logo Kompas.id
UtamaMembaca Tarik Ulur Sikap...
Iklan

Membaca Tarik Ulur Sikap Nasdem

Sebagai loyalis Jokowi, Nasdem menghendaki presiden mengutamakan partai-partai yang sudah berjuang. Partai Nasdem bisa saja menjadi kekuatan oposisi jika semua partai politik dibawa masuk ke dalam gerbong pemerintah.

Oleh
Sultani
· 5 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/GfguWWdtyzIWIHoG4TD8WiH1amA=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F11%2FPertemuan-Nasdem-PKS_84851681_1573488747.jpg
ANTARA/PUSPA PERWITASARI

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh (kiri) bersama Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman (tengah) dan Sekjen PKS Mustafa Kamal (kanan) foto bersama seusai menyampaikan hasil pertemuan tertutup kedua partai di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi kebangsaan dan menjajaki kesamaan pandangan tentang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Partai Nasdem tahun ini menggelar kongres dalam suasana galau. Manuver Surya Paloh merangkul Partai Keadilan Sejahtera pasca-pengumuman kabinet menjadi bumerang. Kongres seolah menjadi ajang kritik, sekaligus unjuk kekuatan Nasdem, kepada Presiden Joko Widodo dan koalisi pemerintah.

Komposisi Kabinet Indonesia Maju yang dilantik Presiden Joko Widodo pada 23 Oktober lalu ternyata direspons cukup keras oleh Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh. Hal ini terkait keputusan Jokowi yang mengakomodasi Partai Gerindra dalam Kabinet Indonesia Maju.

Paloh tak sekadar mengkritik kehadiran Partai Gerindra di dalam kabinet. Orang nomor satu di Partai Nasdem ini langsung menunjukkan ”atraksi politik” dengan bersilaturahmi dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman. Tak hanya itu, Nasdem juga mengundang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam kongres 8-11 November 2019 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat.

Dua peristiwa politik yang terjadi secara berturut-turut beberapa hari setelah pelantikan kabinet ini tak pelak dibaca publik sebagai tanda-tanda ”perlawanan” Nasdem terhadap skenario politik baru di era kedua pemerintahan Jokowi.

Surya Paloh tampaknya ingin memperkuat sinyal bahwa Partai Nasdem bisa saja menjadi kekuatan oposisi jika semua partai politik dibawa masuk ke dalam gerbong pemerintah. Pilihan sikap politik Nasdem ini dilandaskan pada kekhawatiran susunan kabinet yang dinilai berpotensi mematikan demokrasi karena tiada lagi prinsip check and balance.

”Kalau tak ada lagi yang beroposisi, demokrasi berarti sudah selesai. Negara sudah berubah menjadi otoriter atau monarki kalau enggak ada oposisi,” kata Surya Paloh saat pelantikan presiden dan wakil presiden di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Minggu (20/10/2019).

Meski demikian, hal itu juga tak lepas dari tarik ulur tawar-menawar jatah kursi kabinet jelang pengumuman susunan kabinet. Seperti diketahui, Nasdem dalam periode pertama pemerintahan memperoleh posisi strategis, menteri perdagangan (Enggartiasto Lukita), menteri kehutanan dan lingkungan hidup (Siti Nurbaya), menteri agraria (Fery Mursyidan Baldan, di-reshuffle), dan Jaksa Agung HM Prasetyo.

HM Prasetyo mundur dari keanggotaan Partai Nasdem sesaat setelah menjabat Jaksa Agung. Sebelumnya, Prasetyo adalah anggota DPR dari Partai Nasdem hasil Pemilu 2014-2019. Meski demikian, kritik bahwa Prasetyo terafiliasi dengan Nasdem terus disuarakan pihak oposisi (Gerindra).

Unjuk kekuatan

Perubahan sikap politik Paloh terhadap pemerintahan Jokowi ini menguatkan prediksi selama ini bahwa Nasdem merupakan partai yang paling sensitif dengan posisinya di kabinet. Sebagai loyalis Jokowi, partai ini menghendaki presiden lebih mengutamakan partai-partai yang sudah berjuang mati-matian demi kemenangan Jokowi untuk posisi menteri di kabinet yang baru. Sisanya, terutama partai yang menjadi lawan Jokowi, biarlah berada di luar kabinet dan konsisten menjadi oposisi.

Mengapa Surya Paloh begitu meradang? Padahal, jumlah menteri untuk Nasdem tidak dikurangi meski beberapa posisi menteri digeser. Kader-kader Nasdem yang masuk kabinet, di antaranya Syahrul Yasin Limpo (Menteri Pertanian), Siti Nurbaya Bakar (Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup), dan Johnny Gerard Plate (Menteri Komunikasi dan Informatika).

Iklan

Partai Nasdem sendiri sebenarnya salah satu partai yang paling sukses dalam meningkatkan elektabilitasnya dalam Pemilu 2019. Partai yang didirikan Surya Paloh ini berhasil mengumpulkan 12.661.792 (9,05 persen) suara.

https://cdn-assetd.kompas.id/yuiPTNS3l7OcnHOB33yWwS4fFjg=/1024x4671/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F11%2F20191111-H25-LHR-Partai-Nasdem-mumed_1573489351.png

Perolehan ini jauh lebih tinggi ketimbang Pemilu 2014. Di DPR, Partai Nasdem mengumpulkan 59 kursi, atau menambah 23 kursi lebih banyak dibandingkan pemilu lima tahun lalu. Penambahan ini terbilang fantastis di tengah stagnasi suara partai- partai besar, seperti PDI-P, Gerindra, dan Golkar.

Surya Paloh selaku ketua umum sekaligus pendiri Nasdem ingin menunjukkan bahwa partainya kini sedang tumbuh dan berpotensi menjadi kekuatan politik yang paling berpengaruh. Sudah pasti, optimisme Paloh tersebut dilandaskan pada prestasi Nasdem dalam kontestasi politik selama lima tahun terakhir.

Kemenangan yang spektakuler ini menempatkan Nasdem sebagai partai dengan pengaruh yang cukup kuat, hampir setara dengan PDI-P, Golkar, dan Gerindra. Sebagai partai pendatang baru, posisi ini menunjukkan kemampuan Nasdem dalam mengakumulasi pengaruh melalui kemenangan pilkada untuk menumbuhkan kekuatan politiknya.

Paloh sebagai politikus senior yang sudah matang naluri politiknya pasti paham dengan kekuatan partai yang baru dilahirkannya ini. Pilkada menjadi ajang politik yang dilihat Paloh sebagai pintu masuk untuk mempromosikan Nasdem kepada calon kepala daerah dan massa pendukung.

Performa Nasdem dalam pilkada serentak tahun 2015, 2017, dan 2018 sangat menjanjikan karena sukses membukukan kemenangan yang impresif. Kekuatan ini kemudian menjadi sumber referensi yang penting bagi calon-calon kepala daerah untuk memilih diusung Partai Nasdem daripada partai-partai lain (Kompas.id, 12 Agustus 2019).

Pesan politik

”Bapak Surya Paloh yang kalau kita lihat malam ini lebih cerah dari biasanya sehabis pertemuan beliau dengan Pak Sohibul Iman di PKS. Wajahnya cerah setelah beliau berangkulan dengan Pak Sohibul Iman, saya tidak tahu maknanya apa. Tidak pernah saya dirangkul Bang Surya,” ujar Jokowi saat memberi sambutan dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-55 Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu malam, 6 November 2019.

Meski Jokowi menilai pertemuan Paloh dengan Sohibul sangat cair dan penting dalam merajut persatuan bangsa, mantan Gubernur DKI Jakarta ini tidak bisa menepis rasa ingin tahunya tentang makna pertemuan tersebut. Sebagai pemimpin koalisi, Presiden Jokowi merasa berhak mengetahui setiap perubahan yang terkait dengan dinamika dalam koalisi.

Namun, kejutan justru datang dari arena Kongres II Partai Nasdem. Dalam pidato pembukaan Kongres pada 8 November di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh melontarkan kritik yang cukup tajam.

”Semua penuh kecurigaan, maka makin jauh dari nilai Pancasila. Mengaku Pancasila sebagai pegangan, way of life. Mengakunya partai nasionalis, Pancasilais, buktikan saja,” ujar Paloh. Meski tidak menyebutkan nama partai, banyak pihak sudah bisa menduga bahwa Paloh sedang melemparkan serangan kritiknya kepada PDI-P.

Kini loyalitas Nasdem kepada Jokowi akan diuji setelah peristiwa sindir-menyindir yang sempat hangat. Meski berkali-kali Surya Paloh ataupun elite-elite politik Nasdem menyatakan akan tetap loyal kepada Jokowi, pemerintah, dan koalisi, langkah Paloh merangkul PKS telanjur mendatangkan kecurigaan yang dalam.

Absennya Jokowi dalam Pilpres 2024 juga menjadi pukulan telak untuk Nasdem. Artinya, sosok mantan Wali Kota Solo ini sebetulnya sudah tidak dibutuhkan karena tidak lagi memberi keuntungan elektoral kepada Nasdem. Dengan demikian, pilihan untuk meninggalkan Jokowi sangat mungkin dilakukan Nasdem jika partai ini bisa menemukan sosok yang layak jual dan bisa memberi kontribusi elektoral.

Perhitungan inilah yang membuat posisi Nasdem akan sedikit kesulitan berada di dalam koalisi pendukung Jokowi. Ambisi Paloh menjadikan dirinya sebagai play maker politik dalam Pilpres 2024 tidak akan berjalan mulus meski jagoan bakal capresnya sudah digadang-gadang dari sekarang. (Litbang Kompas)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000