Kondisi Terumbu Karang Banda Naira Disurvei Menyeluruh
Coral Triangle Center kembali mengamati kondisi terumbu karang di Banda Naira, Maluku Tengah, Maluku. Kegiatan itu meliputi pendataan detail atau rinci.
Oleh
Ichwan Susanto
·3 menit baca
BANDA NAIRA, KOMPAS – Coral Triangle Center kembali mengamati kondisi terumbu karang di Banda Naira, Maluku Tengah, Maluku. Kegiatan itu meliputi pendataan rinci untuk mendukung pengelolaan Taman Wisata Perairan Laut Banda dan Kawasan Konservasi Perairan Ay dan Rhun.
Kegiatan yang dimulai selama delapan hari sejak hari Minggu (3/11/2019) ini dilakukan besar-besaran sejak kegiatan serupa yang dilakukan pada tahun 2012. Kompas yang mengikuti kegiatan pemantauan itu pada hari pertama di sekitar Pulau Rhun dan Naylakka serta hari ketiga di sekitar Pulau Hatta menjumpai kondisi terumbu karang yang sangat bagus.
Keberadaan jenis ikan sangat melimpah. Menurut pengamatan biofisik terumbu karang selama tiga hari kemarin, tim menemukan beberapa jenis ikan yang tidak ditemukan saat pengamatan pada tahun 2012. Beberapa di antara temuan tersebut yaitu jenis ikan Platax boersi dan ikan Chaetodon guentheri.
Evi Nurul Ihsan, CTC USAID SEA Conservation Coordinator yang memimpin pengamatan ini, menyebutkan pemantauan terumbu karang pada tahun 2019 ini lebih lengkap dibandingkan kegiatan serupa pada tahun 2012. "Kali ini, pengamatan dilengkapi dengan pengambilan data keberadaan hama atau penyakit yang menyerang karang dan phototransect di kedalaman 10 meter," ujarnya.
Pemantauan terumbu karang pada tahun 2019 ini lebih lengkap dibandingkan kegiatan serupa pada tahun 2012.
Pengamatan karang dilakukan dengan menggunakan metode point intercept transect (PIT). Caranya yaitu menarik 5 meteran sejauh 50 meter atau total 250 meter. Meteran itu ditarik pada kedalaman sekitar 5 meter (antara 3-6 meter) dan 10 meter (8-12 meter).
Evi mengatakan hasil sementara pihaknya dibuat tercengang dengan kemajuan kondisi di perairan Ay. Kondisi awal pada tahun 2012 menunjukkan perairan setempat banyak berupa substrat berpasir dan rubble (pecahan karang). Namun tujuh tahun kemudian, tim pemantau mendapati kondisi perairan sudah jauh lebih baik dengan penemuan sejumlah karang dan tutupan yang membaik.
Daerah perairan Ay tersebut sejak tahun 2016 dicadangkan Gubernur Maluku sebagai Kawasan Konservasi Perairan Pulau Ay dan Pulau Rhun seluas 47.968,74 hektar. Kini perairan dan masyarakat setempat sedang disiapkan untuk menjadi kawasan konservasi perairan laut secara nasional.
Sekretaris Negeri (Kampung/Desa) Pulau Ay, Ramalan Harun mengatakan masyarakat sangat mendukung upaya konservasi perairan. Hal itu disebabkan masyarakat setempat telah memiliki kearifan tradisional berupa sasi yang diikuti masyarakat.
Apalagi sejak tahun 2014, Negeri Pulau Ay memiliki Peraturan Negeri (Peraturan Desa) terkait pengelolaan laut dan lahan. Mereka menyepakati sejumlah perairan yang tertutup untuk penangkapan secara total (kecuali untuk penelitian), memberlakukan sasi/pelarangan dalam kurun waktu tertentu untuk menangkap sejumlah biota seperti lola, triton, lobster, dan batulaga, serta pengenaan tarif wisata laut.
Negeri Pulau Ay pun membentuk Tim Konservasi untuk menjalankan peraturan desa. Sejauh ini, kata Ramalan Harun, masyarakat mematuhi peraturan serta mendukung patroli rutin. “Dulu masyarakat semena-mena mengambil dengan cara merusak. Tapi setelah sosialisasi dan disadarkan, kini merasakan manfaat baiknya yaitu kondisi terumbu karang membaik dan ikan banyak,” kata dia.
Jason Seuc, Deputy Director USAID Environment Office mengatakan USAID SEA Project mendukung kegiatan pemantuan ini untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan laut setempat. Ia mengatakan data baik pemantauan terumbu karang maupun survei sosial ekonomi yang juga dilakukan bersamaan kemarin, dibutuhkan untuk menghasilkan rencana pengelolaan perairan yang didukung masyarakat.
Ia yang mengikuti kegiatan pemantauan terumbu karang selama tiga hari kemarin menyatakan perairan Banda Naira sangat unik dan menarik. Ia berharap keragaman biodiversitas maupun budaya masyarakat serta kekayaan sejarah di Banda Naira bisa dikelola secara berkelanjutan.
Pemantauan terumbu karang dan survei sosial ekonomi yang dilakukan CTC dengan menggandeng sejumlah pakar dari organisasi dan kampus ini dibiayai oleh USAID Sustainable Ecosystems Advanced (SEA) Project. Survei terumbu karang dilakukan 10-12 penyelam berkeahlian saintifik. Sebagian tim itu juga terlibat dalam pemantuan terumbu karang rutin di wilayah perairan Kepala Burung Papua yaitu Raja Ampat, Teluk Cenderawasih, dan Kaimana.