Kemendag Targetkan Ekspor Nonmigas Tumbuh 6,88 Persen hingga 12,23 Persen
Kementerian Perdagangan menargetkan ekspor nonmigas 6,88 persen hingga 12,23 persen pada 2019-2024. Langkah itu diambil guna memperbaiki defisit neraca perdagangan dan menurunnya kontribusi ekspor terhadap PDB.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam lima tahun ke depan, Kementerian Perdagangan akan fokus mendongkrak ekspor nonmigas sebagai salah satu strategi mengatasi defisit neraca perdagangan. Upaya peningkatan kinerja ekspor nonmigas itu akan ditopang dengan mengidentifikasi produk unggulan dan perluasan pasar.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, target ekspor nonmigas dalam lima tahun ke depan 6,88 persen hingga 12,23 persen. Target ekspor ini realistis karena beberapa upaya telah dilakukan, terutama penyelesaian perjanjian perdagangan dan pembukaan pasar-pasar ekspor nontradisional.
”Kami juga mengandalkan atase perdagangan dan pusat promosi yang tersebar di sejumlah negara untuk menggiatkan ekspor,” kata Agus dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (8/11/2019).
Target ekspor nonmigas dalam lima tahun ke depan 6,88 persen hingga 12,23 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan sepanjang Januari-September 2019 defisit 1,95 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Defisit ini terbentuk dari impor senilai 126,1 miliar dollar AS dan ekspor senilai 124,17 miliar dollar AS.
Neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2018 juga defisit 8,7 miliar dollar AS. Padahal, pada 2017, neraca perdagangan Indonesia surplus 11,84 miliar dollar AS.
Ekspor nonmigas Indonesia sepanjang Januari-September 2019 sebesar 114,75 miliar dollar AS. Angka ini lebih rendah 6,22 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang 122,36 miliar dollar AS.
Defisit neraca perdagangan itu menyebabkan kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi turun. Pertumbuhan ekspor melambat dari 8,08 persen pada triwulan III-2018 menjadi 0,02 persen pada triwulan III-2019. Pada triwulan III-2019, kontribusi ekspor terhadap PDB 18,75 persen, lebih rendah dari kontribusi pada triwulan III-2018 yang 21,85 persen.
Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Arlinda mengatakan, produk ekspor unggulan dalam lima tahun ke depan terdiri dari sektor makanan-minuman, tekstil dan produk tekstil, elektronik, otomotif, kimia, perikanan, permesinan, serta kayu dan produk kayu. Produk ekspor unggulan lainnya masih dalam tahap identifikasi.
”Selain itu, pemerintah juga tetap fokus menggenjot ekspor batubara dan minyak kelapa sawit mentah. BPS mendata, kedua produk ini termasuk dalam 10 golongan barang ekspor utama Indonesia sepanjang Januari-September 2019,” ujarnya.
Produk ekspor unggulan dalam lima tahun ke depan terdiri dari sektor makanan-minuman, tekstil dan produk tekstil, elektronik, otomotif, kimia, perikanan, permesinan, serta kayu dan produk kayu.
Lima prioritas
Dalam rangka memperluas pasar ekspor, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyebutkan, Kemendag menargetkan 11 perundingan perjanjian perdagangan internasional dapat selesai pada 2020. Dari 11 perjanjian itu, ada lima perundingan perjanjian perdagangan internasional yang akan diprioritaskan kelar pada 2020.
Lima perjanjian yang diprioritaskan adalah Perjanjian Tarif Preferensial (PTA) Indonesia-Bangladesh, PTA Indonesia-Tunisia, PTA Indonesia-Maroko, Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) Indonesia-Turki, dan CEPA Indonesia-Uni Eropa.
”Mitra-mitra dagang ini memiliki hubungan strategis dengan Indonesia,” kata Jerry.
Kemendag mencatat, negara pangsa ekspor nonmigas utama Indonesia sepanjang Januari-September 2019 adalah China dengan pangsa pasar sebesar 15,99 persen, AS (11,33 persen), dan Jepang (8,92 persen). Negara-negara itu merupakan pasar ekspor tradisional.
Dengan membuat perjanjian-perjanjian perdagangan bersama negara-negara selain negara tujuan ekspor tradisional, ekspor Indonesia diperkirakan akan meningkat ke depan secara bertahap.
Selain lima prioritas itu, lanjut Jerry, Indonesia juga berupaya merampungkan penyelesaian perundingan perjanjian kerja sama dengan Uni Eropa (UE). Hal itu penting mengingat ekspor nonmigas ke UE turun.
BPS mencatat, ekspor nonmigas Indonesia ke negara-negara anggota UE sepanjang Januari-September 2019 turun 17,5 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya menjadi 10,69 miliar dollar AS.
”Indonesia juga tengah merampungkan ratifikasi perjanjian CEPA Indonesia-Australia. Menurut rencana, pada 18 November mendatang, kami akan bertemu (dengan DPR) untuk membahas ratifikasi perjanjian itu,” kata Agus.