Saat Beringin Kembali Kokoh
Konflik di tubuh Partai Golkar tak lagi terlihat saat Bambang Soesatyo diperjuangkan menjadi ketua MPR 2019-2024. Partai berlambang pohon beringin itu menunjukkan kekuatan mereka yang sesungguhnya.
Riuh rendah teriakan peserta Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR terdengar membahana mengiringi keterpilihan Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR periode 2019-2024. Tepuk tangan dan wajah semringah para anggota Fraksi Partai Golkar melengkapi momen bersejarah yang terjadi pada Kamis (3/9/2019) malam. Bukan hanya karena keberhasilan kadernya, melainkan juga keberlangsungan partai berlambang pohon beringin itu.
Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet terpilih sebagai Ketua MPR secara aklamasi dalam proses musyawarah untuk mufakat. Sebanyak sembilan fraksi partai politik plus kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di MPR sepakat untuk dipimpin oleh Bamsoet selama lima tahun mendatang.
Posisi strategis tersebut tidak didapatkan dengan mudah. Bamsoet dan Fraksi Golkar harus menembus badai persaingan yang ketat.
Sebab, dia bukan calon tunggal. Hingga waktu pemilihan tersisa 3 jam, Ahmad Muzani, calon pimpinan MPR dari Partai Gerindra yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra, masih bersikukuh menginginkan kursi Ketua MPR.
Gerindra baru memutuskan mencabut pencalonan Muzani dalam Sidang Paripurna MPR, Kamis malam, setelah ada pembicaraan antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri.
”Untuk kepentingan yang lebih besar, menjaga marwah MPR dan terus menjaga NKRI, kami memutuskan untuk mendukung Bambang Soesatyo,” ujar Ketua Fraksi Gerindra di MPR Ahmad Riza Patria.
PDI-P, untuk diketahui, telah lebih dulu memberikan dukungannya kepada Bamsoet atau sejak Rabu (2/10/2019) malam. Ini setelah PDI-P menyampaikan sejumlah syarat dukungan kepada Bambang dan Fraksi Golkar saat pertemuan musyawarah antarpimpinan fraksi MPR, Rabu (2/10/2019) siang.
Baca juga: PDI-P Dukung Bambang Soesatyo
”Sesuai arahan Ketua Umum PDI-P Ibu Megawati Soekarnoputri, partai kami akan mendukung Bambang Soesatyo,” ucap Ketua DPP PDI-P Ahmad Basarah.
Soliditas ”beringin”
Dukungan PDI-P dan fraksi partai politik lainnya plus kelompok DPD di MPR itu tak bisa dilepaskan dari kerja kolektif para kader Partai Golkar. Sejak dicalonkan secara resmi oleh Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto pada Selasa, 1 Oktober 2019, mereka bergerak bersama untuk memuluskan pencalonannya.
”Golkar turun full team. Dipimpin oleh ketua umum, secara operasional dipimpin langsung oleh Ketua Fraksi Golkar di MPR Zainudin Amali dan Pak Bamsoet sendiri berkomunikasi dengan semua fraksi,” kata Sekretaris Fraksi Golkar di MPR Misbakhun.
Baca juga: Adu Lobi Bamsoet dan Muzani untuk Kursi Ketua MPR
Kepada seluruh fraksi dan kelompok DPD, Golkar meyakinkan bahwa semangat MPR adalah tidak mempertentangkan antarkepentingan. Pertentangan itu pun sebenarnya sudah berusaha dihilangkan melalui revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3. Berdasarkan revisi terakhir UU tersebut, kepentingan seluruh fraksi dan kelompok DPD diakomodasi dengan cara menghadirkan semua perwakilan pada kursi pimpinan MPR.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Christina Aryani menambahkan, Golkar juga berupaya meyakinkan kalau kader Golkar layak mengampu jabatan tersebut. Pasalnya, Golkar merupakan peraih kursi terbanyak kedua pada Pemilu Legislatif 2019, yaitu 85 kursi, setelah PDI-P.
Lebih dari itu, ada pula indikasi Golkar barter kepentingan untuk melapangkan jalan Bamsoet. Ini setidaknya terlihat dari berubahnya sikap calon pimpinan MPR dari DPD, Fadel Muhammad, yang tak lagi ngotot mengejar kursi Ketua MPR, seusai sesi kedua lobi antarfraksi, pada Kamis sore.
Sebelumnya, Fadel bersikeras tetap mencalonkan diri. Kalaupun harus mundur, dia mengajukan syarat, yaitu persetujuan calon Ketua MPR yang dipilih DPD untuk menguatkan kewenangan DPD ketika calon tersebut berhasil terpilih. Syarat itu di antaranya, DPD diberi kewenangan turut mengelola dana transfer daerah, mengatur dana desa, dan mengatur insentif daerah.
”Respons Golkar (terhadap tawaran DPD) lebih bagus (ketimbang Gerindra) karena Golkar akan mengambil (posisi) pimpinan di Komisi XI (bidang keuangan dan perbankan),” ujar Fadel.
Dengan Golkar mengambil posisi itu, setidaknya DPD kelak akan dilibatkan dalam pembahasan dana transfer daerah, dana desa, ataupun insentif daerah.
Konflik internal
”Total football” Golkar dalam menyukseskan Bamsoet itu bisa dibilang mengejutkan. Sebab, sebelumnya, partai dilanda konflik internal.
Konflik tak lain dipicu oleh persaingan Bamsoet dan Airlangga Hartarto untuk menjadi ketua umum Golkar pada Musyawarah Nasional (Munas) Golkar yang menurut rencana digelar akhir tahun ini.
Konflik itu pun tak main-main. Kader Golkar berulang kali ”menyerang” Airlangga di media massa. Mereka juga sempat menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Airlangga.
Tak hanya itu, massa pendukung Bamsoet berulang kali berunjuk rasa di kantor DPP Partai Golkar, di kawasan Slipi, Jakarta, bahkan sempat menggembok pintu masuk kantor agar tak ada satu pun anggota DPP di bawah kepemimpinan Airlangga masuk kantor.
Baca juga: Saling Klaim Dukungan demi Kursi Ketum Golkar
Tensi politik di tubuh Golkar itu tiba-tiba mereda pada 27 September 2019. Saat itu, Bamsoet dan Airlangga bertemu. Dalam pertemuan, mereka sepakat cooling down. Alasannya, situasi politik Tanah Air yang menghangat pascagelombang unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di banyak daerah yang menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan sejumlah rancangan undang-undang kontroversial.
”Kami siap menanggalkan ego dan kepentingan masing-masing guna mendukung serta menyukseskan agenda-agenda besar di Tanah Air dan jalannya pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam lima tahun ke depan,” kata Bamsoet saat itu.
Kami siap menanggalkan ego dan kepentingan masing-masing guna mendukung serta menyukseskan agenda-agenda besar di Tanah Air.
Terlepas dari alasannya, pertemuan membuat Bamsoet menyatakan akan mendukung Airlangga sebagai ketua umum Golkar di Munas Golkar mendatang. Kemudian, setelah pertemuan, Airlangga menunjuk Bamsoet menjadi pimpinan MPR dari Golkar dan, tak hanya itu, dia diperjuangkan menjadi ketua MPR.
Baca juga: Menanti Pembuktian DPR
Pertemuan ini dibenarkan oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, beberapa hari lalu. Dia bahkan mengklaim yang mempertemukan kedua tokoh Golkar tersebut. Seusai pertemuan itu, Nasdem turut menjagokan Bamsoet menduduki kursi Ketua MPR.
”Saya ini pernah menjadi anggota Partai Golkar selama 43 tahun dan mereka saya anggap sebagai adik-adik saya,” kata Surya Paloh.
Christina Aryani pun mengakui, meredanya tensi konflik internal dan dukungan penuh terhadap Bamsoet oleh seluruh kader partai saling berhubungan. Faktor utama yang menyebabkan keduanya terjadi adalah kesediaan Bamsoet untuk mengalah dari Airlangga.
”Pak Bamsoet sudah legawa untuk tidak mencalonkan diri sebagai ketua umum pada munas nanti dan akan mendukung Pak Airlangga, hal itu yang kami pegang. Ini juga kami lakukan untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan partai,” ujar Christina.
Posisi strategis
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, langkah yang ditempuh Golkar menunjukkan karakter partai yang memang selalu berpikir strategis. Mereka bersedia menuntaskan kompetisi internal untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu meraih posisi strategis di sejumlah lembaga negara.
Langkah yang ditempuh Golkar menunjukkan karakter partai yang memang selalu berpikir strategis.
Posisi Ketua MPR selama lima tahun ke depan pun dinilai akan menjadi jauh lebih strategis ketimbang saat ini. Hal itu terkait dengan wacana amandemen terbatas yang hendak mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Lembaga tersebut pun berwenang menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara yang menjadi pedoman pembangunan jangka panjang.
Baca juga: MPR Kaji Rekomendasi Amendemen Terbatas
Menurut Arya, perubahan konsep dan wewenang MPR itu akan berdampak langsung pada pengurangan kewenangan Presiden. ”Artinya, partai yang berada pada posisi Ketua MPR akan memiliki posisi tawar yang lebih tinggi ketika berhadapan dengan Presiden,” katanya.
Belum lagi, Golkar mendapat jatah kursi wakil ketua DPR yang diisi oleh Aziz Syamsuddin. Selain itu, sebagai partai pengusung presiden-wakil presiden terpilih Jokowi dan Ma’ruf Amin, Golkar dipastikan akan mendapatkan jatah kursi menteri.
Arya mengatakan, kedudukan pada sejumlah posisi strategis itu dapat menjadi bekal yang baik bagi Golkar ataupun individu yang menempati posisi strategis dalam menyongsong kontestasi politik lima tahun mendatang. Apalagi, pada 2024, tidak ada lagi petahana presiden sehingga mereka yang ada di posisi strategis berpeluang untuk ikut berkompetisi pada pemilu presiden (pilpres).
Baca juga: Dilema Politik Gerindra
Namun, itu semua hanya bisa direalisasikan ketika partai solid. Ini setidaknya sudah terlihat saat berhasil mendudukkan Bamsoet sebagai ketua MPR 2019-2024. Saat beringin kembali kokoh, akarnya mampu mencengkeram kuat, menembus tanah, tak tergoyahkan.