Wisatawan Belum Rela ”Bakar Uang” demi Keindahan Natuna
Meski memiliki keindahan alam pantai berbatu granit raksasa, eksotisme alam Natuna belum banyak dilirik wisatawan dari dalam dan luar negeri. Pengembangan produk dan paket wisata juga masih menjadi pekerjaan rumah.
Oleh
Erika kurnia
·3 menit baca
NATUNA, KOMPAS — Meski memiliki keindahan alam yang khas dengan pantai bebatuan granit raksasa, eksotisme alam Natuna belum banyak dilirik wisatawan dari dalam dan luar negeri. Pengembangan produk dan paket wisata juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat setempat.
Kabupaten sekaligus pulau di Kepulauan Riau itu menyimpan banyak keindahan di bawah laut, pesisir, serta dataran tinggi. Selain dikenal sebagai kawasan penyelaman dengan obyek kapal karamnya, beberapa situs alam di daerah terdepan Indonesia itu saat ini telah berstatus sebagai Taman Bumi atau Geopark Nasional sejak November 2018.
Sayangnya, menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kepulauan Riau (Kepri) Tupa Simanjuntak, belum banyak orang yang rela ”membakar uang” demi berwisata ke Natuna. Hal itu karena Natuna belum mengembangkan dan mempromosikan wisata secara lebih kuat.
”Nomor satu, Natuna harus punya pengembangan produk wisata. Orang harus dapat informasi yang jelas tentang pantai A atau pulau B. Kekuatan atau potensi setiap lokasi wisata itu harus disampaikan dulu,” tuturnya saat dihubungi Kompas, Rabu (9/10/2019).
Natuna harus punya pengembangan produk wisata.... Kekuatan atau potensi setiap lokasi wisata itu harus disampaikan dulu.
Jika produk wisata bagus, lanjut Tupa, masyarakat akan rela mengeluarkan uang demi berkunjung ke Natuna. Kunjungan wisatawan yang meningkat otomatis akan mendorong daerah mengembangkan fasilitas penunjang pariwisata dan operator transportasi untuk membuka aksesibilitas ke daerah tersebut.
Hingga saat ini, Natuna masih memiliki sedikit hotel. Berdasarkan pencarian Google Maps, hanya ada sembilan hotel nonbintang yang tercatat. Situs wisata, seperti Batu Alif di Kecamatan Bunguran Timur, juga menawarkan penginapan berjenis rumah inap (homestay) tersendiri dengan kapasitas terbatas.
Dari segi akses, penerbangan merupakan transportasi tercepat menuju Natuna. Namun, Natuna baru dapat diakses melalui pintu masuk Batam yang berjarak sekitar 562 kilometer. Adapun maskapai penerbangan swasta Lion Group dan Sriwijaya Air hanya melayani pada Senin-Sabtu, dengan harga tiket lebih dari Rp 1 juta sekali perjalanan.
”Kondisi itu yang membuat kunjungan ke pulau terluar, seperti Natuna atau Anambas tidak signifikan. Kalau pada 2018 Kepri dapat 2,4 juta wisatawan mancanegara, 75 persennya ke Batam dan 15 persen di Bintan,” tuturnya.
Pemerintah Kabupaten Natuna memprioritaskan pembangunan dan pengembangan pariwisata bersamaan dengan sektor perikanan. Namun, pembangunan itu dinilai membutuhkan waktu untuk dapat menarik banyak wisatawan.
Salah satu langkah yang diupayakan pemerintah daerah adalah dengan mengadakan kegiatan bulanan, yang strategis menarik kunjungan wisatawan, terutama dari luar negeri.
Pada Juli lalu, misalnya, Festival Layang-layang Internasional diadakan di pusat kabupaten di Ranai dan diikuti 21 peserta dari 10 negara Eropa, Asia, dan Australia. Bulan sebelumnya, festival olahraga dan kesenian juga diadakan di Pulau Senua.
”Dengan adanya atraksi-atraksi wisata rutin semacam itu, wisatawan akan datang sendiri,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Natuna Wan Siswandi di Natuna.
Sumber daya manusia bidang wisata
Seiring dengan upaya menarik wisatawan, pemerintah daerah Natuna juga terus mengupayakan pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata dan sumber daya manusia.
Upaya membangun infrastruktur tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga badan usaha atau kementerian lain agar fasilitas, mulai dari penginapan hingga telekomunikasi, terjamin.
Pemerintah Kabupaten Natuna juga telah berupaya memberikan pendidikan yang tepat guna, seperti keahlian bahasa asing dan kepariwisataan, kepada siswa sekolah menengah.
Dalam hal sumber daya manusia, Pemerintah Kabupaten Natuna juga telah berupaya memberikan pendidikan yang tepat guna, seperti keahlian bahasa asing dan kepariwisataan, kepada siswa sekolah menengah. Tahun ini, Wan mengatakan, sejumlah siswa dikirim ke Batam untuk mendapat pelatihan wirausaha di bidang pariwisata.
”Pelan-pelan, tetapi pasti, kami kerjakan, mulai dari administrasinya hingga operasionalisasinya. Yang pasti, kami enggak bisa bekerja sendiri,” ujarnya.