Pembinaan sepak bola usia ini bukan sekadar meraih kemenangan dan gelar juara di akhir musim. Kompetisi usia muda adalah ajang menempa mental dan karakter pemain, supaya kelak bisa menjadi andalan tim nasional.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Selain mengasah teknik dan pemahaman taktik, Liga Kompas Kacang Garuda U-14 bertujuan memoles karakter para pemain muda yang menjadi tulang punggung masa depan sepak bola Indonesia. Semangat itu diharapkan dibawa pada pekan keempat Liga Kompas di Lapangan Universitas Muhamaddiyah Jakarta, Minggu (13/10/2019) ini.
Pekan keempat ini bakal menyajikan salah satu laga menarik, yaitu antara sekolah sepak bola (SSB) Bintang Ragunan dan Matador Mekarsari. Kedua tim bertekad melanjutkan tren positif dan semangat juang tinggi setelah meraih kemenangan pada pekan lalu. Ragunan menang 2-0 atas Benteng Muda IFA, adapun Matador menggilas Metro Kukusan 3-0.
Menurut Teuku Chairul Wisal, Pelatih Bintang Ragunan, kemenangan perdana pada musim 2019-2020 itu mengatrol kepercayaan diri timnya. Setelah sempat kurang percaya diri dan memeragakan permainan defensif di tiga laga terakhir, Ragunan tidak segan untuk tampil terbuka dan ofensif menghadapi Matador, tim peringkat kedua di klasemen Liga Kompas saat ini.
“Laga ini bakal menarik dan ketat. Mereka (Matador) punya satu-dua pemain yang bagus. Namun, secara umum, kualitas kami tidaklah jauh berbeda. Untuk itu, di laga ini, niat awal kami adalah bermain menyerang. Mental anak-anak saya rasa sudah siap,” ujar Teuku yang sudah mengamati permainan calon lawannya, Matador, menjelang duel tersebut.
Meskipun tampil lebih berani, Teuku berharap para pemainnya tidak meninggalkan karakter yang menjadi keunggulan mereka di laga sebelumnya, yaitu tampil disiplin, ngotot, dan kolektif dalam mengawal para pemain lawan. Kolektivitas itu membuat lini pertahanan mereka sulit dibongkar para penyerang Benteng Muda IFA.
Di kubu sebaliknya, Pelatih Matador Mekarsari Supriyono Prima mewanti-wanti timnya agar tidak mudah berpuas diri dan mewaspadai ancaman Ragunan. Matador kini tengah di atas angin. Mereka belum pernah kehilangan poin dan mencatatkan kemenangan beruntun di tiga pekan awal Liga Kompas musim ini. Hanyalah Bina Taruna, juara bertahan sekaligus pemuncak klasemen saat ini, yang bisa menyamai laju sempurna Matador itu.
Meskipun demikian, Supriyono telah mengingatkan timnya agar tidak semata-mata mengejar kemenangan di sebuah laga maupun menjadi juara di akhir musim kompetisi. Bagi dia, berkembangnya karakter bermain dan kualitas individu para pemain jauh lebih penting. “Ada atau tidak saya (mendampingi laga maupun latihan), kalian harus punya karakter dalam bermain. Ini adalah hal terpenting,” ujarnya kepada timnya.
Pep Guardiola
Karakter yang dimaksud Supriyono itu adalah kemauan untuk terus unjuk bakat dan kemampuan serta bermain cerdas dalam kondisi apa pun di sebuah laga. Baginya, sepak bola usia dini sejatinya panggung unjuk kebolehan bakat-bakat muda, bukan sebuah tim atau SSB. “Sepak bola usia dini adalah tentang (kualitas) individu. Seperti dikatakan Pep Guardiola (manajer sepak bola asal Spanyol), no teknik no play,” tukas pelatih berlisensi B AFC ini.
Meskipun tidaklah mudah, ia berharap anak-anak asuhnya bisa memeragakan teknik bermain ala Spanyol yang menjadi salah satu inspirasi dalam penyusunan Filanesia (Filosofi Sepak Bola Indonesia) yang menjadi kurikulum sepak bola berbagai kelompok usia di Tanah Air saat ini. Selain built up play lewat operan-operan pendek, anak-anak diharapkan mampu menampilkan teknik tinggi satu-dua sentuhan.
Pentingnya masalah karakter bermain itu juga ditekankan Pelatih Intan Soccer Cipta Cendikia, Yance Putra. Baginya, otot maupun otak sama-sama pentingnya dalam sepak bola modern. Untuk itu, ia selalu mengingatkan para pemainnya untuk menghargai nilai-nilai luhur seperti menghormati wasit dan pemain setiap kali bertanding.
Maka itu, meskipun mengejar kemenangan pada laga kontra Pelita Jaya, Minggu ini, Yance berharap timnya tidak menghalalkan segala cara untuk meraih target itu. “Bagi saya, tugas pelatih (usia muda) adalah mencetak pemain masa depan. Jadi, bukan mencetak juara maupun semata soal urusan menang atau kalah,” ungkapnya.
Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha Destria membenarkan, salah satu harapan yang disandangkan ke kompetisi usia muda, baik amatir maupun profesional, adalah pembentukan karakter pemain sejak dini. Ia prihatin dengan kabar maraknya tindakan tidak terpuji pemain-pemain muda seperti mengolok-olok wasit dan pemain. “Pelanggaran (disiplin) ini biasanya tidak terekspos karena terjadi di lorong menuju kamar ganti,” tuturnya di Menara Kompas, Jumat lalu.
Ia pun sependapat dengan pandangan bahwa sepak bola usia dini sejatinya bukanlah menghasilkan tim-tim juara, melainkan mengembangkan lebih banyak individu berbakat dan berkarakter baik.