BI Dorong Pengembangan Usaha Produktif Berbasis Pesantren
Festival Ekonomi Syariah mengembangkan usaha produktif, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan usaha berbasis pondok pesantren, masuk dalam rantai nilai global.
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Bank Indonesia atau BI menggelar Festival Ekonomi Syariah yang melibatkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah untuk masuk dalam rantai nilai bisnis sekaligus menyandingkan dengan investor dan lembaga pendanaan.
BI juga bersiap meningkatkan level penyelenggaraan festival dari nasional menjadi internasional untuk mengembangkan usaha produktif, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan usaha berbasis pondok pesantren, masuk dalam rantai nilai global.
Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) telah digelar di Palembang, Sumatera Selatan dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Saat ini, Kamis (7/11/2019), Fesyar tengah berlangsung di Surabaya, Jawa Timur, hingga Sabtu (9/11/2019).
“Kita ingin menaikkan event-event ekonomi syariah menjadi internasional. Kita akan menyiapkan agenda internasional dengan mengundang bank sentral negara sahabat, yang sudah konfirmasi akan hadir Gubernur Bank Sentral Arab Saudi dan Oman,” ujar Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo di sela Fesyar, Surabaya, Kamis.
Dody menjelaskan, target Fesyar adalah bagaimana ekonomi syariah bisa direpresentasikan dalam kesepakatan dagang yang dibuat, antara pesantren dan UMKM, perbankan dan UMKM, serta investor dan pelaku usaha. Fesyar merupakan rangkaian kegiatan yang akan mencapai puncaknya pada Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) pekan depan.
ISEF merupakan salah satu event ekonomi dan keuangan syariah terbesar di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan mengintegrasikan pengembangan sektor keuangan dan sektor riil.
Fesyar Palembang mencatatkan transaksi Rp 2,1 triliun, Banjarmasin (Rp 2,6 triliun). Adapun Fesyar Surabaya, yang baru memasuki hari kedua, transaksi di gerai-gerai peserta mencapai Rp 5,6 miliar dan kesepakatan bisnis untuk pembiayaan komersial atau investasi mencapai Rp 7,6 triliun.
Dody menjelaskan, BI terus mendorong pengembangan ekonomi syariah agar lebih terintegrasi dengan lembaga keuangan dan calon investor untuk meningkatkan kapasitas pelaku usaha. Pelaku usaha lokal pun kemudian bisa meningkatkan kualitas produk dan kapasitas usaha sehingga bisa memenuhi pasar domestik, bahkan pasar ekspor.
“Ekonomi syariah tidak hanya menjadi salah satu opsi produksi memenuhi kebutuhan nasional. Tapi, juga bisa masuk ke rantai nilai global sehingga dapat mengatasi masalah inflasi, nilai tukar, dan stabilisasi keuangan,” ujar Dody.
Fesyar juga menjadi ajang pengenalan instrumen-instrumen pembiayaan syariah, termasuk pembiayaan sosial seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Pengembangan ekonomi syariah berpeluang besar memperkuat ketahanan perekonomian Indonesia karena rantai nilai produksi berjalan dengan baik.
Kepala Perwakilan Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah menambahkan, Surabaya menjadi salah satu tempat Fesyar karena merupakan memiliki potensi besar pengembangan ekonomi syariah. Menurut Difi, Jawa Timur memiliki sedikitnya 6.000 pondok pesantren. “Ini potensi ekonomi yang besar sekali,” ujar Difi.
Pelaku usaha pun diharapkan semakin akrab dengan instrumen investasi dan tata niaga, baik domestik maupun global. Tentu saja, hal ini membutuhkan literasi keuangan yang intensif mengiringi upaya BI mengembangkan ekonomi syariah tersebut.
Dalam Survei OJK 2019, pemahaman publik terhadap keuangan syariah naik meski belum memuaskan. Dari sedikitnya 12.000 responden tahun 2019 yang disurvei di seluruh Indonesia, baru 8,93 persen yang memahami literasi keuangan syariah, naik dari 8,1 persen dengan 9.000 responden tahun 2016.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Tirta Segara mengungkapkan, literasi keuangan dan inklusi keuangan mesti terus dikembangkan. Seluruh pemangku kepentingan diharapkan ikut mendorong literasi keuangan dan inklusi keuangan.