Zainuddin Amali dituntut bisa melaksanakan tugas dan bersih dari korupsi mengingat dalam 10 tahun terakhir ada dua Menpora yang terjerat kasus hukum.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sikap skeptis dan tantangan untuk membuat terobosan baru menyertai pilihan Presiden Joko Widodo atas politisi Partai Golkar Zainuddin Amali sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga Kabinet Indonesia Maju. Selain bertugas meningkatkan prestasi olahraga Indonesia, Menpora juga harus membersihkan citra Kemenpora sebagai lembaga yang kerap tersandung kasus korupsi.
”Kelemahan yang kerap muncul, Menpora adalah politisi, bukan dari profesional. Dampaknya, nilai strategis kebijakan menjadi sangat lemah dan berujung pada kasus korupsi,” kata Dosen Pendidikan dan Olahraga Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Dikdik Zafar Sidik, yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Dikdik menjelaskan, Menpora harus membuat kebijakan strategis untuk meningkatkan prestasi olahraga melalui pembinaan menyeluruh dan berkesinambungan. Selain itu, perlu ada upaya ekstra mencegah terulangnya kasus hukum seperti yang menimpa dua Menpora sebelumnya.
”Secara pribadi, saya menyayangkan penunjukan ini karena rekam jejaknya di bidang olahraga belum diketahui sehingga ada kesan uji coba. Olahraga adalah dunia yang dilandasi sportivitas. Jika tidak tepat, sebaiknya mengakui ketidaklayakannya, tidak memaksakan diri,” ujarnya.
Berulang
Kasus korupsi berulang di tubuh Kemenpora 10 tahun terakhir. Menpora periode 2009-2012 Andi Mallarangeng, politisi Partai Demokrat, ditetapkan sebagai tersangka korupsi kasus pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Penggantinya, Roy Suryo, juga politisi Partai Demokrat, diminta KPK mengembalikan barang milik negara kepada Kemenpora sebanyak 3.226 unit. Terakhir, politisi Partai Kebangkitan Bangsa Imam Nahwari mengundurkan diri dari jabatan Menpora periode 2014-2019 setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi kasus dana hibah KONI.
Sementara itu, dari pemberitaan Kompas, Zainuddin yang adalah Ketua DPP Partai Golkar periode 2014-2019 pernah dua kali dimintai keterangan oleh KPK. Pertama, terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar serta kasus korupsi SKK Migas yang menyeret nama Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno.
Pengamat olahraga Fritz Simanjuntak menilai, wajar jika Presiden memilih menteri dari partai politik karena menteri adalah jabatan politis. Namun, kalangan olahraga sesungguhnya berharap olahraga dipisahkan dari kepemudaan dan agar menteri olahraga dipilih dari kalangan profesional.
”Karena itu, wajar jika kalangan olahraga kecewa dan menganggap pemerintah tidak serius menangani olahraga. Pemerintah seperti tidak memahami pentingnya olahraga untuk pembangunan karakter manusia. Lalu, mau diapakan Program Manajemen Talenta Olahraga yang didengung-dengungkan Presiden Joko Widodo?” tutur Fritz.
Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia Djoko Pekik Irianto juga menyoroti penunjukan politisi sebagai Menpora. Menurut dia, penunjukan itu dapat membuat kebijakan olahraga dipengaruhi kepentingan partai.
”Saran kami kepada Pak Amali, lepaskan kepentingan sebagai kader partai. Saat ini Bapak sudah menjadi milik negara dan ditugaskan untuk mengurus olahraga,” ujar mantan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Kemenpora itu.
Djoko menuturkan, pekerjaan utama jangka pendek untuk Menpora adalah menata sumber daya manusia kompeten dan berintegritas di Kemenpora, serta menyatukan KONI dan KOI. Adapun untuk jangka panjang, Zainuddin bertugas untuk melobi dan meyakinkan negara-negara sahabat untuk mendukung Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032.
Dosen Ilmu Keolahragaan ITB, Tommy Apriantono, menuturkan, pemilihan Menpora dari kalangan politisi biasa terjadi di negara maju seperti Inggris. ”Perbedaannya, di sana Menpora dikelilingi pemikir olahraga profesional sehingga bisa membuat terobosan. Itu yang tidak kita lihat di Indonesia. Sistem birokrasi di Kemenpora harus diperbaiki karena banyak birokrat yang terjerat korupsi,” ujarnya.
Tahun lalu, dua pejabat di Kempora tersandung kasus serupa yang menjerat Imam Nahrawi, yakni Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dan pejabat pembuat komitmen Adhi Purnomo. Selain membersihkan citra Kemenpora, Tommy menuturkan, Menpora juga harus menyusun cetak biru kebijakan olahraga nasional, seperti menentukan cabang-cabang olahraga unggulan dan prioritas distribusi anggaran.
Percaya diri
Menpora Zainuddin Amali tiba di Kantor Kemenpora, Rabu siang pukul 14.15. Kedatangannya disambut oleh sejumlah staf dan pejabat. Mereka bertepuk tangan begitu Zainuddin keluar dari mobil.
Penunjukkan Zainuddin sebagai Menpora cukup mengejutkan karena memiliki rekam jejak yang minim yang membuatnya tidak dikenal di dunia olahraga. Sebelum bergabung dengan Kemenpora, Zainuddin Amali menjabat sebagai Ketua Komisi II DPR dengan lingkup tugas di bidang dalam negeri, sekretariat negara, dan pemilu. Ia terpilih empat kali menjadi anggota Dewan mewakili Provinsi Gorontalo dan Jawa Timur.
Meski minim rekam jejak di bidang olahraga, Zainuddin percaya diri memimpin Kemenpora. ”Saya senang berbagai olahraga,” katanya saat ditanya pengalamannya di bidang olahraga sebagai modal memimpin Kemenpora.
Zainuddin juga menambahkan ia berpengalaman mendirikan liga sepak bola mahasiswa era 1980-an. ”Dulu saya pernah membentuk liga mahasiswa, mungkin sekarang sudah mati. Saya rasa saya tidak terlalu asing memimpin olahraga,” katanya.