Dialog dan Saling Kenal Bisa Menjadi Bibit Toleransi
Kerja sama Nahlatul Ulama dengan Vatikan perlu terus didorong agar setiap kesamaan yang ada di tiap agama dikembangkan bersama sekaligus menghargai perbedaan yang terdapat di dalamnya.
Oleh
Mohammad Bakir dari Vatikan
·2 menit baca
VATIKAN, KOMPAS — Dialog antaragama akan saling mengenalkan ajaran dan pemahaman masing-masing agama baik di tingkat elite maupun pemeluknya. Oleh karena itu, kerja sama Nahlatul Ulama dengan Vatikan perlu terus didorong agar setiap kesamaan yang ada di tiap agama dikembangkan bersama sekaligus menghargai perbedaan yang terdapat di dalamnya.
Demikian benang merah pertemuan antara Katib Aam Syuriah PBNU Yahya Cholil Staquf dan Sekretaris Pontifical Council for Interreligious Dialogue Vatican Mgr Indunil Kodithuwakku, di Vatikan, Selasa (24/9/2019) sore waktu setempat.
”Kami semua ingin menjadi pencipta kedamaian, bukan perusak kedamaian, ujar Kodithuwakku saat menerima Yahya bersama rombongan pimpinan GP Ansor. Dalam pertemuan ini, Kodithuwakku didampingi Pastor Markus Solo, yang berasal dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sudah 12 tahun mengabdi di Vatikan.
”Kami punya sejarah hubungan dengan NU cukup lama dan kami tahu bagaimana pandangan dan pemahaman keagamaan NU. Dulu, Gus Dur biasa keluar masuk Vatikan, tetapi sudah lama tak ada pimpinan NU yang berkunjung ke sini,” kata Romo Markus.
Yahya hadir di Vatikan untuk sosialisasi hasil musyawarah nasional alim ulama di Banjar Patroman, Jabar, Februari lalu. Munas antara lain memutuskan menghilangkan sebutan kafir bagi warga negara Indonesia yang tidak beragama Islam.
”Keputusan itu diambil sebagai langkah untuk merekontekstualisasi pemahaman keagaman umat dan bangsa. Hal ini penting dilakukan untuk menghindarkan konflik atas nama agama ke depan,” ujar Yahya.
Kodithuwakku menyatakan, tahun ini Vatikan memperingati 800 tahun pertemuan amat bersejarah antara Paus Fransiskus Assisi dan raja dinasti Ayubiyah, Sultan Malik al Kamil, robohnya tembok Berlin, dan kelahiran Mahatma Gandi. ”Tiga peristiwa itu mengajarkan kepada kita semua untuk mencari perdamaian dan kedamaian. Sekarang kita juga harus bisa menemukan jalan perdamaian dan kedamaian itu,” katanya.
Tahun ini, Vatikan memperingati 800 tahun pertemuan amat bersejarah antara Paus Fransiskus Assisi dan raja dinasti Ayubiyah, Sultan Malik al Kamil, robohnya tembok Berlin, dan kelahiran Mahatma Gandi.
Tahun ini, tambah Kodithuwakku, Paus Fransiskus bersama Imam Besar Universitas Al-Azhar Kairo yang difasilitasi Uni Emirat Arab menandatangani Deklarasi Abu Dhabi. Deklarasi antara lain berisi, ”menghentikan penggunaan nama Tuhan untuk menghalalkan kekerasan, terorisme, dan pembunuhan serta berhenti menggunakan agama untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.”
”Itu (deklarasi) bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Hal seperti ini yang mesti kita dorong ke depan,” ujarnya.