Sprinter tercepat Asia Tenggara, Lalu Muhammad Zohri, berusaha berlari di bawah 10 detik pada Kejuaraan Dunia Atletik 2019. Zohri sadar itu tak akan mudah, tetapi juga bukan mustahil.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
Sprinter Lalu Muhammad Zohri berjalan ke tepi lintasan lari di saat rekan-rekannya di pelatnas atletik bersiap menjalani latihan di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019) pukul 07.00. Atlet berusia 19 tahun itu mengambil pena milik ofisial tim di dekat start block. Dia menggoreskan ujung pena di tangan kiri serta di paha kanan. Goresan itu terbaca ”9,99 Z” di tangan kiri, dan dua tulisan ”9,98 Z” di atas paha kanan.
”Angka-angka ini adalah target waktu yang ingin saya capai di Kejuaraan Dunia Atletik 2019 nanti, sedangkan huruf Z adalah inisial nama saya. Saya ingin lari antara 9,99 detik dan 9,98 detik, jadi orang Asia Tenggara pertama lari di bawah 10 detik. Itu target realistis untuk saya. Kalau memasang target terlalu tinggi, saya takut terlalu sakit jika tidak tercapai,” ujar Zohri tentang makna ”tato” yang diukirnya tersebut.
Ritual membuat ”tato” target waktu itu bukan yang pertama dilakukan Zohri. Pada awal 2018, ia menuliskan 10,22 Z di tangannya. Ketika itu, dia ingin bisa berlari 10,22 detik seperti pelari muda Jepang, Abdul Hakim Sani Brown. Ketika itu, waktu terbaiknya baru 10,32 detik yang diukir saat meraih medali emas Kejuaraan Antar PPLP di Jayapura, Papua, November 2017.
”Tato ini menjadi pengingat dan memberikan motivasi untuk saya supaya berlatih fokus dan lebih keras agar bisa mencapai target itu. Waktu itu, mimpi saya lari 10,22 detik tercapai ketika ikut test event Asian Games 2018 di Jakarta, Februari 2018,” kata pelari asal Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, tersebut.
Kini, Zohri coba mengulangi lagi kisah sukses tersebut. Setelah mengikuti perlombaan nomor 200 meter putra yunior (U-20) di Kejuaraan Nasional Atletik 2019 di Stadion Pakansari, Minggu (4/8/2019), ia tancap gas mempersiapkan diri menuju Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar, 27 September-6 Oktober. Dia ingin mengukir sejarah menjadi orang pertama Asia Tenggara yang lari di bawah 10 detik atau orang kesembilan Asia yang lari di bawah 10 detik.
Dalam catatan Asosiasi Federasi Atletik Internasional (IAAF), ada delapan pelari 100 meter asal Asia yang sudah menembus waktu di bawah 10 detik. Yang pertama adalah pelari asal Qatar Samuel Francis yang mengukir waktu 9,99 detik di Kejuaraan Asia Atletik 2007 di Amman, Jordania. Yang terakhir atau kedelapan adalah pelari asal Jepang, Yuki Koike, dengan rekor 9,98 detik di Muller Anniversary Games 2019 di London, Inggris.
Hal itu bukan tidak mungkin dicapai Zohri. Pelari kelahiran 1 Juli 2000 itu berkembang sangat pesat dalam dua tahun terakhir. Namanya mulai muncul ketika menjuarai nomor 100 meter Kejuaraan Asia Atletik Yunior 2018 di Gifu, Jepang, dengan waktu 10,27 detik. Setelah itu, ia terus melejit.
Zohri menjuarai nomor 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik Yunior 2018 di Tampere, Finlandia, dengan waktu 10,18 detik. Kemudian, ia memecahkan rekornas Suryo Agung Wibowo dengan waktu 10,17 detik menjadi 10,15 detik di semifinal, kemudian menjadi 10,13 detik ketika meraih perak Kejuaraan Asia Atletik 2019 di Doha.
Tak lama, ia mempertajam rekornya menjadi 10,03 detik ketika meraih perunggu Grand Prix Seiko Golden 2019 di Osaka, Jepang. Raihan di Jepang itu memastikan Zohri lolos limit Kejuaraan Dunia 2019 10,10 detik, dan Olimpiade Tokyo 2020 10,05 detik.
Tak pernah puas
Zohri punya modal besar untuk sukses. Sebab, ia bukan atlet yang cepat puas. Hal itu terlihat dalam kesehariannya saat berlatih. Ia punya inisiatif untuk selalu menanyakan hasil latihannya kepada pelatih. Jika ada kekurangan, dia ingin langsung memperbaikinya. Bahkan, tak segan dirinya meminta waktu latihan tambahan untuk membenahi kekurangan yang ada.
Seusai latihan mobilitas (peregangan otot) selama pukul 07.00-07.30, Senin (23/9/2019), Zohri secara spontan meminta kepada pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini agar dirinya diberi tambahan waktu untuk mematangkan teknik start block. Padahal, hari itu, jadwalnya hanya latihan mobilitas.
”Selama ini, start block saya masih jelek sehingga saya lambat di awal-awal. Mumpung masih latihan, saya mati-matian ingin memperbaikinya. Saya lebih baik berdarah-darah saat latihan dibanding gagal saat perlombaan,” tutur Zohri yang menjadi unggulan ke-25 dari 72 sprinter di Kejuaraan Dunia.
Eni pun menginstruksikan asisten pelatihnya, Erwin Renaldo Maspaitella, untuk mendampingi Zohri melakukan latihan tambahan itu. Zohri melakukan lima sesi latihan start block dengan serius. Tatap matanya begitu tajam setiap kali memulai sesi. Keseriusannya membuahkan hasil positif, terutama di percobaan terakhir.
Setiap sudut tangan, kaki, hingga punggungnya sudah sesuai teori baku start block. Tinggal kepalanya yang masih sering menunduk saat langkah ketiga. ”Ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Namun, dia tetap harus terus diingatkan agar kepala tidak menunduk. Sebab, hal itu turut membuat kecepatan tidak optimal,” ujar Eni.
Sepekan ini, grafik Zohri begitu menjanjikan. Pada tes lari 100 meter dengan flying start, Sabtu (21/9/2019) pagi, ia membukukan waktu 9,36 detik ketika diukur dengan metode manual hand time, dan 9,45 detik saat diukur dengan sensor pengukur waktu otomatis.
Secara teori, flying start lebih cepat 0,6 detik dibandingkan start block. Artinya, catatan waktunya masih di kisaran 9,96 detik-10,05 detik. ”Positifnya, itu menandakan Zohri masih bisa mempertahankan grafik terbaiknya di kisaran 10,03 detik,” kata Eni.
Jejak Indonesia
Dari lima edisi terakhir Kejuaraan Dunia, Indonesia mengirim tujuh atlet yang semuanya berpartisipasi atas undangan IAAF. Semuanya tidak pernah lolos dari babak pertama. Pada edisi terakhir di 2017, Indonesia diwakili pelari putri Ulfa Silpiana di nomor 200 meter. Pelari kelahiran 8 Maret 1997 itu berada di urutan ke-45 babak pertama dengan waktu 25,23 detik.
Lolos dari babak pertama memang tidak mudah. Di nomor 100 meter, hanya pelari urutan pertama dan kedua di setiap heat yang bisa lolos ke babak berikutnya, yaitu semifinal.
Di Doha, Zohri akan bersaing dengan sprinter-sprinter top, seperti Christian Coleman, Andre De Grasse, dan Justin Gatlin. Namun, tantangan itu tak menyurutkan tekad Zohri mewujudkan mimpi besarnya.
Maria Londa
Pada Kejuaraan Dunia kali ini, Indonesia diwakili oleh Zohri dan pelompat jauh putri Maria Natalia Londa. Jika Zohri lolos murni ke Kejuaraan Dunia, Maria bisa berpartisipasi atas undangan IAAF. Ini adalah partisipasi kedua Maria di Kejuaraan Dunia setelah 2007.
Tahun ini, Maria membukukan lompatan terbaik 6,68 meter ketika menjuarai Kejurnas Atletik 2019. Raihan itu di bawah capaian terbaiknya dengan lompatan 6,70 meter yang dibuat empat tahun lalu di SEA Games Singapura. Hasil tersebut juga di bawah limit Kejuaraan Dunia 2019 6,72 meter.
Kendati demikian, Maria tidak ingin hanya numpang lewat di Kejuaraan Dunia ini. Ia mencoba minimal bisa membuat rekor baru di sana. Adapun dirinya sedang berada pada fase kelahiran kembali, terutama setelah dirinya pulih dari cedera engkel kanan yang dirasakannya pertama kali saat latihan lima hari jelang Asian Games 2018.
”Sejak awal tahun, persiapan saya memang untuk ikut SEA Games 2019 Filipina. Namun, karena tiba-tiba dapat undangan dari IAAF, sekarang ada program tambahan untuk ke Kejuaraan Dunia. Saya sangat antusias mengikuti kejuaraan ini karena penting untuk menambah pengetahuan dan pengalaman,” tutur Maria yang menjadi unggulan ke-31 dari 32 pelompat jauh yang berpartisipasi.