Terbuai Transaksi Nontunai
Uang elektronik berbasis server menjadi pilihan banyak warga Jabodetabek. Tawaran promo dari sejumlah penyelenggara berhasil membuai para penggunanya.
#PakeOVOAja #LebihBaikPakaiGOPAY #GantiDompet #BeresTanpaCash.
Penggalan tagar di atas adalah slogan sejumlah penyelenggara uang elektronik. Slogan itu ibarat ajakan kepada warga untuk beralih ke transaksi nontunai dengan berbagai kemudahan di dalamnya.
Hingga Mei 2019, Bank Indonesia mencatat, terdapat 38 penyelenggara uang elektronik yang telah memperoleh izin. Mereka berasal dari sektor industri perbankan, operator telekomunikasi, tekfin, dan e-dagang.
Dari 38 penyelenggara, 11 di antaranya menawarkan dua jenis produk sesuai dengan media penyimpanannya, yakni server based dan chip based. Jenis pertama berupa aplikasi yang dapat diunduh di ponsel pintar berbasis Android atau IOS.
Sementara jenis kedua berbentuk kartu. Misalnya PT Bank Central Asia Tbk yang memiliki aplikasi Sakuku dan kartu Flazz. Ada juga PT Skye Sab Indonesia dengan aplikasi Skye Mobile Money dan kartu SkyeCard.
Melimpahnya pilihan uang elektronik berbasis server menarik minat banyak warga Jabodetabek. Hal ini terekam dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas pertengahan September lalu. Tiga dari lima responden di Jakarta dan sekitarnya mengaku terbiasa menggunakan uang elektronik jenis ini.
Generasi muda cenderung lebih banyak menggunakan aplikasi transaksi nontunai ini. Tercatat responden gen Y ke bawah (<41 tahun) pengguna aplikasi ini mencapai tiga perempat responden. Sementera responden gen X ke atas (>40 tahun) hanya seperempat lebih. Dari jender, pengguna perempuan mencapai 69 persen, lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (52 persen). Di antara banyak pilihan, aplikasi OVO menjadi favorit banyak warga (54,8 persen), disusul GoPay (32,8 persen), Dana (10,1 persen) dan LinkAja (2,4 persen).
Tawaran promo
Besarnya animo pengguna aplikasi tidak lepas dari perang promo yang ditawarkan para penyelenggara. Contohnya OVO dengan potongan harga di berbagai jenis transaksi. Mulai dari Marathon Kuliner dan Belanja se-Indonesia, Double Cashback Transaksi Pertamamu, hingga 9 persen Cashback for Every Booking.
Hal serupa dilakukan GoPay melalui promo di layanan GoJek, Promo Malam Minggu Sama si Biru, Promo TaniHub, Promo Halodoc, sampai Promo Belanja Online.
Potongan harga memang menjadi sesuatu yang menarik bagi sebagian besar warga ibu kota. Selaras dengan Penelitian ”Pengaruh Diskon di Margo City, Depok terhadap Impuls Membeli Konsumen” (Asterrina dan Hermiati, 2015) yang menunjukkan bahwa diskon menjadi salah satu faktor yang berpengaruh positif. Potongan harga ini juga yang menjadi pertimbangan utama mayoritas responden (38,9 persen) menggunakan aplikasi nontunai.
Selain itu, hampir 20 persen responden beralasan, transaksi nontunai lebih cepat dibandingkan dengan uang tunai. Kecepatan ini ditunjang kepraktisan transaksi yang ditawarkan. Pengguna tidak perlu lagi khawatir dengan uang kembalian yang dapat diganti dengan permen. Contohnya, melalui kode QR yang dipindai menggunakan kamera ponsel pintar plus dengan kata sandi, saat itu pembayaran selesai. Pembayaran ojek dan taksi daring menjadi transaksi pembayaran nontunai yang paling sering dilakukan responden (44 persen). Tingginya mobilitas warga kota serta kemudahan aplikasi, membuat banyak responden yang mengaksesnya. Selain itu, sebagian responden juga menggunakannya untuk pesan makan antar (29,2 persen), bayar makan di tempat (8,1 persen), beli pulsa (6,2 persen), dan belanja di toko waralaba (4,8 persen).
Pengeluaran Nontunai
Saldo uang elektronik yang dihabiskan warga tiap bulannya bervariasi. Sepertiga responden mengaku mengeluarkan antara Rp 100.000–Rp 300.000 per bulan. Jika diambil batas atasnya, yaitu Rp 300.000, tiap hari uang elektronik yang dikeluarkan berkisar Rp 10.000 per pengguna. Dibandingkan dengan pengeluaran warga versi jajak pendapat, pengeluaran uang elektronik ini hanya sekitar 10,8 persen.
Dibandingkan dengan kelompok lainnya, kelompok ini cenderung lebih banyak menghabiskannya untuk transaksi nontunai belanja di toko waralaba dan membeli pulsa atau paket data internet.
Dengan berbagai besaran saldo yang dihabiskan, transaksi nontunai dinilai lebih hemat dibandingkan dengan transaksi konvesional uang tunai. Hal ini diamini 67 persen responden yang telah menggunakan aplikasi nontunai. Penilaian serupa juga diungkapkan sekitar 35 persen yang belum menggunakan aplikasi.
Baca juga: Membirukan Kembali Langit Jakarta
Kondisi ini menunjukkan, transaksi nontunai tetap menggoda, baik mereka yang sudah menggunakan maupun belum. Jika inovasi kepraktisan dan tawaran promo terus digalakkan para penyelenggara, sudah pasti pengguna uang elektronik akan terus bertambah. Data Bank Indonesia menunjukkan, jumlah beredar uang elektronik terus naik. Tahun 2017, uang elektronik naik 38,8 juta (75,8 persen) dan tahun 2018 naik lagi 77,2 juta atau 85,8 persen.
Uang elektronik berbasis server berhasil memikat banyak warga Ibu Kota. Praktis, mudah, banyak diskon, serta terasa lebih hemat menjadi keuntungan transaksi nontunai. Meski demikian, bijak dalam berbelanja harus tetap menjadi pakem. Jangan sampai buaian uang elektronik menjadi candu yang menyiksa.
Baca juga: Apresiasi Perluasan Ganjil-Genap