Inter Milan harus banyak berbenah setelah sadar mereka belum bisa menaklukkan sang juara bertahan Serie A, Juventus. Hal yang tidak dimiliki Inter dari Juventus saat ini adalah harmoni dan pengalaman.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·4 menit baca
MILAN MINGGU - Antonio Conte pernah menjadi pelatih yang berhasil membangun pondasi bagi Juventus untuk mendominasi Liga Italia pada musim 2011-2012. Si “Nyonya Besar” terus bertumbuh kuat sejak saat itu dan menguasai takhta yang sulit direbut oleh tim-tim Italia lainnya, termasuk Inter Milan yang tampil fenomenal pada musim ini sejak dilatih Conte.
Juventus bak senjata makan tuan bagi pelatih berusia setengah abad itu. “Monster” yang dipelihara, dibiarkan tumbuh besar, dan kini justru menjadi ganjalan terbesar bagi Conte untuk mempersembahkan scudetto bagi Inter pada musim ini. Kekalahan Inter 1-2 dari Juventus di Stadion Giuseppe Meazza, Senin (7/10/2019) dini hari WIB, membuktikan bahwa rekor enam kemenangan beruntun Inter belum cukup untuk menggoyang dominasi Juventus.
Hasil laga yang dijuluki derby d’Italia atau derbi Italia ini kembali mengantar Juventus ke puncak klasemen sementara Serie A dengan 19 poin, sedangkan Inter berada di peringkat kedua dengan 18 poin. Laga ini juga mengantar Conte kembali ke kenyataan bahwa timnya masih terlalu muda dan belum matang. “Di lihat dari sisi apapun juga, Juve berada di level yang berbeda. Kami tidak bisa dibandingkan dengan mereka,” kata Conte.
Penyerang Juventus, Paulo Dybala, hanya butuh waktu empat menit untuk membobol gawang Inter yang dijaga Samir Handanovic. Dalam waktu yang cukup singkat, Juventus sudah memberikan terapi kejut untuk membuat Inter mencari pendekatan lain. Mereka tidak bisa lagi meremehkan penjagaan di sektor sayap jika melawan Juventus.
Inter baru bisa menyamakan kedudukan melalui tendangan penalti ketika bek Juventus Matthijs de Ligt menyentuh bola dengan lengannya. Keberhasilan striker Inter Lautaro Martinez mengeksekusi tendangan penalti itu cukup membuat Inter lebih agresif lagi untuk membalik keadaan.
Namun, keseimbangan Inter mulai goyah ketika gelandang Stefano Sensi harus keluar lapangan karena cedera pada menit ke-34. Kreativitas serangan mulai berkurang dan meski mendapatkan peluang, penyelesaian akhir Inter yang dilakukan Romelu Lukaku maupun Martinez belum sempurna.
Sebaliknya, Juventus justru memperagakan pergerakan bola yang begitu cair seperti ketika Gonzalo Higuain mencetak gol kemenangan pada menit ke-80. Para pemain Juventus lebih dulu menyelesaikan 24 operan sebelum bola diceploskan Higuain. Bintang Juventus, Cristiano Ronaldo, menjadi pivot dalam mengatur serangan itu.
Satu hal yang membuktikan menyatunya para pemain Juventus di lapangan adalah ketika Ronaldo yang berada di luar kotak penalti ikut menendangkan kaki kanannya dalam waktu bersamaan dengan Higuain saat menendang bola untuk mencetak gol. Para pemain memiliki skenario serangan yang sudah matang dan pemain sekaliber Ronaldo bisa merasakan sebuah momen krusial dan gol yang akan terjadi.
“Kami seharusnya masih bisa mencegah Juventus mencetak gol, tetapi seperti yang sudah saya katakan, apa yang kami alami ini adalah bagian dari sebuah proses yang melibatkan para pemain tanpa pengalaman dalam laga sebesar ini,” kata Conte seperti dikutip Football-Italia. Inter, bagi Conte, ibarat sebuah mobil dan ia akan tetap mengendarai mobil ini dengan kecepatan 200 kilometer per jam.
Langkah cepat dan kerja keras memang perlu dilakukan Conte karena ia harus menyatukan beberapa pemain yang baru masuk musim ini seperti Lukaku, Sensi, Nicolo Barella, dan Diego Godin. Sementara Juventus sudah memiliki sejumlah pemain yang telah bersama lebih dari satu musim. Pemain baru mereka seperti De Ligt atau Aaron Ramsey tinggal menyesuaikan diri, sedangkan pelatih Juventus Maurizio Sarri tinggal merancang taktik yang pas dengan bahan baku berkualitas.
Sinyal positif
Bagi Sarri, kembali ke puncak klasemen bukan hal besar dibandingkan kemampuan Juventus untuk menunjukkan karakter dan determinasi di hadapan tim yang memenangi keenam laga pertamanya. Kemenangan atas Inter ini menjadi sinyal positif bagi Juventus untuk membidik gelar juara beruntun yang kesembilan pada musim ini.
Sarri sadar bahwa target ini semakin sulit diraih karena Serie A pada musim ini lebih kompetitif. Adapun Juventus masih punya target lebih besar seperti mengangkat trofi Liga Champions. “Sebelum melangkah lebih jauh, saya merasa masih banyak hal yang perlu dibenahi. Kami harus melakukannya secara perlahan,” ujar Sarri seperti dikutip Tuttosport.
Dari laga kontra Inter, Sarri sudah puas melihat pola operan yang membaik. Namun, ia masih ingin Juventus selalu bisa mendominasi permainan, tampil lebih menekan, dan menghentikan inisiatif lawan untuk menyerang pada setiap laga. Karakter seperti itulah yang dibutuhkan Juventus untuk mempertahankan takhtanya musim ini. (AFP/REUTERS)