru perdamaian sering kali diincar untuk dibunuh. Banyak tokoh pun memilih diam.
Pertikaian yang meluas dengan ribuan korban jiwa membuat Maluku kian mencekam. Demi keselamatan, banyak orang termasuk pejabat pergi dari Maluku. Tino Ulahayanan dalam bukunya berjudul Gereja di Atas Batu Karang (2019) berkisah, Kepala Polda Maluku dan Gubernur Maluku saat itu sempat meminta Mandagi meninggalkan Ambon demi keselamatan dirinya.
Namun, setelah berdoa, Mandagi menelpon gubernur dan menyatakan bahwa dirinya tidak akan meninggalkan Ambon. ”Saya tidak akan meninggalkan Ambon karena tugas saya adalah melindungi jiwa-jiwa di sini,” tulis Tino meniru ucapan Mandagi.
Kepada Kompas, Mandagi berujar, ”Jiwa-jiwa dimaksud adalah jiwa semua orang, bukan hanya umat Katolik. Jiwa semua manusia yang adalah gambar wajah Allah.”
Jiwa-jiwa dimaksud adalah jiwa semua orang, bukan hanya umat Katolik. Jiwa semua manusia yang adalah gambar wajah Allah.
Mandagi lalu menggalang kekuatan, mengajak semua tokoh agama memulai rekonsiliasi. Ia menembus sekat-sekat, bahkan mendatangi tokoh yang dianggap ikut memprovokasi keadaan. Tokoh yang terlibat perang kata-kata dengan Mandagi di media massa pun ditemui. Mandagi datang ke rumahnya.
”Saya datangi dan ajak bicara. Ketulusan dan cinta dapat meruntuhkan amarah. Sekarang kami jadi sahabat dekat,” katanya.
Kehadirannya di semua kalangan komunitas membuat Mandagi diterima. ”Suatu ketika pas saya lewat, mereka sementara perang. Kerena lihat mobil saya, mereka berhenti. Juga sering kali mereka membuka blokade jalan kalau tahu mobil saya mau lewat. Mereka tahu saya,” kenangnya.
Bahkan suatu ketika, saat konflik masih memanas, Mandagi mengajak umat Katolik datang ke Masjid Raya Al Fatah. Hampir semua yang diajak tidak berani. Mareka baru mau pergi setelah dibujuk dan diyakinkan Mandagi. ”Saat saya muncul di Al Fatah, semua orang teriak nama saya. Mereka senang. Mereka tersenyum. Sampai pulang, kami aman-aman,” katanya.
Mandagi juga terlibat aktif menyampaikan pandangannya terkait masalah di Maluku kepada pemerintah pusat, termasuk bertemu dengan Abdurrahman Wahid atau Gusdur, Presiden ke-3 RI, dan Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-4 RI. Pada perayaan 25 tahun ini, Megawati mengirim bunga untuk Mandagi.
Maluku kini sudah aman. ”Saya sangat bangga melihat Maluku saat ini. Bangga sekali. Bertahun-tahun kita berkelahi dan akhirnya kita bisa bersatu lagi. Dan sekarang, kehidupan masyarakat di sini sangat rukun. Terima kasih untuk semua masyarakat Maluku. Kita jaga kedamaian ini,” pesan Mandagi.
Selama 25 tahun ini, Mandagi berjasa besar untuk perdamaian Maluku. Semua umat yang diwakili pemimpin mereka mengakui itu. Berikut kutipan pandangan mereka tentang Mandagi.
”Kami sudah menganggap beliau sebagai orang Maluku. Beliau sangat berperan aktif dalam perdamaian. Beliau baik dan bersahaja dengan kami (umat Islam). Beliau selalu terbuka dan menyampaikan apa adanya. Beliau selalu bilang, ’jangan ada dusta di antara kita’. Itu beliau lakukan dalam kehidupan kita bersama-sama,” kata Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Maluku Abdullah Latuapo.
Mandagi selalu mengedepankan kesetaraan, tidak mengenal kelompok mayoritas ataupun minoritas, semua sama.
Sementara itu, Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku Pendeta Ates Werinussa menuturkan, Gereja Protestan Maluku memberikan penghargaan dan hormat kepada Uskup Mandagi. Ia meyakinkan, Uskup Mandagi selalu hidup di hati umat Kristen Protestan di Maluku.
”Beliau berani membicarakan hal-hal yang benar, tidak perlu takut walaupun itu berisiko. Itu karena beliau mencintai kedamaian dan beliau menganggap Maluku adalah bagian dari kehidupannya,” ujar Ketua Perwakilan Umat Buddha Provinsi Maluku Wilhemus Jauwerissa.
Mandagi bahkan dianggap sebagai pengayom semua umat beragama di Maluku. Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Maluku I Nyoman Sukadana mengungkapkan, Mandagi selalu mengedepankan kesetaraan, tidak mengenal kelompok mayoritas ataupun minoritas, semua sama.
Mandagi berdiri di atas semua golongan demi satu kata, kemanusiaan. Sebab, kemanusiaan tidak mengenal latar belakang. Semua manusia sama di hadapan Tuhan. Dengan kiprahnya itu, tak berlebihan bila ia dijuluki ”Bapak Semua Umat di Maluku”.