Gunung Merapi masih menyimpan potensi erupsi susulan. Kendati demikian, erupsi yang mungkin terjadi dipastikan tidak akan sebesar erupsi yang terjadi pada tahun 2006 dan 2010.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Gunung Merapi masih menyimpan potensi erupsi susulan. Meski demikian, erupsi yang mungkin terjadi dipastikan tidak akan sebesar erupsi yang terjadi pada tahun 2006 dan 2010.
Demikian diungkapkan Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Hanik Humaida saat ditemui di sela-sela kunjungannya ke Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (15/10/2019).
Potensi erupsi yang diprediksi tidak besar tersebut, menurut dia, terlihat dari, antara lain, volume material vulkanik Merapi. Volume saat ini terdata hanya 468.000 meter kubik. Angka ini jauh di bawah volume material vulkanik yang dilontarkan saat erupsi besar Merapi pada tahun 2010 yang mencapai 170 juta meter kubik.
Kawah Merapi yang terbentuk dari erupsi tahun 2010 memiliki kapasitas total 10 juta meter kubik.
Volume material vulkanik bahkan juga tidak sebanyak volume setelah erupsi tahun 2006 yang terdata sebanyak 5 juta meter kubik. Volume material vulkanik sebanyak 468.000 meter kubik tersebut, menurut Hanik, menandakan bahwa kawah gunung tersebut tidak terisi penuh.
Ia menjelaskan, dengan diameter 400 meter dan kedalaman 100-150 meter, kawah Merapi yang terbentuk dari erupsi tahun 2010 memiliki kapasitas total 10 juta meter kubik. Kalaupun terisi penuh, tidak mungkin keseluruhan material itu akan terlontar. Berdasarkan penelitian, jumlah maksimal material vulkanik yang keluar dari Merapi saat erupsi hanya sekitar 50 persen dari total volume material yang tersimpan.
Hanik mengatakan, melihat kondisi saat ini, erupsi Merapi masih akan terjadi dengan melepaskan akumulasi gas dan lava pijar. Namun, dia tidak bisa memastikan sampai kapan kondisi ini akan berlangsung.
Seperti diberitakan sebelumnya, erupsi Gunung Merapi terjadi pada Senin (14/10) pukul 16.31. Erupsi tersebut berdurasi 270 detik dan amplitudo sejauh 75 milimeter. Erupsi melepaskan awan panas dengan kolom letusan setinggi 3.000 meter dari atas puncak. Setelah erupsi, terjadi hujan abu tipis hingga radius 25 kilometer dari puncak Merapi.
Setelah erupsi pada Senin sore, Merapi terpantau dua kali mengeluarkan awan panas, yakni pada pukul 20.18 dan pukul 00.00. Namun, pada Selasa (15/10), kondisi gunung itu terpantau kembali tenang.
Karena saking tenangnya, kami bahkan sempat berpikir untuk menurunkan status.
Erupsi pada Senin sore tersebut, menurut Hanik, tidak terdeteksi sebelumnya. Selama tiga minggu sebelum kejadian, aktivitas vulkanik Merapi terpantau sangat tenang. ”Karena saking tenangnya, kami bahkan sempat berpikir untuk menurunkan status,” ujarnya.
Namun, rencana tersebut akhirnya dibatalkan karena Merapi masih memperlihatkan aktivitas gempa vulkanik. Gunung Merapi sudah berstatus Waspada (level II dari empat level) sejak 21 Mei 2018.
Hanik mengatakan, semua pihak diminta memahami kondisi Merapi yang tidak menentu semacam ini. Karena itu, sekalipun saat ini kondisi sudah tenang, masyarakat diminta untuk tetap siaga.
Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Didik Wahyu Nugroho mengatakan, sesuai instruksi dari BPPTKG, pihaknya meminta masyarakat untuk tetap waspada. Warga juga diminta mematuhi jarak aman dengan tidak memasuki wilayah dalam radius 3 kilometer dari puncak Merapi.
Sureni Risyanta, Kepala Desa Sengi, Kecamatan Dukun, mengatakan, sejak Merapi berstatus Waspada pada Mei tahun lalu, pihaknya langsung memperbanyak jumlah tim siaga bencana di desa. Jika sebelumnya hanya ada tim siaga bencana Desa Sengi, kini telah dibentuk tim siaga di enam dusun dan 36 rukun tetangga (RT).
”Dengan pembentukan tim siaga ini, kami berharap kesiagaan bisa muncul hingga di lingkup terkecil di tingkat RT,” ujarnya. Desa Sengi berjarak sekitar 8 kilometer dari puncak Merapi.