Perum Bulog menilai ada sejumlah penyimpangan terkait penyaluran bantuan pangan nontunai atau BPNT. Selain menghambat distribusi beras milik perseroan, penyimpangan juga dinilai merugikan masyarakat penerima bantuan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perum Bulog menilai ada sejumlah penyimpangan terkait penyaluran bantuan pangan nontunai atau BPNT. Selain menghambat distribusi beras milik perseroan, penyimpangan juga dinilai merugikan masyarakat penerima bantuan.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, di Jakarta, Senin (23/9/2019), menyampaikan temuan tim yang menelusuri penyaluran BPNT beberapa bulan terakhir. Selain membuka temuan, Bulog juga berencana melaporkan hal tersebut ke Satugas Tugas Pangan.
Tim yang dirahasikan itu, kata Budi Waseso, antara lain menemukan 300 e-warong ”siluman”. E-warong adalah kios atau toko tempat belanja para keluarga penerima BPNT. Semestinya terdaftar di Kementerian Sosial. Namun, ada e-warong tak terdaftar yang bekerja sama dengan oknum penyalur untuk mengintimidasi penerima BPNT.
E-warong ilegal memiliki penyuplai bahan pangan sendiri. ”Mereka yang dapat bantuan dipaksa membeli di sana. Jika menolak, namanya diancam akan dicoret (sebagai penerima bantuan,” kata Budi.
Temuan lainnya adalah penyalahgunaan uang bantuan. Sejumlah penerima BPNT menarik tunai uang bantuan melalui e-warong. Semestinya, dana bantuan yang ditransfer pemerintah ke rekening penerima digunakan untuk belanja bahan pangan di e-warong.
Setiap keluarga penerima mendapat Rp 110.000. Namun, mereka mengambil tunai dengan membayar imbalan ke oknum pengutip. ”Ada (yang menarik tunai) Rp 50.000, Rp 70.000, dan paling besar Rp 80.000. Mereka tidak terima beras, tetapi uang,” kata Budi.
Tim juga menemukan kemasan beras palsu berlogo Bulog. Beras didistribusikan melalui e-warong untuk penerima BPNT. Kualitas beras dengan kemasan itu semestinya premium, tetapi tim menemukan beras kualitas medium.
Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Andi ZA Dulung mendukung upaya tim itu. Pihaknya mendorong prinsip tepat sasaran, waktu, jumlah, harga, kualitas, dan administrasi dalam penyaluran BPNT. Kementerian Sosial juga berharap dinas sosial di daerah mendukung imbauan memprioritaskan beras Bulog meski tidak untuk memonopoli pasar.
Sampai akhir 2019, pemerintah menargetkan 15,6 juta rumah tangga menerima program BPNT dan beras sejahtera. Penerima BPNT berhak membelanjakan uang bantuan untuk pangan, seperti beras dan telur, di sekitar 174.000 unit e-warong yang tersebar di 514 kota/kabupaten. (ERK)