Ada Apa dengan Candu Baru dan Penyakit Paru?
Investigasi mendalam terkait bahaya rokok elektrik di AS dilakukan pasca ditemukan 12 orang meninggal dunia. Presiden Trump berencana melarang peredaran rokok elektrik dengan tambahan berbagai rasa.
Ketika ancaman rokok elektrik ikut mengintai keluarganya, Trump berencana melarang peredaran rokok elektrik dengan tambahan berbagai rasa di AS. Investigasi mendalam terkait bahaya rokok elektrik di AS dilakukan setelah ditemukan 12 orang meninggal terkait penggunaan rokok elektrik. Masih amankah klaim rokok elektrik?
Dalam dunia statistik, terdapat mantra yang sering diulang-ulang, yakni ”korelasi bukanlah sebab-akibat”. Dengan prinsip dasar tersebut, para peneliti lebih berhati-hati dalam menarik kesimpulan agar tidak jatuh pada kekeliruan logika (logical fallacy).
Kesimpulan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker baru diamini pada tahun 1960-an. Sebelumnya, berbagai studi ilmiah sejak tahun 1930-an hingga tahun 1950-an ”baru” menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antara kegiatan merokok dan penyakit kanker bagi perokok.
Pada 1964, Departemen Kesehatan Amerika Serikat (AS) menerbitkan laporan berjudul Smoking and Health: Report of the Advisory Committee to the Surgeon General of the Public Health Service. Laporan tersebut menunjukkan konsekuensi yang merugikan dari penggunaan tembakau.
Di dalamnya ditunjukkan terdapat kenaikan 70 persen angka kematian perokok dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Risiko terukur yang dapat diperkirakan adalah bahwa rata-rata perokok sembilan kali lebih berisiko terkena kanker paru-paru dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok.
Laporan tersebut berhasil mengubah pandangan banyak orang terhadap hubungan merokok dan kesehatan. Sebelumnya, jajak pendapat yang dihimpun oleh Gallup pada 1958 menunjukkan bahwa hanya 44 persen dari penduduk AS yang percaya bahwa merokok menyebabkan kanker.
Jumlah tersebut berubah sepuluh tahun berikutnya, pasca-kemunculan laporan di atas, hingga 78 persen penduduk AS percaya bahwa merokok menyebabkan kanker.
Kesimpulan ilmiah terkait bahaya merokok pada kesehatan tersebut kemudian menjadi dasar bagi munculnya berbagai kebijakan di AS terkait rokok. Pada 1965, Kongres AS mengharuskan setiap bungkus rokok yang didistribusikan di AS mencantumkan bahaya rokok bagi kesehatan. Selain itu, 1 April 1970, iklan rokok dilarang tampil di televisi dan radio di AS oleh Presiden Richard Nixon.
Inovasi Rokok
Setelah kesimpulan bahaya rokok terhadap kesehatan, industri rokok mulai berbenah, melakukan berbagai inovasi untuk mempertahankan diri bahkan menaikkan pendapatan. Inovasi yang dibuat dapat dikelompokkan dalam dua hal, yakni kemasan dan produk.
Dalam hal kemasan, terdapat beberapa perkembangan demi menarik pembeli, mulai dari bentuk, material, hingga materi cetakan dalam kemasan. Dari sisi bentuk, terdapat inovasi kemasan dengan tepi melengkung, kemasan yang dibuka dengan cara sliding, kemasan dengan jumlah lebih besar/kecil, maupun kemasan dengan ukuran sangat tipis.
Dari sisi materi cetakan, terdapat inovasi kemasan dengan tulisan harga yang besar dan kemasan dengan gambar edisi terbatas. Dari sisi material, inovasi kemasan berkembang dari kemasan dengan bungkus luar karton kaku, bungkus luar kertas biasa, hingga bungkus yang ramah lingkungan. Semua itu dilakukan dengan satu tujuan yang sama, yakni meningkatkan pembelian rokok.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS atau CDC menyampaikan per 24 September 2019, sejumlah 805 orang di Amerika Serikat telah terkonfirmasi merupakan pasien kasus penyakit paru-paru akibat penggunaan rokok elektrik.
Dari sisi produk, inovasi mulai dilakukan dengan mengeluarkan rokok filter. Pemberian filter pada rokok dipersepsikan akan lebih aman daripada rokok tanpa filter. Dengan asumsi bahwa rokok lebih aman dengan filter, pada 1960-an, rokok filter mulai mendominasi proporsi produk rokok dibandingkan dengan rokok tanpa filter. Pada 1950-an, rokok filter hanya menduduki 0,5 persen dari seluruh produk rokok. Proporsi tersebut kemudian naik hingga 98 persen hingga saat ini.
Selain filter, inovasi produk rokok juga merambah pada pengurangan kandungan nikotin dan tar dalam rokok. Atas alasan kesehatan, produk rokok kemudian menurunkan kandungan nikotin dan tar. Penurunan kadar nikotin dan tar tersebut kemudian dibarengi dengan penggunaan istilah rokok yang light, mild, maupun ultralight.
Penggunaan istilah tersebut diharapkan dapat mengubah persepsi bahwa rokok light, mild, maupun ultralight dengan kandungan nikotin dan tar rendah lebih aman daripada rokok dengan kandungan nikotin dan tar yang tinggi.
Inovasi terkini dalam produk rokok adalah rokok elektrik dengan berbagai varian sebutan, seperti e-cigs, e-hookahs, mods, vape, vape pens, maupun tank system. Semua sebutan tersebut merupakan alat yang mampu memberikan nikotin, rasa, dan zat lain kepada pengguna dengan cara penghirupan (inhalasi) aerosol.
Rokok elektrik
Sebagai pendatang baru di industri rokok, rokok elektrik hadir dengan klaim sebagai sarana alternatif untuk berhenti merokok. Sebagai alternatif bagi mereka yang ingin berhenti merokok, rokok elektrik kemudian dipersepsi sebagai produk yang aman, berbeda dengan ”kakaknya” yang dianggap sebagai penyebab kanker.
Walaupun bentuk awalnya sudah dipatenkan di AS pada 1965, keberhasilan di tingkat komersial rokok elektik baru terbukti pada 2003 di China. Rokok elektrik buatan Hon Lik tersebut diproduksi oleh perusahaan Golden Dragon Holding dengan merek Ruyan.
Di Eropa dan Amerika Serikat, rokok elektrik mulai masuk pada 2006. Baru pada tahun 2013, perusahaan rokok besar mulai meliriknya sehingga muncul iklan besar-besaran melalui televisi, internet, dan materi cetak. Rokok elektrik digambarkan sebagai alternatif lebih sehat dari penggunaan tembakau yang dibakar.
Selain itu, rokok elektrik juga disebut sebagai cara ampuh untuk berhenti merokok dan mengurangi konsumsi rokok. Manfaat lain yang didengungkan adalah rokok elektrik merupakan cara untuk menghindar dari aturan larangan merokok dengan memungkinkan pengguna merokok di sembarang tempat. Iklan tersebut semakin meyakinkan dengan dukungan pendapat dari dokter dan selebritas.
Klaim manfaat terhadap kesehatan yang dilekatkan dengan rokok elektrik tersebut tampak dari penelitian yang dilakukan oleh Rachel A Grana dan Pamle M Ling yang diterbitkan oleh Amerikan Journal of Preventive Medicine pada 2013.
Melalui artikel yang berjudul ”Smoking Revolution”, kedua peneliti tersebut menyebutkan bahwa 95 persen situs yang mengiklankan rokok elektrik menyebutkan klaim hubungan rokok elektrik dengan kesehatan, baik eksplisit maupun implisit
Kesimpulan dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa klaim kesehatan dan pesan berhenti merokok semakin sering digunakan untuk menjual rokok elektrik tanpa didukung oleh bukti ilmiah. Dengan demikian, klaim rokok elektrik sebagai sarana yang lebih sehat, lebih murah, lebih bersih, lebih bebas digunakan di mana saja, tidak menghasilkan perokok pasif dibandingkan rokok konvensional hanyalah strategi iklan yang belum terbukti kebenarannya.
Akan tetapi, sebaliknya, menghakimi rokok elektrik sebagai penyebab berbagai penyakit seperti penyakit paru-paru dan jantung juga tidak bijak tergesa-gesa dilakukan. Hingga saat ini belum terbukti bahwa rokok elektronik merupakan penyebab langsung bagi berbagai penyakit yang sebelumnya dilekatkan pada kegiatan merokok, seperti penyakit paru-paru dan jantung koroner.
Belum terbukti
Kehati-hatian dalam menarik kesimpulan hubungan rokok elektrik dan penyakit paru-paru serta jantung koroner disebabkan karena menarik hubungan kausalitas bukanlah perkara yang mudah.
Dalam lingkup penelitian, munculnya berbagai peristiwa dalam kurun waktu yang hampir bersamaan dapat memunculkan berbagai kesimpulan. Biasanya, para peneliti akan menggunakan kesimpulan korelatif terhadap munculnya dua peristiwa dalam periode waktu tertentu.
Kejadian meningkatnya penyakit paru-paru di kalangan kaum muda di AS pada satu tahun terakhir tak dapat dengan mudah disimpulkan sebagai akibat dari penggunaan rokok elektrik. Walaupun semua pasien yang ditemukan memiliki sejarah penggunaan rokok elektrik, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa dua hal tersebut berhubungan, tetapi belum tentu merupakan sebab akibat.
Ketika ancaman bahaya rokok elektrik menyentuh keluarga sang Presiden AS, Trump tampil di garda depan untuk melawan peredaran rokok elektrik di negaranya.
Pada Kamis, 26 September 2019, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengumumkan perkembangan jumlah kasus penyakit paru-paru dan kematian yang kemungkinan berhubungan dengan penggunaan produk rokok elektrik atau vape.
Dalam laporannya, CDC menyebutkan dengan jelas, apa yang telah diketahui dan apa yang belum pasti diketahui.
Dalam rilisnya, CDC menyampaikan bahwa per 24 September 2019, sejumlah 805 orang telah terkonfirmasi merupakan pasien kasus penyakit paru-paru yang diasosiasikan dengan penggunaan produk rokok elektrik. Jumlah tersebut dirangkum dari 46 negara bagian serta Kepulauan Virgin.
Korban meninggal yang dilaporkan sejumlah 12 orang dari 10 negara bagian. Dari semua pasien yang diteliti, semuanya memiliki sejarah penggunaan rokok elektrik atau vape.
Di sisi lain, CDC juga menegaskan bahwa terdapat dua hal yang belum pasti diketahui. Pertama, hingga saat ini, belum diketahui zat kimia spesifik yang bertanggung jawab menyebabkan penyakit paru-paru yang terkait dengan penggunaan produk rokok elektrik. Kedua, tak ada merek produk tertentu yang dianggap bertanggung jawab atas semua kasus penyakit paru-paru yang ditemukan.
Oleh karena itu, masih diperlukan informasi lebih menyeluruh untuk menyimpulkan adanya satu zat kimia tertentu atau satu produk tertentu yang bertanggung jawab atas wabah tersebut.
Beberapa hipotesis
Dari penyelidikan CDC di atas, ditemukan gejalayang dilaporkan oleh para penderita penyakit paru-paru yang dikaitkan dengan penggunaan vape, antara lain pnemonia akut, sesak napas, batuk, demam, kelelahan, dan gagal napas.
Hingga saat ini, terdapat beberapa hipotesis terhadap hubungan rokok elektrik dengan penyakit yang disebutkan di atas. Terhadap wabah tersebut, penelitian diarahkan terhadap zat di dalam rokok elektrik hingga pada penggunaannya yang berlebihan.
Teori pertama menyebutkan bahwa terdapat bahan berbahaya yang ditambahkan dalam cairan vape, termasuk produk mariyuana yang disebut vitamin E, yang mungkin ikut berperan menyebabkan berbagi penyakit di atas. Kesimpulan tersebut diamini oleh Departeman Kesehatan Kota New York yang segera menyelidiki kandungan bahan yang sering disebut sebagai vitamin E tersebut. Akan tetapi, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) belum dapat menyimpulkan bahwa vitamin E yang dimaksud merupakan penyebab utama bagi penyakit paru-paru.
Teori lain berhubungan dengan kebiasaan menghirup asap vape secara berlebihan. Artinya, dalam taraf yang pas, menghirup asap vape tidak menimbulkan masalah. Akan menjadi masalah jika frekuensi sedotan menjadi tak terkendali dalam setiap sesi merokok.
Penelitian terhadap pengaruh rokok elektrik terhadap kesehatan yang diterbikan oleh Journal of the American College of Cardiology (JACC) memberikan gambaran baru terhadap bahaya rokok elektrik. Walaupun tidak menyatakan bahwa rokok elektrik merupakan penyebab bagi berbagai penyakit yang disebutkan di atas, hasil studi dari JACC di atas memberikan bukti baru bahwa cairan perasa yang digunakan dalam vape dapat menghambat kemampuan sel manusia untuk bertahan hidup dan berfungsi. Artinya, terdapat bahaya dari penggunaan rokok elektrik bagi manusia.
Walaupun belum ada penelitian yang menyatakan bahwa rokok elektrik menjadi penyebab penyakit paru-paru, pemerintahan di bawah Trump berencana untuk melarang peredaran rokok elektrik, terutama yang ditambahi rasa-rasa. Bahkan, sepanjang September 2019, lima negara bagian di AS telah melarang peredaran rokok elektrik yang ditambah rasa-rasa di wilayahnya, yakni California, New York, Michigan, Massachusetts, dan Rodhe Island.
Senada dengan kekhawatiran pemerintah, majalah Time edisi 30 September 2019 mengangkat fenomena meluasnya pengggunaan vape di kalangan kaum muda di Amerika Serikat sebagai liputan utama dengan judul ”The New American Addiction”.
Respons industri rokok
Di kalangan pemain besar industri rokok dunia, perlawanan keras dari Pemerintah AS ini menimbulkan kewaspadaan. Hal ini terutama dapat dilihat dari gagalnya merger dua perusahaan rokok terbesar dunia, Philip Morris Internasional (PMI) dan Altria.
Sebelumnya, pada 27 Agustus 2019, PMI dan Altria membicarakan kemungkinan merger semua saham. Saat pembicaraan tersebut berlangsung, nilai valuasi PMI berada dalam angka 121 miliar dollar AS, sedangkan Altria berada dalam kisaran 88 miliar dollar AS. Nilai tersebut sangat besar apabila benar terjadi merger.
Berbagai spekulasi terkait reunifikasi sempat muncul mengingat kedua produsen rokok merek Marlboro tersebut sebelumnya pernah berpisah baik-baik pada 2008 dengan pembagian wilayah produksi dan distribusi. Altria mengendalikan Marlboro di Amerika, sedangkan Philip Morris di luar Amerika.
Langkah merger tersebut, jika benar terjadi, hampir mewujudkan berbagai ramalan banyak pengamat industri rokok dunia. Alasannya, para pengamat melihat angka penjualan rokok dunia yang sedang menurun sehingga kedua perusahaan tersebut mencari cara untuk terus bertumbuh.
Akan tetapi, pada 25 September 2019, kedua perusahaan tersebut urung bersatu kembali. PMI mengumumkan telah mengakhiri pembicaraan merger dan akan lebih memfokuskan diri pada peluncuran produk rokok elektriknya, IQOS, yang telah disetujui oleh Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan Amerika (FDA).
Gagalnya merger kedua raksasa perusahaan rokok dunia tersebut dianggap sebagai buntut dari bulan-bulanan terhadap JUUL, produk rokok elektrik di bawah Altria yang populer dengan produk tambahan rasa-rasanya. FDA berencana melarang rokok elektronik dengan tambahan rasa-rasa di AS. Atria memiliki saham sebesar 35 persen di JUUL setelah menyuntik dana sebesar 12,8 miliar dollar AS.
Popularitas JUUL sebagai rokok elektrik dengan rasa-rasa telah begitu besar hingga menguasai tiga per empat pasar produk rokok non tradisional. Secara umum, pasar rokok elektrik di AS memang mengalami peningkatan lebih dari 80 persen di antara siswa SMA dan 50 persen di tingkat anak SMP sepanjang 2017-2018. Bahkan, penjualan vape di AS mencapai 9 miliar dollar AS sepanjang 2019. Dengan penguasaan tiga per empat pasar rokok elektrik, JUUL dianggap ikut bertanggung jawab terhadap kematian dan wabah penyakit paru-paru terkait penggunaan rokok elektrik di AS.
Pukulan terhadap JUUL sebenarnya telah dimulai dengan kemungkinan turunnya penjualan rokok elektrik di AS. Raksasa ritel AS, Walmart, pada 20 September 2019 menyatakan keluar dari bisnis vaping. Artinya, Walmart akan menghentikan penjualan rokok elektrik di semua gerainya, termasuk produk JUUL sebagai market leader.
Gempuran terhadap JUUL berlanjut dengan berita mundurnya Kevins Burns sebagai CEO. Burns diberitakan mengundurkan diri karena berbagai pendapat yang menyerang JUUL terkait isu kesehatan. JUUL juga menyebutkan bahwa segala iklan terkait produknya di AS akan ditunda sebelum mendapatkan kebijakan yang jelas. Oleh karena itu, JUUL menempatkan KC Crosthwaite sebagai CEO yang dianggap lebih bisa bekerja sama dengan regulator.
Demi generasi
Investigasi mendalam Pemerintah AS terhadap pengaruh rokok elektrik bagi kesehatan tampaknya akan semakin serius mengingat isu tersebut berpotensi berdampak pada keluarga sang Presiden AS. Pada 11 September 2019, Trump menyatakan bahwa ”Kami tidak dapat membiarkan warga kami sakit dan kami tidak dapat membiarkan generasi muda kami terpengaruh.”
Sebagai orangtua yang juga memiliki anak yang sedang menginjak remaja, Barron Trump (13), seruan Trump tersebut merupakan dukungan terhadap keprihatinan yang sebelumnya diungkapkan oleh Ibu Negara Melania Trump.
Melania menyatakan dalam kicauan pada akun Twitter-nya pada 9 September 2019 bahwa dirinya menaruh perhatian besar pada wabah penggunaan rokok elektrik di kalangan anak-anak. Ia mengajak untuk melakukan segala hal untuk melindungi masyarakat dari penyakit dan kematian yang berhubungan dengan tembakau serta mencegah rokok elektrik yang membuat generasi muda kecanduan nikotin.
Ketika ancaman bahaya rokok elektrik menyentuh keluarga sang Presiden AS, Trump tampil di garda depan untuk melawan peredaran rokok elektrik di negaranya. Larangan tersebut, kemungkinan besar, akan menjadi pukulan keras bagi industri rokok elektrik yang sedang berkembang menjadi bisnis bernilai miliaran dollar AS.
Selanjutnya, yang menjadi pertaruhan adalah acaman terhadap masa depan sebuah generasi dan potensi pendapatan yang hilang dari pelarangan produk industri rokok di AS. Bagaimana dengan Indonesia? (LITBANG KOMPAS)