Kisah-kisah Seru di Balik Tokyo Motor Show 2019
Gaptek saat menyetir mobil dengan fitur terbaru yang canggih hingga mengendarai mobil istimewa yang hanya dipakai keluarga Kaisar dan segelintir orang lainnya menjadi pengalaman tiga wartawan Kompas di Jepang.
Akhir Oktober 2019, pameran otomotif Tokyo Motor Show kembali digelar. Seluruh mata dunia menyoroti acara dua tahunan itu karena di situlah para pemuncak produsen otomotif asal ”Negeri Matahari Terbit” memajang produk-produk terbarunya sekaligus menjabarkan strategi besar dalam beberapa tahun ke depan.
Kompas mengirim tiga jurnalisnya ke Tokyo Motor Show 2019, memenuhi undangan tiga produsen otomotif besar asal Jepang, yakni Toyota, Honda, dan Mitsubishi.
Uniknya, walaupun ada tiga jurnalis yang berangkat ke acara yang sama, satu sama lain tidak pernah bertemu di lokasi pameran karena setiap produsen memiliki agenda kegiatan yang ketat. Selain itu, bagian paling menarik dari perjalanan liputan tersebut justru terjadi di luar arena inti Tokyo Motor Show.
Berikut ini pengalaman seru tiga jurnalis Kompas dengan kegiatan mereka masing-masing.
”Gaptek” di balik fitur canggih Honda
Istilah ”gaptek” atau gagap teknologi tidak hanya terkait pemakaian gawai atau perangkat elektronik berteknologi tinggi lainnya. Gaptek juga bisa terjadi di belakang setir mobil.
Pengalaman gaptek di belakang setir dialami Kompas ketika melakukan uji coba fitur keselamatan collision mitigation braking system (CMBS) di Sirkuit Motegi, Jepang, Kamis (24/10/2019). CMBS adalah fitur keselamatan pada mobil Honda keluaran baru yang dapat membantu pengereman.
Mobil dengan teknologi CMBS dapat mengerem secara otomatis jika akan menabrak kendaraan di depannya meskipun pengemudi tidak menginjak pedal rem.
Para wartawan diminta membawa kendaraan dengan kecepatan maksimal 30 km per jam, lalu melepas pedal gas dan tidak menginjak pedal rem. Mobil akan mengerem secara otomatis ketika hampir menabrak tiruan mobil (dummy) yang dipasang panitia.
Ternyata tidak mudah untuk percaya pada kemampuan teknologi. Apalagi wartawan yang biasa menyetir di Jakarta di mana gas, rem, dan kopling (untuk mobil manual) harus sering diinjak.
Ketika mobil meluncur pada kecepatan 30 km per jam, mulai muncul perasaan gugup meskipun dummy mobil terbuat dari bahan lunak sehingga tidak fatal jika ditabrak. Karena gugup, beberapa wartawan lupa tidak melepas pedal gas atau malah menginjak pedal rem. Akibatnya, ”brak”, dummy mobil tertabrak.
Ketika giliran Kompas mencoba, pedal gas baru dilepas setelah kecepatan 33 km per jam. Kompas awalnya kurang percaya dengan teknologi CMBS sehingga kaki kanan sudah siap menginjak pedal rem. Jantung berdetak kencang. Bagaimana jika mobil tidak berhenti dan menabrak?
Namun, mobil benar-benar berhenti ketika jarak dengan dummy mobil kurang dari setengah meter. Lega rasanya.
Gaptek yang kedua terjadi ketika Kompas mencoba fitur lane keeping assist system (LKAS), fitur yang membantu pengemudi agar mobil tetap berada dalam jalurnya, dan adaptive cruise control (ACC) with low speed follow (LSF) atau fitur membuntuti.
LKAS akan membantu mengoreksi arah kendaraan yang melenceng dari marka jalan secara otomatis. Namun, ketika Kompas mencoba fitur tersebut, mobil berjalan semakin cepat. Pada percobaan LKAS kedua, Kompas kembali gagal. Mobil berjalan semakin cepat seperti saat uji coba pertama.
Ketika mencoba fitur adaptive cruise control (ACC) with low speed follow (LSF), Kompas juga merasa gaptek karena merupakan pengalaman pertama. Ketika fitur ACC dan LSF diaktifkan, mobil akan berjalan mengikuti mobil di depannya.
Apabila mobil di depan semakin kencang, mobil di belakang semakin kencang. Sebaliknya, jika mobil di depan melambat, mobil belakang juga menyesuaikan menjadi lebih lambat guna menjaga jarak aman.
Apakah akan terjadi tabrakan? Ternyata tidak karena ACC dan LSF dapat memperkirakan jarak yang aman dengan mobil di depannya.
Menyetir mobil yang dilengkapi ACC dan LSF seperti naik mobil mainan dengan pengendali jarak jauh (remote control). Kaki tidak perlu menginjak pedal rem dan gas. Tangan juga tidak perlu memutar setir karena mobil dapat berbelok secara otomatis mengikuti gerakan mobil di depannya.
Kompas kembali terkagum-kagum. Kok, bisa, ya, mobil jalan dan berhenti sendiri tanpa menabrak.
”Icip-icip” mobilitas masa depan Toyota
Momen Tokyo Motor Show 2019 sesungguhnya menjadi titik bersejarah bagi Toyota, produsen otomotif terbesar di Jepang saat ini. Untuk pertama kalinya di ajang pameran otomotif dunia, Toyota menegaskan tekadnya untuk bergeser dari sekadar perusahaan pembuat mobil menjadi perusahaan pemroduksi mobilitas.
Tekad ini sudah disampaikan oleh CEO sekaligus Presiden Toyota Motor Corporation (TMC) Akio Toyoda di pameran elektronik akbar CES di Las Vegas, AS, awal tahun lalu. Namun, baru kali ini disampaikan secara tegas, lengkap dengan berbagai contoh produknya, di ”habitat” aslinya.
Maka, konsekuensinya, tidak ada Camry, Corolla, Crown, Land Cruiser, atau Yaris terbaru yang dipajang Toyota di booth-nya di Tokyo Motor Show 2019. Booth Toyota terlihat kontras dengan booth merek-merek lain. Yang ada adalah berbagai sarana mobilitas, mulai dari mobilitas individu sampai mobilitas massal, dengan sentuhan masa depan.
Sehari sebelum rombongan jurnalis dari seluruh dunia diajak melihat langsung booth Tokyo Motor Show ini, kami dikumpulkan di Hotel Hilton Tokyo Odaiba di kawasan Odaiba, Tokyo, untuk mendengarkan serangkaian paparan dari petinggi manajemen TMC terkait pergeseran yang tengah dilakukan Toyota tersebut.
Paparan itu berlangsung silih berganti hampir sepanjang hari yang diguyur hujan dan tak ayal mengundang kantuk di sana-sini. Baru menjelang sore hari, kami secara bergiliran dibawa ke sebuah lapangan parkir luas di sisi lain hotel yang telah disulap menjadi arena peragaan berbagai mobil dan mobilitas Toyota.
Di sana, misalnya, ada peragaan bus berbahan bakar hidrogen SORA dan kendaraan accessible people mover (APM) yang akan digunakan saat Olimpiade Tokyo 2020. Di sisi lain, ada arena untuk merasakan performa Toyota GR Supra terbaru dan Toyota 86.
Ada pula sirkuit pendek untuk merasakan mobil-mobil hibrida terbaru Toyota dan sirkuit kecil untuk merasakan Toyota i-Road, kendaraan unik yang menggabungkan keunggulan mobil dan sepeda motor.
Namun, waktu yang tersedia sangatlah sempit, tak sampai satu jam untuk setiap giliran rombongan. Rombongan jurnalis dari Indonesia yang mencapai 20 orang tak bisa merasakan seluruh kendaraan yang diperagakan di situ.
Beruntung, Kompas bersama beberapa teman dari Indonesia mendapat kesempatan menjajal langsung Toyota i-Road. Sekilas mobil ini mengingatkan pada kendaraan-kendaraan listrik ultramini yang sering dibuat di kampus-kampus perguruan tinggi. Bentuknya seperti sepeda motor yang diberi atap. Ada dua roda di bagian depan dan satu roda kecil di belakang.
Saat masuk ke dalam kabin, posisi kursi dan dasbornya benar-benar seperti mobil, lengkap dengan roda kemudi, bukan setang. ”Mobil” dengan satu tempat duduk ini murni digerakkan oleh tenaga baterai (battery electric vehicle/BEV).
Saat diaktifkan, kita juga memilih posisi transmisi, seperti pada mobil, P, R, N, D. Bedanya, kita tidak memilih setiap posisi itu dengan tuas transmisi, tetapi dengan tombol masing-masing, yakni tombol R (reverse/mundur), N (netral), dan D (drive, jalan).
Saat dijalankan, rasanya tak beda jauh dengan mengendarai sebuah mobil kecil. Perbedaan baru dirasakan saat berbelok, terutama berbelok tajam. Roda yang berbelok adalah roda belakang, dengan arah yang berlawanan dengan gerak roda kemudi, mirip roda forklift. Jadi, saat roda kemudi kita putar ke kanan, roda di belakang ini menekuk ke kiri, menghasilkan putaran gerak kendaraan ke kanan.
Dan, yang menarik, i-Road ini akan memiringkan bodinya saat membelok, persis seperti sepeda motor. Hal ini sangat memaksimalkan kelincahan manuver kendaraan. Ditambah dimensinya yang mungil, i-Road menjadi semacam etalase mobilitas individu masa depan yang tak makan tempat dan lincah di jalanan serta tentu saja bebas polusi.
Selesai menjajal i-Road, sebenarnya kami sudah dipanggil untuk segera kembali ke bus yang akan membawa kami kembali ke Hotel Hilton. Namun, Kompas nekat mencuri-curi kesempatan untuk berlari ke sisi lain sirkuit darurat guna menjajal salah satu mobil Toyota paling langka di dunia.
Ya, di antara deretan mobil-mobil hibrida yang bisa dinaiki para jurnalis (test ride), ada satu yang paling menarik perhatian Kompas, yakni Toyota Century. Ini adalah uber-sedan, sedan pemuncak kebanggaan Toyota. Sedan mewah ini menjadi tunggangan pilihan Kaisar Jepang dan keluarganya serta mobil dinas resmi Perdana Menteri Jepang.
Mobil ini pertama kali diproduksi pada 1967 dan dalam setengah abad lebih perjalanannya baru ada tiga generasi yang diproduksi. Itu pun sebagian besar hanya dipasarkan di pasar domestik Jepang dengan jumlah yang sangat terbatas. Mengharapkan bisa menaiki, apalagi mengemudikan Toyota Century di luar Jepang, adalah sesuatu yang nyaris mustahil.
Itu sebabnya, saat ada Toyota Century generasi ketiga tersedia untuk dinaiki, tentu saja kesempatan ini tak boleh dilewatkan. Walau dengan risiko ditinggal rombongan kembali ke hotel, Kompas tetap meloncat masuk ke kursi belakang Century warna hitam yang sangat empuk itu dan mencicipi bagaimana rasanya naik mobil Kaisar atau PM Jepang walaupun hanya untuk dua putaran mengelilingi sirkuit darurat yang pendek.
Menjajal lebih dulu ”crossover” terbaru Mitsubishi
Kabar bahwa Mitsubishi akan meluncurkan mobil crossover terbarunya di Tanah Air sudah beredar beberapa waktu belakangan. Mobil ini dirumorkan sebagai pengembangan lanjutan dari Mitsubishi Xpander. Rumor ini akhirnya terjawab dalam Tokyo Motor Show 2019.
Belasan wartawan Indonesia yang diundang PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) mengunjungi Tokyo Motor Show 2019 menjadi orang-orang pertama yang menjajal mobil tersebut.
Hari kedua Tokyo Motor Show 2019, Kamis (24/10/2019) pukul 05.30, rombongan jurnalis dari Indonesia sudah bertolak dari Hotel Tokyo Dome menuju Stasiun Tokyo untuk naik kereta peluru Shinkansen Nozomi.
Perjalanan menuju Nagoya ini ditempuh selama 2,5 jam. Perjalanan dilanjutkan dengan menumpang bus menuju Pusat Riset dan Pengembangan Produk Mitsubishi Motors Corporation (MMC) di Okazaki, Prefektur Aichi, Jepang. Di sinilah markas besar riset dan pengembangan produk Mitsubishi berada, lengkap dengan laboratorium cuaca dan lintasan.
Setelah mengikuti pemaparan dan melihat wujud mobil baru tersebut, yang sebagian masih dikamuflase dengan tempelan stiker tebal, wartawan diberi kesempatan merasakan mobil baru yang masih dirahasiakan namanya tersebut. New Crossover MPV, demikian nama sementara yang disematkan sebagai teaser mobil baru ini.
Corporate Vice President Division General Manager Design Division MMC Tsunehiro Kunimoto mengatakan, produk baru ini merupakan wujud hasil survei konsumen di Indonesia.
Ada dua jenis mobil lain yang juga dijajal sebagai perbandingan. Di Indonesia, kedua mobil tersebut adalah calon kompetitor langsung sang New Crossover MPV. Setiap pengemudi merasakan ketiganya.
Ditemani satu pengemudi berpengalaman dari MMC, kami bergantian mencoba trek berkeliling dengan kecepatan yang telah ditentukan, yakni mulai 40 hingga 80 km per jam. Trek berupa jalan aspal mulus, aspal berpasir diselingi jalan berlubang dan kerikil, serta tikungan tajam dilahap untuk mengetahui keunggulan mobil ini.
Di jalan aspal mulus dan bergelombang, goyangan mobil tak begitu terasa. Memasuki jalan kerikil dan berlubang, Kompas sengaja menambah tekanan pada pedal gas. Ternyata laju mobil masih terasa nyaman dan tidak terbuang.
MMC menciptakan suspensi dengan teknologi bantalan baru yang mampu menjaga stabilitas mobil. Selain tampilan, ground clearance juga diklaim paling tinggi dibanding seluruh kompetitornya, ditambah dengan velg berukuran 17 inci dan ban 195/65 merek Dunlop, mobil baru ini terasa nyaman dikendarai.
Mobil crossover MPV yang disebut telah menggerakkan ambisi penggunanya di seluruh dunia ini akan diluncurkan secara resmi di Jakarta pada 12 November 2019.