Timbunan Nilai Baik di Balik Tumpukan Sampah Plastik
Di Nusa Tenggara Barat, pesona sampah plastik mulai menemukan kilaunya. Selain meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dan mencegah bencana, sampah plastik dikumpulkan untuk biaya pendidikan mahasiswa tidak mampu.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·5 menit baca
Di Nusa Tenggara Barat, pesona sampah plastik mulai menemukan kilaunya. Selain meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dan mencegah bencana alam, sampah plastik dikumpulkan untuk biaya pendidikan mahasiswa tidak mampu.
Baiq Siti (23) masih tidak bisa menyembunyikan rasa jengkel itu. Ia masih teringat sampah plastik miliknya yang raib, beberapa hari lalu. Padahal, butuh perjuangan untuk mengumpulkan sampah-sampah itu. Nyaris setiap hari Siti mengumpulkan sampah itu.
Ia terbiasa memungut sampah dalam perjalanan dari tempat indekost di Lingkungan Pejeruk, Ampenan, Kota Mataram, menuju kampusnya di Universitas Nahdhatul Ulama (UNU) Nusa Tenggara Barat. Sampah yang ia kumpulkan lantas disimpan di depan kamarnya. Beragam jenis sampah plastik disimpan dalam tempat berbeda sesuai jenisnya.
Akan tetapi, saat sudah banyak sampah ia kumpulkan, semua sampah yang telah ia pilah itu hilang. Belakangan Siti mengetahui, sampah yang dikumpulkannya diambil pemulung.
”Saya jelas sangat kehilangan," kata Siti, mahasiswa semester VII Jurusan Teknik Lingkungan UNU NTB, saat ditemui akhir Oktober lalu di kampusnya. Wajar jika Siti begitu kehilangan. Niatnya menyimpan sampah punya motif berlipat ganda.
Sejak 29 September 2019, kampusnya punya program mengumpulkan sampah dan membentuk bank sampah. Mahasiswa seperti Siti jadi nasabahnya. Hasil penjualan sampah nantinya bakal dihajatkan untuk membantu mahasiswa yang kesulitan membayar uang kuliah. Di usia muda, Siti ingin beramal demi pendidikan anak muda menjadi lebih baik dengan sampah jadi jembatannya.
Menurut Gandewa Tunas Ranca, Dekan Fakultas Teknik UNU NTB, program itu digelar karena banyak mahasiswa putus kuliah di semester III dan V akibat tidak punya uang untuk bayar kuliah dan penelitian. Di sisi lain, banyak sampah yang bertebaran di Kota Mataram. Saat sampah itu dikumpulkan, manfaatnya bakal terasa besar. Selain mengurangi timbulan sampah, pekerjaan itu ikut mencerdaskan manusia.
Saat sampah itu dikumpulkan, manfaatnya bakal terasa besar. Selain mengurangi timbulan sampah, pekerjaan itu ikut mencerdaskan manusia.
Untuk pemasarannya, pihak UNU NTB merangkul dua bank sampah sebagai pembeli. Beberapa barang yang banyak dijualbelikan, di antaranya kardus, kertas HVS, tutup botol, plastik campur, dan botol bening. Harga jualnya mengikuti standar harga dua bank sampah itu. Kertas HVS, misalnya, dijual Rp 1.000 per kilogram dan kardus Rp 900 per kilogram.
Mahasiswa bisa memonitor jumlah dan hasil penjualan sampah melalui aplikasi Android. Uang penjualan sampah ditabung dan dikonversi dengan besaran uang kuliah. Dari empat fakultas di UNU NTB, baru mahasiswa Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik (Jurusan Teknik Lingkungan), dan Fakultas Sistem Informasi yang mengikuti program itu.
”Mungkin uang hasil penjualan sampah tidak bisa menutupi seluruh biaya kuliah, tetapi setidaknya bisa membantu mahasiswa mengatasi uang kuliahnya,” ujar Abdul Muttalib, dosen di Fakultas Ekonomi UNU NTB.
Sejauh ini perkembangan program ini memuaskan. Dalam dua bulan terakhir, bank sampah UNU NTB bisa menjual sekitar 20 ton sampah plastik kepada bank sampah mitra. Sampah itu dikumpulkan dari 40 nasabah yang sudah memiliki tabungan uang dengan jumlah beragam.
Siti, misalnya, sudah memiliki tabungan Rp 10.000 dari penjualan kertas HVS dan kertas print out. Siti kini masih mengumpulkan botol dan gelas plastik yang akan diserahkan ke bank sampah kampus.
”Agar tidak duluan diambil orang lain saya simpan di tempat tersembunyi,” ujarnya.
Hal senada dikatakan Samsul (28), mahasiswa semester III Jurusan Teknik Lingkungan UNU NTB. Ia juga menyimpan sampah plastik di tempat indekos di Lingkungan Batu Dawa, Kelurahan Tanjung Karang, Kota Mataram. Tabungannya mungkin baru Rp 6.000, tetapi semangatnya tengah tinggi seperti Siti.
Ia bersama rekan-rekannya kini terbiasa berburu sampah. Salah satu sasarannya adalah hari bebas kendaraan yang biasa dilakukan setiap hari Minggu di Jalan Udayana, Mataram. Pagi-pagi, ia sudah berada di sana. Ia membidik sedotan plastik milik warga yang datang ke sana.
”Kalau hanya satu sedotan saja mungkin terlihat kecil. Namun, kami pernah mengumpulkan sedotan yang kalau yang ditotal panjangnya 250 meter,” katanya.
M Syawal, Ketua Bank Sampah Bintang Sejahtera di Mataram, mengatakan, peran mahasiswa UNU sangat dinanti. Semakin banyak yang terlibat, maka timbulan sampah bisa dikurangi. Ia membeli sampah itu dari 200 bank sampah di NTB, termasuk bank sampah UNU NTB.
Menurut data yang ia miliki, produksi sampah organik dan anorganik di NTB sebanyak 3.500 ton sehari. Dari total produksi sampah itu, hanya 37 persen yang bisa didaur ulang. Sisanya belum diolah dan rentan dibuang sembarangan. Tidak hanya memicu munculnya sumber penyakit, sampah itu berpotensi menyumbat aliran sungai memicu banjir saat musim hujan.
Sampah yang telah dikumpulkan, kata Syawal, dikirim ke perusahaan daur ulang di Surabaya. Dalam sebulan, Syawal mampu menyuplai 40 ton sebulan. Jumlah itu masih jauh dari kebutuhan ideal. Menurut perusahaan daur ulang yang jadi mitranya, kebutuhannya mencapai jutaan ton sampah plastik.
”Saya salut ada perguruan tinggi yang peduli dalam penanganan sampah. Saya siap menampung berapa pun jumlah yang mau dijual,” ucapnya.
Sadar punya potensi besar dan beragam masalah bisa diselesaikan dengan mengumpulkan sampah plastik, Siti bertindak tegas. Dia meminta pintu gerbang tempat kos dikunci. Selain untuk mencegah kehadiran pemulung, hal itu dilakukan agar teman satu indekos menyimpan sampah plastik di depan kamarnya sebelum dibuang ke tempat sampah.
”Semoga ke depan akan semakin banyak yang mengumpulkan sampah. Kini, belum banyak orang tahu betapa besar manfaatnya saat sampah plastik tidak dibuang sembarangan,” katanya.
Sampah dibenci sekaligus dirindu. Tak hanya butuh niat mengumpulkannya jadi emas, tetapi juga hati mulia jika ingin melihat sejuta sisi baik di balik timbunan sampah.