Tiga Kementerian Berubah, Antisipasi Dampak Restrukturisasi
Kementerian yang berubah hendaknya belajar dari restrukturisasi kementerian pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Tanpa strategi yang tepat, restrukturisasi bisa mengganjal pemenuhan target Presiden.
Oleh
I Gusti Agung Bagus Angga Putra
·5 menit baca
Tidak banyak perubahan nomenklatur kementerian di Kabinet Indonesia Maju jika dibandingkan dengan Kabinet Kerja. Dari total 34 kementerian, hanya tiga yang berubah. Meski demikian, tetap perlu diantisipasi perubahan yang ada supaya tidak membuat gerak kementerian terganggu dan target yang sudah dipatok Presiden Joko Widodo tidak meleset.
Tiga kementerian yang berubah seperti diumumkan Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Rabu (23/10/2019), adalah Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman, Kementerian Pariwisata (Kemenpar), serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti).
Kemenko Kemaritiman berubah menjadi Kemenko Kemaritiman dan Investasi. Dengan penambahan tugas investasi itu, ke depan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang tugas pokok dan fungsinya seputar investasi akan berada di bawah koordinasi Kemenko Kemaritiman dan Investasi. Sebelumnya, BKPM berada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian.
Sementara Kemenpar berubah menjadi Kemenpar dan Ekonomi Kreatif. Sebelumnya, urusan ekonomi kreatif ditangani Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Dengan kementerian baru itu, Bekraf akan melebur masuk ke dalam Kemenpar.
Sementara itu, Kemristek dan Dikti berubah menjadi Kemristek dan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). Jika mengacu pada namanya, berarti akan lahir badan baru, yaitu BRIN. Untuk urusan pendidikan tinggi yang tak lagi tercantum di nomenklatur kementerian, dikembalikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Ini artinya, struktur dan sistem kerja di Kemdikbud harus ikut berubah.
Kembalinya pendidikan tinggi ke Kemdikbud sama seperti era pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
Periode pertama
Perubahan-perubahan yang terjadi di periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi ini tidak ”radikal” seperti pada periode pertama pemerintahannya. Saat itu, Presiden melahirkan kementerian baru dan banyak melebur kementerian.
Presiden, misalnya, membentuk kementerian baru, yaitu Kemenko Kemaritiman. Kemudian melebur dua kementerian, yaitu Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Dia juga melebur Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat. Selain itu, Presiden juga memindahkan urusan pendidikan tinggi di Kemdikbud ke Kemristek dan Dikti.
Presiden juga membentuk Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Untuk ini, Presiden melebur Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dengan struktur dan urusan desa di bawah Kementerian Dalam Negeri dan transmigrasi yang pada pemerintahan sebelumnya ditangani Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Akibatnya, banyak energi, waktu, dan biaya terkuras. Butuh waktu berbulan-bulan sampai kementerian baru dan kementerian yang dilebur tersebut bisa betul-betul bekerja.
Ini terjadi karena pembentukan dan perubahan kementerian harus diikuti pembentukan sistem kerja dan budaya kerja baru di kementerian, menggeser sumber daya manusia dari satu kementerian ke kementerian lain, dan perlu ditopang anggaran.
Apalagi, saat itu, ada kementerian yang enggan melepas urusannya ke kementerian yang baru. Begitu pula pegawainya sempat ”malas-malasan” pindah ke kementerian baru. Persoalan yang membuat restrukturisasi kementerian semakin berlarut-larut.
Sekalipun periode kedua Presiden Jokowi tak ”radikal” seperti periode pertama, pengalaman restrukturisasi kementerian di periode pertama hendaknya jadi pelajaran. Tanpa strategi yang tepat, pengalaman di periode pertama bisa terulang. Akibatnya, kerja kementerian tersendat. Lebih dari itu, target yang hendak dicapai Presiden sulit tercapai.
Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia Eko Prasojo menekankan pentingnya manajemen perubahan agar restrukturisasi tidak mengganggu implementasi program kerja. Manajemen perubahan bakal mempercepat restrukturisasi.
”Restrukturisasi kementerian selalu membutuhkan waktu. Tidak hanya proses bisnis (penyelarasan proses kerja antara satu unit dan unit lain), tetapi juga penyatuan budaya dan kompetensi,” kata Eko yang pernah menjabat Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Restrukturisasi kementerian selalu membutuhkan waktu. Tidak hanya proses bisnis (penyelarasan proses kerja antara satu unit dan unit lain), tetapi juga penyatuan budaya dan kompetensi.
Ada tiga desain manajemen perubahan yang dibutuhkan, yaitu membentuk proses bisnis pemerintahan, menyiapkan sumber daya manusia yang sesuai dengan kompetensi, dan membangun nilai-nilai budaya organisasi yang baru.
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi yang berpengalaman melebur urusan di tiga kementerian ke dalam Kemendes PDTT di awal periode pertama Jokowi punya tips lain.
Salah satunya, harus ada batasan waktu dari setiap tahapan restrukturisasi. Jika kementerian mengikuti batasan waktu ini, restrukturisasi bisa berjalan lancar dan tak banyak mengganggu program kerja kementerian.
Hal lain, target penyelesaian restrukturisasi harus cepat. ”Penataan atau konsolidasi terkait program dan anggaran harus dilakukan secara serius dan dalam jangka waktu yang singkat. Kalau tidak, energi kita banyak terbuang,” tambahnya.
Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Rini Widyantini yakin restrukturisasi kementerian Kabinet Jokowi-Amin tidak akan rumit seperti restrukturisasi pada periode pertama pemerintahan Jokowi. Restrukturisasi pun ditargetkan sudah tuntas sebelum akhir 2019.
”Perintahnya itu, sebelum 31 Desember 2019 harus sudah selesai dengan organisasi baru. Namun, bisa saja lebih cepat karena sekarang perubahan nomenklaturnya tidak banyak,” kata Rini.
Kunci untuk mempercepat restrukturisasi, menurut dia, ada pada kementerian yang nomenklaturnya berubah. Mereka harus segera merumuskan strategi dalam mencapai visi dan misi yang telah dibuat Presiden Jokowi.
”Setelah itu, nanti kita diskusikan bagaimana cara melaksanakan strategi itu,” tambahnya. Bersama Kemenpan RB, kementerian yang nomenklaturnya berubah akan merumuskan struktur organisasi baru yang mendukung pencapaian strategi kementerian.
Sambil menunggu proses itu rampung, kementerian yang berubah tetap bisa bekerja dan khususnya masih tetap bisa melayani publik. Fungsi baru kementerian yang semula berada di kementerian/lembaga lain tinggal dipindahkan ke kementerian baru. Begitu pula para pegawai dan pejabatnya.
”Terkait pejabat, selama belum ada organisasi yang baru tetap menggunakan nomenklatur yang lama. Misal, kalau dia menjabat dirjen, maka tetap dirjen dulu sementara,” ujarnya.