Manuver Prabowo Subianto Menjelang Pelantikan Presiden Jokowi
Setelah bertemu Presiden Joko Widodo, Prabowo Subianto lincah mendekati partai-partai di Koalisi Indonesia Kerja, koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin. Sinyal untuk bergabung ke koalisi pemerintahan terpilih menguat.
Sepekan sebelum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada Minggu (20/10/2019), gerak politik Ketua Umum Partai Gerindra semakin lincah. Selain menemui Presiden, satu per satu ketua umum partai politik anggota Koalisi Indonesia Kerja dia datangi. Sinyal untuk bergabung ke koalisi pemerintahan terpilih semakin kuat.
Setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo, Jumat (11/10/2019), Prabowo kian intens menemui partai-partai anggota Koalisi Indonesia Kerja (KIK), koalisi partai politik pendukung Jokowi-Amin.
Pada Minggu (13/10/2019) malam, misalnya, Prabowo bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di kediaman Paloh, di Jakarta.
Selama 1,5 jam berdiskusi, baik Prabowo maupun Surya Paloh tak mau mengakui pembahasan ihwal kemungkinan Gerindra masuk ke KIK. Meski demikian, keduanya mengaku menemukan banyak titik persamaan. Salah satunya, menempatkan kepentingan nasional di atas segala kepentingan.
Pertemuan keduanya bahkan melahirkan tiga kesepakatan politik, yaitu sama-sama memperbaiki citra partai, mencegah dan melawan radikalisme, serta mengusulkan agar amendemen UUD 1945 dilakukan secara menyeluruh.
”Potensi kedekatan, potensi kelemahan Mas Prabowo, kelemahan yang ada pada diri saya, potensi kelebihan kekuatan Mas Prabowo, yang ada pada diri ini, kalau disatukan bisa memberikan sesuatu yang lebih berarti bagi percepatan pembangunan kehidupan kebangsaan kita,” kata Paloh.
Sehari setelah berjumpa Surya Paloh, giliran Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar yang dikunjungi Prabowo, Senin (14/10/2019) malam. ”Kami welcome, ahlan wa sahlan, siap menyambut. Kami siap menyajikan nasi kebuli untuk beliau, kami sambut dengan penuh kekeluargaan,” ujar Muhaimin.
Baca juga: Ujian dalam Membentuk Kabinet Baru
Ia mengungkapkan, pertemuan diinisiasi oleh Gerindra. Kabar akan datangnya tamu tersebut, dia baru terima Senin pagi.
”Kita perlu bertarung, kita perlu berkompetisi, pada saatnya kita kompetisi, kita adu gagasan, kita adu argumen, kita adu pemikiran. Tapi begitu pertarungan selesai, kita harus bertemu, kita harus cari titik-titik persamaan, dan negara seperti kita memerlukan penggabungan semua kekuatan untuk bekerja demi rakyat,” kata Prabowo seusai pertemuan dengan Muhaimin.
Ditanyakan jika Gerindra masuk dalam KIK dan Kabinet Jokowi-Amin, Muhaimin tidak menolak. ”Iyalah, tidak apa-apa. Yang namanya kerja sama untuk kepentingan rakyat di mana saja, siap di mana saja,” kata Muhaimin.
Setelah Muhaimin, Prabowo berencana bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Christina Aryani membenarkan hal ini. Pertemuan kedua ketua umum kabarnya akan dilakukan pada Selasa (15/10/2019).
Christina belum bisa menjelaskan secara gamblang ihwal konten agenda tersebut. Namun, dia memprediksi, ada kesamaan dengan pembicaraan yang dilakukan Prabowo dan anggota KIK lainnya.
Menjadi perantara
Jika ditilik ke belakang, pendekatan Prabowo ke partai-partai di KIK sudah lama dilakukan. Pada September 2019, Prabowo menemui Ketua Dewan Kehormatan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) AM Hendropriyono yang dibalas kunjungan Hendropriyono ke kediaman Prabowo.
Kemudian Prabowo sudah berulang kali bertemu Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa. Menurut Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani, setidaknya sudah tiga kali Suharso bersama Arsul, bertemu Prabowo pasca-pilpres. ”Terakhir itu tiga minggu yang lalu, kami bertemu di rumah Pak Suharso Monoarfa di Pondok Indah, Jakarta,” ujarnya.
Baca juga: Presiden Jokowi: Susunan Kabinet Rampung
Dalam beberapa kali pertemuan, Prabowo memaparkan konsep pembangunan negara yang telah ia susun selama ini. Bagi dia, pembangunan semestinya dilakukan untuk memenuhi beberapa tujuan, di antaranya swasembada pangan, air, dan energi.
Arsul mengaku, selain sebagai anggota KIK, PPP juga ditemui untuk menjadi perantara pembicaraan antara Prabowo dan Joko Widodo. ”PPP menyampaikan konsep pembangunan (dari Prabowo) kepada Presiden. Pak Jokowi pun memandang perlu untuk bertemu Pak Prabowo,” kata Arsul.
Selain sebagai anggota KIK, PPP juga ditemui untuk menjadi perantara pembicaraan antara Prabowo dan Joko Widodo.
Adapun pendekatan dengan partai pengusung utama Joko Widodo, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), sudah dimulai lebih awal lagi. Prabowo sudah menemui Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tiga bulan setelah pilpres, yaitu pada akhir Juli 2019. Sebulan setelahnya, Prabowo pun hadir sebagai salah satu tamu kehormatan dalam Kongres PDI-P di Bali.
Baca juga: Rival Politik di Tengah Iming-iming Jabatan Menteri
Istimewa
Pertemuan dengan Megawati memberikan pengaruh besar terhadap Prabowo. Baik dalam pengambilan keputusan di internal partai maupun terkait hubungannya dengan Presiden.
Contohnya, saat pemilihan Ketua MPR dua pekan lalu, Prabowo membatalkan pencalonan Ahmad Muzani, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, untuk merebut kursi Ketua MPR. Pembatalan dilakukan setelah adanya pembicaraan antara Prabowo dan Megawati, yang akhirnya bersepakat untuk mendukung Bambang Soesatyo, politisi Partai Golkar, untuk menjadi Ketua MPR.
Hubungan Prabowo dan Presiden Joko Widodo tak kalah eratnya. Saat menemui Presiden di Istana Merdeka pada Jumat (11/10/2019), boleh dibilang ia mendapatkan perlakuan istimewa.
Setelah berdiskusi hampir satu jam, Presiden menggelar konferensi pers khusus untuk menyampaikan hal-hal yang dibicarakan oleh kedua tokoh itu. Prabowo diajak untuk ikut serta dalam jumpa pers itu. Bahkan, Presiden, Prabowo, dan para wartawan berswafoto bersama. Foto tersebut viral, bahkan menjadi gambar headline sejumlah media cetak keesokan harinya.
Hal serupa tidak terlihat seusai Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden Keenam RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sehari sebelumnya. Tak ada konferensi pers, apalagi swafoto bersama Yudhoyono kala itu.
Yudhoyono juga tidak seperti Prabowo yang gencar mendekati partai-partai di KIK. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar berdalih tidak ada intensi Demokrat mengejar jabatan menteri di Kabinet Jokowi-Amin sekalipun Demokrat mendukung pemerintah. Dengan demikian, Demokrat tidak memiliki agenda untuk bersafari politik ke partai anggota KIK.
Kedatangan Yudhoyono ke Istana juga disebutnya hanya untuk memenuhi undangan dari Presiden.
Juru Bicara Prabowo Dahnil Anzar Simanjuntak juga menampik pertemuan-pertemuan dengan elite partai-partai di KIK sebagai upaya untuk masuk dalam koalisi dan mendudukkan kader Gerindra dalam kabinet. Pertemuan sebatas upaya rekonsiliasi pasca-Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
Pak Prabowo sudah pernah berkomunikasi dengan koalisi kami, Koalisi Adil Makmur. Setelah itu, tentu beliau mau bersilaturahmi dan mendengar dari partai koalisi Pak Jokowi.
”Pak Prabowo sudah pernah berkomunikasi dengan koalisi kami, Koalisi Adil Makmur. Setelah itu, tentu beliau mau bersilaturahmi dan mendengar dari partai koalisi Pak Jokowi,” kata Dahnil.
Terkait sikap politik Gerindra, dia menyatakan akan diputuskan dalam Konferensi Nasional Gerindra yang menghadirkan tak hanya elite Gerindra di Pusat, tetapi juga pimpinan-pimpinan daerah dari Partai Gerindra, Rabu (16/10/2019). Menurut rencana, hasil konferensi akan diumumkan kepada publik pada Kamis (17/10/2019).
Gerindra berpeluang
Sekalipun dibantah, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana menengarai manuver Prabowo ke partai-partai KIK merupakan bagian dari upaya masuk dalam KIK dan mendapat jatah menteri. Apalagi sebelumnya, sejumlah partai KIK mengisyaratkan keberatan mereka jika ada partai baru masuk KIK.
Baca juga: Syarat Koalisi Jokowi-Amin Saat Sinyal Perluasan Koalisi Muncul
Peluang Gerindra untuk bergabung dalam koalisi dilihat Aditya lebih besar ketimbang partai non-KIK lainnya. Selain terlihat dari perlakuan Presiden, hubungan baik antara Prabowo dan Megawati jadi faktor penyebab lainnya.
Kedua tokoh itu sudah lama saling mengenal. Bahkan, pada Pilpres 2009, Megawati-Prabowo maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Walaupun upaya mereka gagal, kalah dari pasangan Yudhoyono-Boediono.
Berbeda dengan Prabowo, Yudhoyono memiliki relasi yang rumit dengan Megawati. Sekalipun sudah berulang kali bertemu, dia melihat Megawati masih kecewa dengan Yudhoyono. Ini bisa menjadi ganjalan bagi Demokrat untuk bisa masuk bergabung dalam KIK.
Manuver Prabowo bertemu ketua umum partai-partai KIK, Aditya melanjutkan, bisa semakin melapangkan jalan Gerindra.
Intensi Gerindra
Gerindra dinilainya memiliki intensi masuk dalam KIK karena di antara sembilan partai yang lolos ambang batas parlemen, hanya Gerindra yang belum pernah duduk di pemerintahan. Tanpa masuk ke pemerintahan, tidak ada satu pun program partai yang didirikan sejak 2008 itu bisa diimplementasikan negara.
Baca juga: Profesionalitas Kabinet Dipertaruhkan
”Padahal, hanya dengan bergabung ke pemerintah, sejumlah program yang telah digagas dan dikampanyekan selama Pilpres 2019 bisa dilaksanakan,” kata Aditya.
Selain itu, keberadaan di pemerintahan juga terkait dengan nasib partai lima tahun ke depan. Partai membutuhkan akses terhadap sumber daya negara untuk bisa bertahan hidup. Dan akses tersebut, tak bisa didapatkan oleh partai non-pemerintah.
Baca juga: Musim Gugur Oposisi
Jika betul pandangan-pandangan itu mendasari intensi partai-partai non-KIK untuk masuk ke KIK, sungguh disayangkan. Partai semestinya konsisten dengan ideologi dan program yang diusung. Kedua hal itu semestinya tidak dipaksakan untuk bisa sejalan dengan partai lain hanya demi kepentingan pragmatis.