Sentra Kelautan Perikanan Terpadu di Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Natuna dari 3,5 persen pada 2016 menjadi 5,8 persen pada dua tahun terakhir ini.
Oleh
erika kurnia
·3 menit baca
NATUNA, KOMPAS — Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Selat Lampa, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Natuna dua tahun terakhir ini. Ke depan, nelayan dan masyarakat setempat diharapkan dapat menjadi eksportir yang kuat.
Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal mengatakan, pertumbuhan ekonomi di Natuna pada 2016 hanya 3,5 persen. Setelah dua tahun Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) beroperasi, ekonomi Natuna tumbuh menjadi 5,8 persen.
Hal itu terjadi karena ditopang sektor perikanan yang berkontribusi 19 persen pada pertumbuhan ekonomi Natuna. SKPT ini diharapkan dapat menambah pendapatan dan menyejahterakan masyarakat Natuna, khususnya nelayan.
”Kami berharap ke depan pertumbuhan perekonomian Natuna bisa semakin meningkat dengan maksimalnya kegiatan di SKPT,” kata Abdul Hamid Rizal dalam peresmian operasionalisasi SKPT Natuna, Senin (7/10/2019).
SKPT Natuna yang dibangun selama periode 2015-2019 dengan anggaran Rp 221,7 miliar memiliki beberapa fasilitas pokok, seperti dermaga dan jalan kawasan. Fasilitas digunakan untuk mengintegrasikan berbagai kegiatan kelautan dan perikanan, mulai dari pendaratan hasil tangkapan, pengolahan, hingga pemasaran.
Pada 2018, volume produksi perikanan tangkap di SKPT Natuna sekitar 1 juta kilogram (kg) dengan nilai penjualan Rp 27,3 miliar. Sementara hingga September 2019, produksi perikanan tangkap telah mencapai 1,18 juta kg dengan nilai penjualan Rp 19,3 miliar.
Ikan hasil tangkapan nelayan yang dominan di SKPT Natuna adalah cumi, gurita, ikan karang, dan tongkol yang ditangkap menggunakan alat penangkapan bubu ikan, pancing ulur (handline), dan bagan. Ikan-ikan tersebut banyak dijual ke Pontianak, Tanjung Pinang, Batam, dan Jakarta.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bersyukur SKPT dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Natuna kendati belum dimanfaatkan secara optimal. Ia berharap SKPT dapat memperkuat komunitas yang mampu mempertahankan kelautan di kawasan terdepan Indonesia.
”Untuk itu, pemerintah akan membantu menyediakan kapal-kapal hingga tempat penyimpanan agar masyarakat bisa jadi nelayan atau eksportir yang kuat. Itu cara termudah untuk membangun sentra-sentra pertahanan berbasis masyarakat setempat,” ujar Susi.
Pemerintah akan membantu menyediakan kapal-kapal hingga tempat penyimpanan agar masyarakat bisa jadi nelayan atau eksportir yang kuat.
Sepanjang 2016-2017, KKP telah menyerahkan 70 kapal penangkap ikan. Jumlah itu terdiri dari 50 kapal penangkap ikan berukuran 5 gros ton (GT), 13 kapal 10 GT, 5 kapal 20 GT, dan 2 kapal angkutan ikan berukuran 37 GT.
Saat ini, SKPT Natuna memiliki fasilitas fungsional, antara lain kantor pengelola pelabuhan, tempat pemasaran ikan (TPI), integrated cold storage (ICS) berkapasitas 200 ton, kios bahan bakar minyak (BBM) berkapasitas 12 kiloliter, pengolahan air bersih berkapasitas 250 ton, tempat perbaikan jaring, dan kios perbekalan melaut SKPT Natuna Selat Lampa.
SKPT itu dibangun atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Dasar pembangunan SKPT yang lain adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 48 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Pulau-pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan.
Natuna ditetapkan sebagai salah satu lokasi pembangunan SKPT melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu di Pulau-pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan.
Natuna merupakan pulau terluar dan terdepan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, Vietnam, Kamboja, dan Malaysia. Jarak Natuna ke Tanjung Pinang, ibu kota Kepulauan Riau, adalah 562 kilometer.