Orangtua Cemas Mencari Anaknya
Yanto hendak menjemput anaknya yang diamankan polisi setelah unjuk rasa yang berakhir ricuh, Senin malam. Ia datang ke Polda Metro Jaya sejak Senin pukul 00.00 dan tidak tidur semalaman.
Wajah Yanto (51), warga Pondok Kopi, Jakarta Timur, tampak lelah dan mengantuk. Dia duduk di lantai lorong Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Selasa (1/10/2019) sore.
Yanto hendak menjemput anaknya yang diamankan polisi setelah unjuk rasa yang berakhir ricuh, Senin malam. Ia datang ke Polda Metro Jaya sejak Senin pukul 00.00 dan tidak tidur semalaman. Sepeda motor yang dipakai anaknya juga belum terlihat.
”Saya cuma tidur-tiduran di sini. Tidur sebentar lalu bangun lagi,” ujarnya.
Menurut Yanto, anaknya pamit dari rumah pada Senin pukul 20.00 untuk kegiatan hadrah (seni musik rebana) di Cipinang. Ternyata anaknya ikut unjuk rasa di Gedung DPR. Biasanya, anak yang berstatus pelajar SMK kelas I itu pulang hadrah paling lambat pukul 23.00.
”Tadi malam saya telepon ke ponsel anak saya, yang angkat polwan. Katanya anak saya diamankan di Polda Metro. Kalau tahu anak saya ikut demo, saya akan larang karena enggak ada artinya. Saya tidak tahu ada yang mengajak dia atau tidak,” katanya.
Fransisca (53) juga kebingungan mencari keberadaan anaknya. Dia berkeliling ke Direktorat Reserse Kriminal Umum, Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Direktorat Reserse Narkoba, dan Direktorat Sabhara, tetapi nama anaknya belum ditemukan.
Anak Fransisca bernama Godlief Septiano Felubun, mahasiswa universitas swasta. ”Sejak Senin sore, saya kontak anak saya, tetapi tidak bisa. Pukul 20.00 saya kontak lagi. Saya tanya adik ada di mana, lalu ada suara di belakang yang mengarahkan bilang di Polda Metro Jaya. Sampai kini saya tidak dapat berita tentang anak saya.”
Fransisca tidak percaya anaknya ikut unjuk rasa karena kepribadian anaknya introver, sangat tertutup, susah bergaul, dan asyik menonton film lewat ponsel. Berdasarkan keterangan pihak kampus, Godlief kuliah hingga pukul 19.00.
”Ketika pulang, dia ke arah Kemanggisan naik Transjakarta. Mungkin dia terjebak orang-orang yang sedang demo. Padahal, dia tidak peduli hal-hal seperti itu,” lanjutnya.
Fransisca berharap pemeriksaan terhadap mahasiswa yang ditangkap polisi berlangsung cepat agar mereka bisa segera pulang.
Risma (49), warga Citayam, Depok, menunggu kepulangan keponakan yang diamankan polisi di Gedung Direktorat Sabhara. Keponakannya adalah mahasiswa Universitas Indraprasta.
Risma menduga keponakannya ikut unjuk rasa karena diajak temannya. Dia bangga keponakannya yang mahasiswa baru itu mau ikut unjuk rasa. Ia pun mengingatkan risiko ikut unjuk rasa adalah bentrok atau terluka. ”Saya kalau masih muda juga ikut unjuk rasa. Namanya masih umur segitu, kan.”
Seorang warga Mampang, Jakarta Selatan, yang enggan disebut namanya, mengatakan, anaknya ditangkap polisi karena di dalam ponselnya terdapat foto unjuk rasa. Sementara teman anaknya tidak ditangkap karena tidak memotret unjuk rasa.
”Anak saya ditangkap di dekat TVRI Senayan saat akan ambil sepeda motor. Anak saya baru lulus SMA tahun ini,” katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, polisi mengamankan 519 orang,dengan perincian Direktorat Reserse Kriminal Umum mengamankan 163 orang, Direktorat Reserse Kriminal Khusus 70 orang, Direktorat Reserse Narkoba 82 orang, Jakarta Utara 36 orang, Jakarta Pusat (11), dan Jakarta Barat (157). Sebanyak tujuh orang yang diamankan Direktorat Reserse Narkoba positif menggunakan sabu dan ganja.
Hingga Selasa sore, para orangtua masih sibuk mencari keberadaan anaknya. Mahasiswa dan pelajar yang ditangkap itu baru dipulangkan pada Selasa malam. Unjuk rasa tidak hanya melelahkan aparat, tetapi juga melelahkan orangtua.
Berpakaian pelajar
Di Jakarta Utara, polisi mendapati orang dewasa yang berpura-pura jadi pelajar saat demonstrasi Senin lalu.
Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengatakan, orang dewasa berinisial W mengenakan celana seragam sekolah menengah atas (SMA), padahal ia berprofesi sebagai nelayan.
”Dia ikut rombongan anak SMA, ternyata dia DPO (masuk daftar pencarian orang) Polsek Cilincing dalam kasus penganiayaan,” ucapnya di Jakarta Utara, Selasa.
Polisi juga menangkap RH, anggota penjaga keamanan di kawasan Cakung, Jakarta Timur, yang menyamar menjadi pelajar SMA dengan meminjam seragam temannya. Ia ikut unjuk rasa ke Kompleks Parlemen, Senayan, karena mendapat pesan lewat aplikasi Whatsapp dan dijanjikan honor Rp 40.000 per orang jika ikut berdemonstrasi.
Baca juga : Polisi Temukan Buron Penganiayaan dari antara Peserta Aksi
Budhi menambahkan, satu orang dewasa lainnya berinisial IS mengaku siswa sekolah menengah pertama (SMP), tetapi berumur 21 tahun. Perilaku IS mencurigakan sehingga pihak polres melakukan tes urine terhadapnya. ”Ternyata yang bersangkutan positif mengonsumsi metamfetamin (sabu),” ujar Budhi.
Kemarin, polisi mengumpulkan dan memeriksa 59 orang di sekitar stasiun dan terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebagian besar mengenakan seragam pelajar. ”Dari pemeriksaan, ada yang mengaku sudah sampai ke sekitar Gedung DPR/MPR, tepatnya di Palmerah. Mereka di antaranya juga ada yang ikut melempari polisi tadi malam (Senin),” kata Budhi.
Mereka berasal dari luar Jakarta, seperti Cirebon, Kuningan, Cikampek, dan Sumedang. Dua di antaranya merupakan siswa sekolah dasar berusia 11 dan 12 tahun.
Baca juga : Dua Remaja Bawa Senjata Tajam Saat Demonstrasi
Di Jakarta Selatan, polisi memeriksa 197 pelajar yang terlibat kericuhan di sekitar kawasan Senayan, Senin. Dua di antaranya membawa senjata tajam.
Kepala Subbagian Humas Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Suharyono, Selasa, mengatakan, para pelajar kebanyakan berasal dari Depok, Bogor, dan Tangerang. ”Kebanyakan tidak tahu alasan kenapa ikut demo. Mereka hanya ikut-ikutan saja.”
Kebanyakan tidak tahu alasan kenapa ikut demo. Mereka hanya ikut-ikutan saja.
(J Galuh Bimantara/Dian Dewi Purnamasari)