Anies: Banyak Hal yang Memerlukan Waktu
Dua tahun memimpin Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui masih banyak program yang belum paripurna karena membutuhkan waktu dalam pelaksanaan.
Dua tahun memimpin Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui masih banyak program yang belum paripurna karena membutuhkan waktu dalam pelaksanaan.
JAKARTA, KOMPAS — Gubernur Anies mengklaim, 14 program unggulan mulai terlihat bentuknya. Ia pun optimistis bisa mewujudkan janji kampanye saat Pilkada 2017.
Anies dilantik sebagai Gubernur DKI pada 16 Oktober 2017. Kala itu, ia berpasangan dengan Sandiaga Uno sebagai Wakil Gubernur, sebelum Sandiaga maju dalam Pilpres 2019.
Dalam paparan kepada media, Selasa (15/10/2019), Anies menjelaskan, dengan mengedepankan kolaborasi bersama masyarakat, sejumlah program yang ia janjikan saat kampanye Pilkada 2017 mulai terwujud. Kolaborasi pemerintah dan masyarakat dilakukan untuk memastikan yang dikerjakan pemerintah sesuai kebutuhan masyarakat.
Program DP Rp 0, kata Anies, ada 780 rumah sudah terbangun di Nuansa Pondok Kelapa, Jakarta Timur, tahun 2019. Ke depan, ia berharap pihak swasta turut membangun rumah untuk DP Rp 0 itu.
Dalam bidang transportasi, Anies mengklaim jaringan transportasi publik makin terintegrasi melalui JakLingko. Jumlah penumpang bus Transjakarta, kata Anies, naik dua kali lipat dalam dua tahun ke kisaran 640.000 orang per hari.
Program lain yang ia klaim terwujud adalah penataan trotoar. Dua tahun ini, 134 kilometer trotoar direvitalisasi. Pada 2020, panjang trotoar akan bertambah 47 km lagi.
Program lain yang berjalan adalah pembangunan taman kota, pembagian kartu sejahtera, distribusi pangan murah, perlindungan perempuan dan anak, beragam pergelaran bergengsi di Jakarta, program makanan tambahan untuk anak sekolah, perluasan penerima manfaat penggratisan Pajak Bumi dan Bangunan, pengaspalan jalan kampung, aksesibilitas Pulau Seribu, dan hibah untuk guru PAUD.
”Dari rencana pembangunan yang kami susun dan kami laksanakan ini adalah untuk dituntaskan selama 5 tahun. Jadi, banyak program yang sekarang sudah berjalan sudah dilaksanakan, tetapi sebenarnya masih in progress karena baru 40 persen dari perjalanan tugas di Jakarta. Saya ingin menempatkan itu supaya kita sama-sama menyadari bahwa sesungguhnya banyak hal yang dikerjakan memerlukan waktu dan sebagian itu menimbulkan tantangan di saat menjalani,” paparnya.
Dia mencontohkan, saat penataan trotoar, otomatis ada kemacetan.
Sejumlah catatan
Nirwono Joga, pengamat perkotaan, menilai, ke-14 program itu dominan program nonfisik sehingga tidak terlihat atau tidak dapat dirasakan langsung masyarakat.
Ia memiliki sejumlah catatan atas kebijakan itu. Revitalisasi trotoar, misalnya, merupakan program lanjutan dari era Basuki Tjahaja Purnama, terutama dalam menyambut Asian Games 2018.
”Justru rencana kebijakan Anies yang akan melegalkan PKL di trotoar itu merusak niat awal program revitalisasi trotoar untuk memberi kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki. Bahkan, melanggar aturan hukum UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,” tuturnya.
Catatan lainnya adalah pembangunan taman maju bersama (TMB). Menurut Nirwono, yang dikerjakan pemerintah adalah memperbaiki taman-taman yang ada, tetapi tidak terawat. Taman itu lalu disebut TMB, seperti di Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Artinya, tidak banyak taman baru dan ruang terbuka hijau baru.
Terkait DP Rp 0, ia melihat calon penghuni bukan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) seperti dijanjikan saat kampanye. Sebab, disyaratkan calon penghuni berpenghasilan Rp 4-7 juta dengan cicilan selama 20 tahun. Ini riskan karena jabatan gubernur hanya 5 tahun.
Uang muka yang ditalangi APBD juga bermasalah karena harus dibayarkan bertahap, bukan gratis.
Pembangunan aksesibilitas Kepulauan Seribu, menurut Nirwono, masih jauh dari berhasil. ”Belum ada rencana induk pembangunan Kepulauan Seribu yang mandiri dan berkelanjutan, transportasi yang andal ke Kepulauan Seribu, penataan permukiman yang layak, pengelolaan sampah dan penyediaan air bersih serta sanitasi yang memadai. Jadi, masih banyak pekerjaan rumah untuk Kepulauan Seribu,” tuturnya.
Sehari sebelumnya, Populi Center merilis turunnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Pemprov DKI Jakarta dalam satu tahun terakhir.
Sebanyak 65,5 persen dari 600 responden menjawab puas, sedangkan 28,1 persen menyatakan tidak puas, dan 6,3 persen menjawab tidak tahu/tidak jawab. Pada Oktober 2018, hasil survei Populi Center menunjukkan, masyarakat yang puas terhadap kinerja Pemprov DKI 69,8 persen, sedangkan 27,9 persen tidak puas, dan 2,5 persen tidak tahu/tidak jawab.
”Jadi, ada kecenderungan penurunan kepuasan masyarakat untuk tahun kedua Anies memimpin Jakarta,” ujar Peneliti Populi Center, Jefri Adriansyah, Senin.
Dari survei, sejumlah alasan responden yang mendasari jawaban penurunan kinerja Pemprov DKI adalah tidak ada perubahan (13,1 persen), tidak transparan (2,2 persen), lapangan kerja susah (1,8 persen), kemacetan (1,7 persen), ekonomi sulit (1,6 persen), dan program tidak jalan (1,4 persen).
Responden juga menyebutkan sejumlah program yang paling tidak dirasakan manfaatnya, antara lain program rumah DP Rp 0 (16,5 persen), lapangan kerja sulit (6,2 persen), dan program One Kecamatan, One Center of Entrepreneurship atau OK Oce (2,4 persen).
Jefri menuturkan, reaksi publik atas kinerja pemerintahan itu sangat bisa menjadi acuan karena memotret situasi kelas menengah ke bawah. Dalam survei, persentase responden dengan tingkat pendidikan SD-SMP sebesar 35,6 persen dari 600 koresponden, kemudian 16,7 persen responden memiliki pengeluaran kurang dari Rp 2 juta setiap bulan.
Populi Center juga berhasil memotret masih kuatnya polarisasi di akar rumput meski pemilu telah lewat hampir dua tahun yang lalu. Secara umum, ketika dilekatkan pada nama gubernur dan kebijakan gubernur, hasilnya tak jauh berbeda dengan kondisi persentase keterpilihan gubernur tersebut pada pemilihan kepala daerah.
”Ini menunjukkan masih ada indikasi kelekatan nama program itu dengan gubernurnya. Subyektivitas tinggi. Jadi, publik tidak menilai apakah kebijakan itu bermanfaat atau tidak bagi dia, tetapi tergantung dari kepala daerahnya. Ini dampak dari polarisasi yang muncul,” tutur Jefri.
Menurut Agus, sebenarnya Anies tidak perlu membuat program-program baru. Program-program dari gubernur sebelumnya yang telah berhasil diimplementasikan di masyarakat sebaiknya diteruskan agar ada keberlanjutan, seperti Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Baca juga: Gubernur Anies Akui Program DKI Baru Jalan 40 Persen