Gerilya Gibran Jokowi: Pintu PDI-P Solo Ditutup, Pintu Megawati Diketuk
Gerilya putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, agar mendapat tiket pencalonan dalam Pilkada Solo 2020 dari PDI-P berpotensi menuai konflik di kalangan kader dan pemilih PDI-P di Solo.
Tiket maju Pemilihan Kepala Daerah Solo 2020 dari pengurus PDI-P Solo sudah ditutup. Namun, hal itu tak menyurutkan langkah Gibran Rakabuming Raka. Putra sulung Presiden Joko Widodo ini potong kompas. Dia langsung menghadap pucuk pimpinan tertinggi PDI-P, Megawati Soekarnoputri.
Kamis (24/10/2019) siang, Gibran bertamu ke Teuku Umar, Menteng, Jakarta, menemui Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Sekalipun pertemuan itu disebut Gibran hanya sekadar sowan, dia tak menampik ada pula pembicaraan seputar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Solo 2020.
”Saya sampaikan keseriusan saya untuk maju (Pilkada 2020). Saya sampaikan juga bahwa karena saya sudah punya KTA (kartu tanda anggota) PDI-P, maka saya akan berjuang melalui PDI-P juga,” tutur Gibran seusai pertemuan yang berlangsung selama sekitar satu jam itu.
Pendekatan ke Megawati merupakan ikhtiar terbaru Gibran setelah pintu pendaftaran Pilkada Solo 2020 melalui Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Solo tertutup. Pasalnya, DPC PDI-P Solo telah memutuskan mengajukan pasangan bakal calon wali kota-wakil wali kota Solo Achmad Purnomo-Teguh Prakosa ke DPD PDI-P Jawa Tengah dan DPP PDI-P untuk diproses.
Achmad saat ini menjabat Wakil Wali Kota Solo, sedangkan Teguh Prakosa merupakan Ketua DPRD Solo periode 2014-2019.
Baca juga: Tiga Kementerian Berubah, Antisipasi Dampak Restrukturisasi
Ikhtiar Gibran itu direspons oleh DPP PDI-P. Menurut Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, sekalipun pintu dari DPC PDI-P Solo sudah ditutup, dua pintu lain masih terbuka. Kedua pintu tersebut adalah jalur pendaftaran melalui DPD PDI-P Jawa Tengah atau langsung ke DPP PDI-P.
”Nanti DPP akan melakukan pemetaan, survei, dan menyajikan hasil psikotes kepada Bu Mega. Nanti beliau yang mengambil keputusan siapa calon wali kota-wakil wali kota yang akan diusung oleh PDI-P,” tutur Hasto.
Tidak berminat
Apa yang membuat Gibran begitu berambisi ikut Pilkada Solo 2020 hingga dia langsung menemui Megawati?
Akhir Juli 2019, Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta merilis hasil survei yang menunjukkan tingginya popularitas Gibran. Hasil survei itu menyebut 90 persen responden mengenalnya. Adapun Achmad Purnomo disebut berada di urutan kedua terpopuler.
Sekalipun menang dari sisi popularitas, Gibran masih tertinggal dari sisi akseptabilitas dan elektabilitas.
Dari sisi akseptabilitas, Achmad menempati peringkat tertinggi dengan persentase 83 persen, disusul Gibran dengan persentase 61 persen. Begitu pula dari sisi elektabilitas, Achmad menempati peringkat pertama dengan angka 38 persen, diikuti Gibran yang elektabilitasnya baru 13 persen.
Entah ada kaitannya atau tidak, selang beberapa waktu setelah hasil survei ini dirilis, muncul keinginan Gibran untuk terjun di dunia politik dengan maju pada Pilkada Solo 2020. Dia sempat bertemu Ketua DPC PDI-P Solo yang juga Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo dan menanyakan mekanisme pendaftaran untuk ikut Pilkada Solo. Selanjutnya, dia mendaftarkan diri menjadi anggota PDI-P.
Baca juga: Ambang Batas Pilkada Digugat
Sekalipun hak setiap warga negara untuk dipilih dalam pemilu, langkah Gibran itu, apalagi sampai menemui Megawati, terbilang mengejutkan.
Hal itu karena sebelumnya Gibran tidak pernah tampak tertarik untuk masuk ke dunia politik. Berkomentar soal politik pun tak pernah.
”Selain itu, tidak terlalu tampak juga kerja-kerja politik Mas Gibran di Kota Solo. Kerja politik ini dalam arti luas, seperti kegiatan sosial atau apa pun yang dalam semangat meningkatkan harkat hidup orang banyak,” kata Agus Riewanto, pengamat politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
PDI-P di Solo
Apa pun yang mendasari langkah Gibran, ambisinya untuk mendapatkan rekomendasi PDI-P menunjukkan bahwa dia paham betul sejarah pilkada di Solo dan kunci untuk meraih kemenangan.
”Selama ini, sejarah menunjukkan bahwa setiap calon yang diajukan oleh PDI-P pasti menang. Itu karakter laten masyarakat Solo,” kata Agus.
Ciri khas ini yang dinilai Agus membuat Gibran sangat ingin mendapatkan tiket pencalonan dari PDI-P.
Baca juga: Reuni Singkat Ryamizard-Prabowo dan Slogan Douglas MacArthur
Selain itu, Gibran dinilai memiliki modal sosial yang cukup. Usianya yang masih relatif muda, 37 tahun, akan membuat Gibran populer di ceruk terbesar pemilih Solo: kelompok usia milenial. Gaya komunikasinya yang santai juga akan meningkatkan daya tariknya di kelompok tersebut. Bisa jadi hal-hal ini pula yang memotivasinya maju dalam Pilkada Solo 2020.
Ditambah lagi, faktor pendukung terbesarnya jika berhasil maju dalam pilkada adalah popularitasnya sebagai putra Presiden Joko Widodo.
”Tingkat popularitas ini yang tidak dimiliki calon lain. Jadi, apabila diakumulasikan, di atas kertas Gibran sangat mungkin menang,” ujarnya.
Mengutip studi kasus pada Kongres Amerika Serikat, Brian D Feinstein dari Harvard University berpendapat bahwa terdapat sebuah faktor yang disebut sebagai brand name advantage atau keuntungan merek bagi mereka yang merupakan anggota dari keluarga politisi.
”Brand name advantage dapat secara langsung menentukan hasil pemilihan karena pemilih lebih suka calon yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat publik terkenal atau yang namanya lebih familier,” tulis Feinstein dalam artikelnya yang berjudul The Dynasty Advantage: Family Ties in Congressional Elections (2010).
Statusnya sebagai putra Presiden Jokowi itu pula yang dinilai Agus memudahkannya berkomunikasi dengan elite DPP PDI-P, bahkan Megawati langsung.
”Tidak sembarang kader partai dapat dengan mudah meminta bertemu dengan ketua umum partainya seperti Gibran,” katanya.
Potensi konflik
Menyikapi gerilya Gibran dan fakta bahwa DPC PDI-P Solo sudah memutuskan mengajukan pasangan Achmad-Teguh, Megawati dan jajaran DPP PDI-P hendaknya hati-hati dalam mengambil keputusan.
Baca juga: UU Pilkada Perlu Direvisi
Pengajuan pasangan tunggal oleh DPC PDI-P Solo menunjukkan bahwa barisan PDI-P Solo telah solid mendukung pasangan tersebut. Apabila kemudian DPP PDI-P menyetujui memberikan tiket pencalonan PDI-P kepada Gibran, bukan tidak mungkin akan menimbulkan kisruh di antara kader banteng di Solo.
Persetujuan atas Gibran tersebut bakal memperlihatkan pengambilan keputusan dari atas ke bawah, bukan bawah ke atas yang ideal. ”Baik pengurus DPC maupun pemilih yang loyal pada PDI-P di Solo bisa terpecah menghadapi kondisi itu jika terjadi,” kata Agus.
Baca juga: Revisi UU Pilkada Ujian Pertama Mendagri
Bagi Gibran, kondisi itu akan merugikannya. Sebab, soliditas partai menjadi salah satu kunci kemenangan. Belum lagi bisa saja muncul penilaian, dia berhasil memperoleh tiket PDI-P semata karena statusnya sebagai putra presiden, bukan karena kapasitasnya. Hal ini tentu bisa dijadikan modal oleh lawan politik untuk menjatuhkan Gibran saat Pilkada Solo 2020.
Sementara bagi PDI-P, kisruh di kalangan kader berpotensi mengganjal tradisi PDI-P memenangi Pilkada Solo. Tak hanya itu, sudah bukan rahasia Solo merupakan salah satu basis massa PDI-P di setiap kali gelaran pemilu. Kisruh di pilkada bukan tak mungkin menggerus status tersebut.