Perguruan Tinggi Yogyakarta Imbau Mahasiswa Tak Ikut Aksi ”Gejayan Memanggil”
Sejumlah rektor perguruan tinggi di Yogyakarta mengimbau mahasiswanya tak ikut unjuk rasa di kawasan Gejayan, Kabupaten Sleman, DIY. Ada kekhawatiran aksi tersebut ditunggangi kepentingan politik tertentu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejumlah rektor dari perguruan tinggi di Yogyakarta mengimbau mahasiswanya untuk tidak mengikuti unjuk rasa di kawasan Gejayan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada kekhawatiran aksi tersebut ditunggangi kepentingan politik tertentu.
Menurut informasi yang dihimpun, surat imbauan tersebut dikeluarkan Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Sanata Dharma, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Islam Negeri, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Universitas Kristen Duta Wacana. Semua surat itu ditandatangani langsung oleh rektor dan wakil rektor setiap perguruan tinggi tersebut.
Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani membenarkan surat imbauan dari Rektor UGM Panut Mulyono tersebut. Surat itu dibuat dan diedarkan Senin (23/9/2019) pagi, bersamaan dengan hari pelaksanaan aksi di Jalan Gejayan, Kabupaten Sleman.
Seruan mengenai aksi yang dilangsungkan di Jalan Gejayan itu menjadi bahan obrolan hangat di media sosial Twitter. Sejak Minggu (22/9) malam, tagar #GejayanCalling menjadi trending topic. Adapun aksi itu di antaranya bertujuan untuk menyuarakan penolakan RUU KPK, penundaan pengesahan RUU KUHP, dan mendorong demokratisasi.
Terkait aksi tersebut, Panut, melalui surat edarannya, menyatakan tidak memberikan dukungan. Aktivitas akademik di perguruan tinggi tersebut juga berlangsung seperti biasa.
”Partisipasi terhadap aksi tersebut diminta untuk tidak melibatkan UGM dalam bentuk apa pun dan segala hal yang dilakukan atas aksi tersebut menjadi tanggung jawab pribadi,” tulis Panut dalam surat edarannya.
Secara terpisah, Rektor Universitas Sanata Dharma Johanes Eka Priyatma mengatakan, pihaknya khawatir aksi itu ditunggangi kepentingan politik praktis. Selain itu, besarnya jumlah massa dikhawatirkan justru akan merugikan dan terlalu berisiko bagi setiap mahasiswa.
”Kami tidak memiliki keyakinan bahwa kegiatan ini murni. Kami dapat informasi, kegiatan ini mempunyai agenda besar ditumpangi kepentingan politik praktis,” kata Eka.
Dia menyarankan mahasiswa menyampaikan kritiknya melalui cara-cara yang sesuai dengan kapasitasnya. Jalan akademis dirasa lebih tepat untuk menyampaikan pikiran kritis tersebut.
Selain itu, Eka menambahkan, surat edaran tersebut sudah dibicarakan bersama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sanata Dharma. Pihak BEM memahami imbauan dari rektor. Surat edaran dukungan terhadap aksi yang dikeluarkan oleh BEM, Minggu malam, ditarik kembali.
”Kami berdiskusi satu jam lebih. Ini agar keputusan dipahami konteksnya dimengerti dan dipahami konsekuensinya,” ujar Eka.
Eka mengatakan, apabila ada mahasiswa yang tetap mengikuti aksi tersebut, mereka tidak mencatut institusi perguruan tinggi. Keterlibatan atas aksi itu mengatasnamakan pribadi. Mereka akan terikat pada hukum publik yang mengatur tentang keamanan dan undang-undang.
Berdasarkan pantauan, sekitar pukul 12.00, massa aksi dari UGM terlihat telah memadati kawasan Bundaran UGM. Mereka mengenakan pakaian berwarna hitam. Terdapat spanduk yang bertuliskan ”Aliansi Rakyat Bergerak”. Menurut rencana, mereka akan berjalan kaki dari Bundaran UGM menuju titik aksi di Jalan Gejayan.