Berita bohong atau hoaks mengenai akan terjadi gempa di Ambon, Maluku, dikendalikan oleh oknum tertentu di luar Maluku. Polisi pun memburu penyebar hoaks tersebut.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Berita bohong atau hoaks mengenai akan terjadi gempa di Ambon, Maluku, dikendalikan oleh oknum tertentu di luar Maluku. Hoaks yang bertujuan menimbulkan kepanikan warga itu sengaja dikemas untuk merusak suasana di Ambon. Pemerintah terus melakukan klarifikasi lewat media dan perangkat di tingkat bawah. Polisi pun memburu penyebar hoaks tersebut.
Hoaks masih masif beredar lewat pesan singkat, aplikasi percakapan, dan media sosial hingga Selasa (8/10/2019) siang. Salah satu hoaks itu bahkan mengarang imbauan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy yang berisi bahwa Ambon akan dilanda gempa besar. Hoaks itu mulai beredar sehari sebelumnya, Senin (7/10).
Pada umumnya, (penyebar hoaks) menggunakan akun palsu dan berada di luar Maluku.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Komisaris Besar Firman Nainggolan mengatakan, tim siber Polda Maluku sudah mengidentifikasi sejumlah akun yang menyebarkan berita hoaks terkait gempa Ambon. Tim siber juga melakukan patroli di media sosial selama 24 jam per hari untuk menghalau penyebaran hoaks.
”Kami lakukan terus counter isu dan penyelidikan terhadap penyebaran hoaks. Pada umumnya, (penyebar hoaks) menggunakan akun palsu dan berada di luar Maluku,” katanya. Tim penyelidik masih melakukan pendalaman, termasuk mencari tahu dugaan penyebaran hoaks itu dilakukan secara terorganisasi dan sistematis.
Hoaks yang beredar di Ambon seputar gempa dan tsunami. Hoaks mulai beredar setelah Pulau Ambon dan beberapa wilayah terdekat dilanda gempa bermagnitudo 6,5 pada 26 September lalu. Gempa menyebabkan 37 orang meninggal, ratusan orang luka, ribuan rumah rusak, dan belasan ribu orang mengungsi. Bencana itu menimbulkan trauma.
Menurut Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy, kondisi itu dimanfaatkan oleh penyebar hoaks untuk kepentingan tertentu. Richard menduga, hoaks bertujuan untuk merusak suasana di Ambon. Dirinya ikut menjadi korban. Penyebar hoaks mencatut namanya seolah sebagai sumber informasi bahwa Ambon akan dilanda gempa besar.
Secara resmi, Richard telah meminta Polda Maluku untuk menyelidiki kasus tersebut. ”Kalau hoaks ini hanya merugikan saya secara pribadi tak masalah. Namun, karena ini merugikan dan meresahkan seluruh masyarakat Kota Ambon, itu harus diproses. Tujuannya untuk menimbulkan efek jera,” katanya.
Literasi bencana
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin mengatakan, literasi bencana kepada masyarakat harus diperkuat. Dengan begitu, masyarakat tidak mudah terpancing informasi yang tidak benar. Ia menegaskan, tidak ada lembaga mana pun yang dapat memprediksi waktu terjadinya gempa.
Meski begitu, ia tetap mengingatkan bahwa Maluku berisiko dilanda gempa dan tsunami. Jumlah kejadian gempa lebih dari 1.000 kali dalam satu tahun. Pada tahun 2016, tercatat 1.222 kejadian, tahun 2017 sebanyak 1.392 kejadian, dan 2018 sebanyak 1.587 kejadian.
Sepanjang Januari hingga September 2019, terjadi 2.367 kejadian gempa. Adapun gempa susulan setelah gempa bermagnitudo 6,5 pada 26 September sudah terjadi 1.216 kali hingga Selasa pagi.
Menurut rekaman data kebencanaan, lanjut Andi, dari total sekitar 250 kejadian tsunami di Indonesia, 50 kejadian di antaranya terjadi di Kepulauan Maluku. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat, dari 1.231 desa/kelurahan di Provinsi Maluku, 862 di antaranya atau 71 persen berisiko dilanda tsunami. Di sana berdiam lebih kurang 1,6 juta orang.
”Yang paling penting di sini adalah menyadarkan masyarakat bahwa daerah ini rawan bencana. Masyarakat harus tahu prosedur penyelamatan diri pada saat keadaan darurat dan juga melakukan mitigasi bencana secara mandiri,” kata Andi.