Kekurangan Protein Juga Dapat Pengaruhi Suasana Hati
Protein menjadi salah satu zat gizi yang tidak hanya penting untuk mencegah tengkes, tapi juga menjaga emosi dan suasana hati. Untuk itu, konsumsi protein dianjurkan tetap seimbang demi menghindari gangguan pada tubuh.
Oleh
fajar ramadhan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Protein menjadi salah satu zat gizi yang tidak hanya penting untuk mencegah tengkes, tetapi juga menjaga emosi dan suasana hati. Untuk itu, konsumsi protein dianjurkan tetap seimbang demi menghindari gangguan pada tubuh.
Pakar gizi Universitas Indonesia, Saptawati Bardosono, mengatakan, kekurangan protein dapat menyebabkan berbagai gangguan pada tubuh, terutama tengkes. Sebab, protein sangat dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan otak pada masa pertumbuhan anak.
”Perkembangan anak Indonesia di usia 36-59 bulan kalah dengan Thailand, sebab anak-anak di sana gencar mengonsumsi susu,” kata Saptawati dalam lokakarya bertajuk ”Investasi Gizi melalui Asupan Protein Hewani untuk Bangun Generasi Produktif” di Jakarta, Senin (4/11/2019).
Saptawati juga mengemukakan, salah satu yang juga sering diabaikan adalah dampak kekurangan protein terhadap kondisi mental dan emosional seseorang. Sebab, asam amino yang terkandung di dalam protein berfungsi untuk proses penyaluran neurotransmiter ke dalam otak sebelum diubah menjadi perilaku.
Tanpa protein yang cukup, sintesis neurotransmiter akan berkurang sehingga kerap menimbulkan perilaku yang menyimpang. ”Hal tersebut juga berefek pada ketidakstabilan zat dopamin yang menyebabkan gangguan pada suasana hati, depresi, gelisah, dan mudah marah,” katanya.
Salah satu yang juga sering diabaikan adalah dampak kekurangan protein terhadap kondisi mental dan emosional seseorang.
Hal lain yang perlu diwaspadai, lanjut Saptawati, ialah menurunnya respons imun, berkurangnya kesuburan, mengecilnya otot rangka hingga gagal jantung. Protein juga menjadi alat angkut untuk zat gizi lainnya sehingga jika protein rendah, kualitas gizi akan menurun.
”Albumin serum juga bisa menjadi rendah. Akibatnya, jika kita terserang penyakit, dampak yang dirasakan akan lebih parah,” katanya.
Sebagai komponen utama dalam tubuh yang harus dipenuhi, asupan protein dapat didapatkan dari sumber nabati dan hewani. Orang Indonesia pada umumnya mengonsumsi 65 persen protein dari nabati, sedangkan 35 persen dari hewani. Padahal, kualitas protein hewani dinilai lebih baik.
”Hal ini berbanding terbalik dengan proporsi konsumsi orang Amerika Serikat yang mayoritas mengonsumsi protein dari hewani,” tambah Saptawati.
Kualitas kandungan protein dapat diukur menggunakan digestible indispensable amino acid score (DIAAS). Semakin tinggi DIAAS, kandungan asam amino dalam protein semakin mudah dicerna oleh tubuh secara optimal.
Protein seperti daging sapi, daging ayam, telur, dan susu memiliki indeks DIAAS mencapai lebih dari 100 persen. Sementara itu, untuk indeks protein nabati, angkanya cenderung berada di bawah 100 persen, kecuali kedelai.
”Di Indonesia, sumber protein hewani paling banyak didapatkan dari daging ayam, telur, dan susu,” ujar Saptawati.
Idealnya, asupan protein yang dibutuhkan oleh tubuh sebanyak 10-35 persen dari total energi tubuh. Bagi usia sampai satu tahun, jumlah protein yang dianjurkan adalah 1,5-4,7 gram per berat badan setiap harinya. Adapun, kebutuhan untuk usia 1-3 tahun adalah 1,1-5,1 gram per berat badan.
Bagi usia 18 tahun ke atas, dianjurkan mengonsumsi protein sebanyak 1,6-3,5 gram per berat badan setiap hari. ”Khusus ibu hamil dan menyusui harus ditambah asupan proteinnya karena untuk menunjang ASI,” kata Saptawati.
Kanker
Saptawati menambahkan, menjaga asupan protein secara ideal penting dilakukan agar gizi yang diperolah menjadi seimbang. Kelebihan protein dapat mengakibatkan perkembangan sel yang tidak terkendali. Hal itu bisa meningkatkan munculnya kanker.
Selain itu, kelebihan protein akan mengakibatkan kerja sebagian organ tubuh menjadi berat sehingga fungsi-fungsinya relatif akan terganggu. Sebab, protein yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna oleh usus, hati, dan dikeluarkan oleh ginjal.
Oleh sebab itu, ahli dietetik Geetruida D Rory menegaskan pentingnya asupan gizi seimbang bagi tubuh. Gizi seimbang diartikan sebagai susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman.
”Ragam pilihan makanan yang kurang bergizi disebabkan rendahnya literasi gizi masyarakat,” katanya.
Ragam pilihan makanan yang kurang bergizi disebabkan rendahnya literasi gizi masyarakat.
Geetruida mengatakan, menu makanan praktis yang padat gizi sebenarnya bisa didapatkan melalui modifikasi bahan makanan. Misalnya, menggunakan susu untuk dipadukan dengan bahan dasar pangan lokal.
Dalam membuat klapertart, misalnya, bahan dasar singkong atau ubi bisa dipadukan dengan susu, keju, kismis, dan almond. Hasilnya adalah makanan camilan dengan mutu gizi tinggi, yakni mengandung energi 260 kilokalori dan protein 4-5 gram.
”Variasi juga bisa dilakukan dengan mengganti bahan makanan menjadi lebih bergizi. Misalnya, mengganti santan dengan susu sapi,” tambah Geetruida.
Corporate Affairs Director PT Frisian Flag Indonesia Andrew F Saputro mengatakan, mengonsumsi susu berarti melakukan investasi dalam bentuk gizi. Terlebih, investasi gizi ini relevan dengan misi pemerintah dalam membangun generasi yang unggul.
”Kita tahu, pemerintah sedang menyiapkan generasi yang produktif dan berkualitas dalam menyambut bonus demografi,” katanya.