Terhitung sejak Januari hingga saat ini, Rumah Sakit Prof Dr Soerojo Magelang, Jawa Tengah, telah mengevakuasi 40 orang dengan gangguan jiwa yang dipasung di rumahnya masing-masing.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS- Terhitung sejak Januari hingga saat ini, Rumah Sakit Prof Dr Soerojo Magelang, Jawa Tengah, telah mengevakuasi 40 orang dengan gangguan jiwa yang dipasung di rumahnya masing-masing. Rata-rata mereka telah dipasung dalam jangka waktu berkisar 5-10 tahun.
Direktur Utama Rumah Sakit Prof Dr Soerojo, Eniarti mengatakan kondisi terpasung dengan keterbatasan akses untuk bergerak serta kotornya kondisi lingkungan mengakibatkan banyak penderita yang dievakuasi itu ditemukan mengalami gangguan fisik dan menderita sejumlah penyakit penyerta.
“Banyak penderita gangguan jiwa kami temukan dalam kondisi kurang gizi, hanya kulit membalut tulang. Selain itu, sebagian diantaranya juga ada yang menderita anemia, dan infeksi paru,” ujarnya, saat ditemui, dalam acara pembukaan outbond bersama rehabilitan di Rumah Sakit Prof Dr Soerojo, Kamis (10/10/2019).
Sebagian penderita gangguan jiwa tersebut ada yang dipasung dengan cara dirantai, dan sebagian lainnya bahkan ada yang dipasung dengan menggunakan rangka kayu, yang dipasang sebagai penjepit bagian tangan atau kaki. Pemasungan dengan rangka kayu ini membuat penderita gangguan jiwa hanya bisa duduk sepanjang waktu.
Metode itu juga menyebabkan tulang beberapa penderita gangguan jiwa, bengkok. Sejumlah penderitan gangguan jiwa tersebut ada pula yang dipasung dengan cara dikurung dalam sebuah ruangan.
Ganguan fisik dan penyakit penyerta tersebut, menurut Eniarti, terjadi karena semua penderita gangguan jiwa yang dipasung, baik dengan cara dikurung dalam kamar, dirantai, ataupun dipasung di rangka kayu, semuanya dibiarkan dalam kondisi lingkungan yang buruk dan sangat kotor. Mereka dibiarkan beraktivitas, melakukan berbagai kegiatan, mulai dari makan, buang air besar dan buang air kecil di ruangan yang sama.
Kebanyakan penderita gangguan jiwa itu berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah. Dalam satu rumah, satu keluarga bahkan bisa memasung lebih dari satu orang anggota keluarganya.
Dalam hal ini, lanjut Eniarti, keluarga pun tidak bisa disalahkan. Selain tidak tahu bagaimana untuk menangani kasus gangguan jiwa, keluarga biasanya memilih cara pemasungan karena adanya tekanan dari lingkungan sekitar yang tidak bisa menerima penderita.
Keluarga biasanya memilih cara pemasungan karena adanya tekanan dari lingkungan sekitar yang tidak bisa menerima penderita.
“Karena warga, para tetangga, khawatir penderita akan mengamuk, dan mengganggu lingkungan di sekitarnya, maka akhirnya keluarga pun memilih solusi dengan cara memasung penderita,” ujarnya.
Muhroni (76), warga Desa Sidorejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, akhirnya membiarkan istrinya, Solekah (70) dan putrinya, Kamilah (33), dievakuasi, dan dibawa untuk dirawat di RSJ Prof Dr Soerojo Magelang, pada pertengahan September lalu. Sebelumnya, baik istri maupun anaknya tersebut dipasung dengan cara dikurung dalam sebuah kamar di rumah.
Selain karena memang ingin merawat sendiri, menurut dia, upaya pemasungan di rumah sengaja dilakukan karena putrinya yang pernah dibawa ke klinik swasta khusus perawatan gangguan jiwa, justru diganggu oleh rekan-rekannya di klinik.
Dia juga sengaja mengurung karena jika dibiarkan bebas di rumah, maka istri dan anaknya tersebut dikhawatirkan justru akan hilang, tidak diketahui keberadaannya karena berkeliaran di jalan. “Saya khawatir mereka akan hidup menggelandang di jalan,” ujarnya.
Gangguan jiwa masyarakat
Rumah Sakit Jiwa Prof Dr Soerojo saat ini juga terus intens melakukan pelatihan, pembinaan kader-kader kesehatan jiwa di lingkungan desa/kelurahan, serta konselor jiwa di sekolah. Kader dan konselor ini diharapkan nantinya dapat membantu upaya penanganan gangguan jiwa, mulai dari skala gangguan ringan hingga sedang, yang selama ini seringkali tidak diketahui dan tidak terdeteksi.
“Dengan penanganan pada skala gangguan jiwa ringan dan sedang itu, maka diharapkan nantinya, para kader dan konselor tersebut dapat membantu mencegah terjadinya gangguan jiwa dalam skala parah ataupun mencegah kemungkinan buruk lainnya seperti bunuh diri,” ujarnya.
Saat ini pihaknya telah membina ratusan kader, dan konselor di Kota dan Kabupaten Magelang. Konselor jiwa yang dimaksudkan adalah mereka yang terlibat dalam program Sahabat Tempat Curhat, yang kini telah dilaksanakan di banyak SMP dan SMA di Kota dan Kabupaten Magelang.
Dalam program tersebut, para siswa yang telah dilatih menjadi konselor bertugas mendeteksi gangguan jiwa dari rekan-rekannya dan membantu memecahkan persoalan yang dihadapi oleh temannya, dengan memposisikan diri sebagai rekan sebaya, tempat berkeluh kesah.