Liverpool kian menebar teror pada para pesaing usai kemenangan dramatis atas Aston Villa. Mentalitas baja itu menghidupkan momen ”Fergie Time” yang pernah dimiliki Manchester United.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
BIRMINGHAM, MINGGU – Waktu berjalan sangat lambat bagi para suporter Aston Villa saat menjamu Liverpool di Liga Inggris, Sabtu (2/11/2019) malam. Keunggulan 1-0 hingga pengujung laga bukan hal menyenangkan saat menghadapi tim seperti Liverpool.
Tandukan bek Liverpool Andy Robertson di menit ke-87 yang membuat kedudukan imbang 1-1 membuat pendukung Villa berharap wasit segera meniup peluit pajang. Sejumlah pendukung tuan rumah bahkan sampai menutup matanya ketika bek sayap Liverpool, Trent Alexander Arnold, berancang-ancang menendang sepak pojok pada 60 detik terakhir laga di Stadion Villa Park itu.
Benar saja, kekhawatiran yang kerap dirasakan tim Liga Inggris dua musim terakhir itu menjadi kenyataan. Umpan Arnold dimanfaatkan Sadio Mane, menjadi gol Liverpool.
Seketika, Villa Park membisu. Sebaliknya, histeria diluapkan fans Liverpool. Poin yang berada di depan mata Villa raib begitu saja saat laga memasuki menit kelima injury time.
”The Reds” berbalik menang 2-1 lewat gol dramatis Mane. Kemenangan itu seolah kian menegaskan mentalitas perkasa Liverpool, yaitu pantang menyerah hingga detik terakhir. Oleh manajernya, Juergen Klopp, semangat itu disebutnya ”mentalitas monster”.
Bukan sekali ini Liverpool mencetak gol, bahkan berbalik unggul, pada pengujung laga. Statistik mencatat, tim itu 23 kali mencetak gol di waktu kritis, yaitu sepuluh menit terakhir laga, sejak awal musim lalu. Tiada satu pun tim, termasuk Manchester City, mampu membuat hal fenomenal ini.
Lebih fantastis lagi, hal itu dilakukan dua kali beruntun. Saat menghadapi Arsenal di Piala Liga Inggris, Kamis lalu, The Reds juga membuat keajaiban serupa. Ketika kekalahan di depan mata, striker Liverpool Divock Origi mencetak gol di menit 90+3. Golnya itu membuat Liverpool menyamakan kedudukan 5-5 dan memaksakan adu penalti. Liverpool pun memenangi adu penalti itu.
”Lupakan Fergie Time (di Manchester United) atau Mourinho Minutes (Chelsea). Itu semua telah sirna. Kini yang ada hanya Klopp Klock. Liverpool melakukan hal yang dulu dilakukan tim-tim hebat Liga Inggris, yaitu bangkit menang dari jurang kekalahan,” tulis Russel Hughes, suporter fanatik Liverpool, dalam kolomnya di Rush The Kop.
Bagi pecinta sepak bola Inggris, ”Fergie Time” bukanlah hal asing. Istilah itu digunakan untuk merepresentasikan kehebatan MU di era manajer Sir Alex Ferguson yang kerap bangkit dan menang di akhir laga. Momen ajaib itu salah satunya saat Steve Bruce mencetak gol atas Sheffield Wednesday pada menit injury time 90+6, April 1993. Berkat gol itu, MU meraih gelar juara Liga Inggris pertamanya bersama Fergie.
Momen lain yang tidak terlupakan adalah ketika MU meraih trofi Liga Champions Eropa 1999 seusai menundukkan Bayern Muenchen 2-1 di final. Saat itu, MU tertinggal oleh gol Mario Basler.
Ketika para pemain di bangku cadangan Muenchen siap berpesta, ”Setan Merah” menunjukkan wajah aslinya dengan berbalik menang 2-1 lewat gol Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solskjaer pada injury time babak kedua.
Jam tangan
Para pemain MU menjadi beringas ketika wajah Fergie mulai memerah akibat marah dan menengok jam tangannya. ”Daya terbiasa menengok ke jam tangan, meskipun tidak pernah tahu berapa waktu tersisa. Itu hanyalah trik memacu para pemain sekaligus meneror lawan,” ujar Ferguson di BT Sport pada 2014.
Berbeda dengan Ferguson, Manajer Liverpool Juergen Klopp nyaris tidak pernah melihat jam tangan di saat genting. Namun, teriakan kerasnya seperti seorang penyanyi rock terdengar jelas dan membakar semangat pasukannya. Para pemain pun terpacu jika mendengar teriakan kerasnya itu.
Teriakan Klopp membuat Robertson melakukan hal langka, yaitu mencetak gol lewat kepala. Pekan lalu, giliran kapten tim Jordan Henderson yang mencetak gol pertamanya di Stadion Anfield dalam lima tahun, atau sebelum hadirnya Klopp. ”Ketika tim lain mulai lelah, kami justru naik ke gigi kedua dan menciptakan banyak peluang gol,” ujar Robertson.
Klopp Klock ini diperlukan Liverpool melawan rival utamanya, Manchester City, Minggu (10/11). Seperti Fergie Time, efek Klopp Klock mulai merasuki pikiran para pesaingnya, tidak terkecuali Manajer City Pep Guardiola.
”Jika hanya terjadi satu kali, dua kali, itu keberuntungan. Namun, itu terjadi berkali-kali dua musim terakhir. Mereka pasti memiliki karakter spesial untuk melakukannya,” ujar Guardiola seperti dikutip The Telegraph. (JON)