Cakupan Kesehatan Semesta di Mataram Belum Tercapai
Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menjadi salah satu kota yang belum mencapai target cakupan kesehatan semesta atau ”universal health coverage” melalui program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
MATARAM, KOMPAS — Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menjadi salah satu kota yang belum mencapai target cakupan kesehatan semesta atau universal health coverage (UHC) melalui program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Hal itu terjadi antara lain karena sebagian masyarakat menganggap belum memerlukan proteksi pribadi melalui program tersebut.
Cakupan UHC di kota itu ditargetkan tercapai tahun 2020. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Mataram Sarman Palipadang di Mataram, Selasa (12/11/2019), mengatakan, hingga 1 November 2019, cakupan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di Mataram mencapai 378.489 orang atau 88,13 persen dari jumlah penduduk 429.454 orang.
Dari cakupan tersebut, menurut Sarman, segmen peserta terdiri 158.598 orang penerima bantuan iuran (PBI) yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), 7.530 orang dibiayai Pemerintah Provinsi NTB, dan 15.965 orang dibiayai Pemerintah Kota Mataram.
Sisanya adalah peserta kategori pekerja penerima upah (PPU) sebanyak 132.649 orang, peserta bukan penerima upah (PBPU) 50.097 orang, dan peserta bukan pekerja sebanyak 13.653 orang.
”Sebanyak 50.965 orang atau sekitar 11.87 persen warga Kota Mataram belum terdaftar dalam JKN-KIS. Harapan kami, semua ditanggung. Tetapi, itu tergantung kemampuan daerah apakah bersedia menanggung semua warga atau tidak. Bisa jadi pemerintah daerah masih berpikir jangan sampai, dari sisa itu, ada orang mampu tetapi ikut ditanggung,” kata Sarman.
Sebanyak 50.965 orang atau sekitar 11.87 persen warga Kota Mataram belum terdaftar dalam JKN-KIS.
Baca juga 40 Juta Warga Belum Terlindungi JKN-KIS
Sosialisasi
Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram Usman Hadi mengatakan, target UHC Kota Mataram belum terpenuhi karena kurangnya kesadaran warga untuk mendaftar sebagai peserta JKN-KIS. Padahal, sosialisasi sering dilakukan berbagai pihak terkait, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dinas sosial, dan dinas kesehatan. ”Tetapi, warga mengatakan mereka merasa masih belum butuh,” katanya.
Masyarakat, lanjut Usman, justru mendaftar ketika sakit. Padahal, berlaku mekanisme cut off dari BPJS. Artinya, layanan BPJS baru bisa dipakai 14 hari setelah mendaftar.
”Hal yang sifatnya spontan-spontan ini yang jadi masalah. Mereka banyak mendaftar sebagai peserta saat sakit. Saya dokter juga, praktik juga, banyak pasien saya dari keluarga tidak mampu. Mereka banyak yang baru menyampaikan tidak punya BPJS Kesehatan saat mau opname,” kata Usman.
Selain itu, penyebab lain UHC belum tercapai adalah adanya peserta non-penerima bantuan iuran (PBI) atau PBPU yang menunggak. Menurut data Kantor BPJS Cabang Mataram, jumlah peserta yang menunggak 28.179 orang. ”Untuk dipindahkan ke PBI juga tidak bisa. Baru bisa jika sudah ada rekomendasi dari dinas sosial melalui musyawarah kelurahan yang memastikan dia masuk kategori miskin atau tidak,” kata Usman.
Berbeda dengan Usman, menurut Sarman, peserta yang menunggak tidak bisa disebut sebagai penyebab belum tercapainya UHC. Hal itu karena mereka yang tidak rutin membayar sudah terhitung sebagai peserta JKN-KIS. ”Warga yang murni belum terdaftar sebanyak 50.965 orang atau 11.87 persen dari total warga Kota Mataram itu. Tidak ada hubungannya,” kata Sarman.
Target 2020
Sejauh ini, kata Usman, tidak ada persoalan anggaran. ”Kalau anggaran selalu oke. Tahun ini, untuk PBI kami menggarkan Rp 4 miliar dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Sementara tahun depan, kemungkinan naik menjadi sekitar Rp 7 miliar. Kalau kekurangan, misalnya, karena ada rencana kenaikan, kita anggarkan lagi,” kata Usman.
Oleh karena itu, kata Usman, Pemerintah Kota Mataram berharap bisa mencapai target UHC JKN-KIS mencapai 95 persen pada 2020 mendatang. ”Strategi yang digunakan adalah terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka tidak hanya membutuhkan JKN ketika sakit saja. Kalau masuk kategori tidak mampu, bisa didorong ikut PBI karena dibayar pemerintah,” ujarnya.
Selain merubah pola pikir agar warga mau mendaftar sejak awal, sosialisasi juga diarahkan agar tidak ada lagi tunggakan. ”Sejauh ini, kami sudah turun bersama-sama untuk sosialisasi. Apakah sudah efektif? Bisa jadi efektif, bisa jadi tidak. Tidak efektif karena peserta mandiri banyak yang tidak mau membayar karena sudah sembuh atau tidak butuh lagi,” kata Usman.
Saat ditemui secara terpisah, Kepala Dinas Sosial Kota Mataram Baiq Asnayati menambahkan, semua pemangku kepentingan terkait di Kota Mataram ingin agar target UHC melaui program JKN-KIS bisa tercapai pada 2020 di wilayah tersebut.
”Kami sudah bertemu dan memetakan data yang dimiliki. Memang tidak bisa cepat. Perlahan-lahan karena dalam mengeluarkan rekomendasi kami juga harus melalui proses validasi di lapangan,” ungkapnya.
Menurut Asnayati, sosialisasi secara terus menerus hingga ke tingkat lingkungan menjadi upaya untuk mencapai target UHC. Selain tim dari BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial juga menurunkan antara lain satuan tugas, pegawai tidak tetap, tenaga kesejahteraan sosial kecamatan, dan fasilitator sistem layanan rujukan terpadu .
”Selain itu, kami jemput bola dengan langsung mendampingi dan mendorong masyarakat untuk mau mendaftar sesuai prosedur. Tentu masyarakat tersebut adalah yang memang masuk dalam basis data terpadu dan telah diverifikasi layak mendapatkan PBI JKN-KIS,” kata Asnayati.
Sarman mengatakan, mereka melakukan sosialisasi setiap hari. Baik itu ke masyarakat maupun badan usaha agar mendaftarkan karyawan. Sosialisasi dilakukan oleh Bidang Kepesertaan dan Bidang Perluasan Peserta.
”Mereka turun untuk memberikan informasi baik kepada yang belum menjadi peserta maupun sudah. Selain itu, ada juga Mobile Customer Service yang buka di daerah-daerah keramaian, kelurahan, pasar-pasar, dan lainnya. Selain itu ada iklan di radio,” kata Sarman.
Selain belum merasa membutuhkan, masyarakat mengaku tidak mendaftar karena berpikir proses administrasi yang akan dilewati panjang dan sulit. ”Tidak hanya saya, banyak yang berpikir seperti itu. Saya sempat menggunakan jalur umum. Tetapi, setelah mendapat sosialisasi, saya mendaftar dan prosesnya tidak sesulit yang saya kira,” kata Saparudin (47), peserta PBI JKN-KIS asal Lingsar, Lombok Barat, seusai memperbaiki data di Kantor BPJS Kesehatan Mataram.
Bagi peserta PBI JKN-KIS lain, seperti Nyoman Diartini (27) asal Cakranegara, dengan terdaftar sangat membantu. ”Ketika masih menjadi warga Lombok Utara, saya sering menggunakan layanan ini, apalagi tidak berbayar. Sekarang, setelah pindah dan menetap di Mataram, saya memperbarui data lagi sehingga bisa digunakan untuk berobat,” kata Nyoman, yang bekerja sebagai karyawan swasta.
Tunggakan Rp 21 miliar
Sarman menambahkan, sejauh ini total peserta PBPU JKN-KIS di Kota Mataram yang menunggak mencapai 28.179 orang. Total piutang peserta PBPU menunggak mencapai Rp 21,2 miliar. Itu terdiri dari 7.579 orang kelas satu dengan total tunggakan Rp 10,5 miliar, kelas dua Rp 4,9 miliar, dan kelas tiga Rp 5,7 miliar.
Untuk menyelesaikan persoalan itu, mereka memiliki kader JKN. ”Saya juga ingin meluruskan informasi yang viral di media sosial kalau itu bukan debt collector, itu kader JKN. Tugasnya bukan menagih, tetapi mengingatkan pembayaran iuran secara rutin,” kata Sarman.
Kader JKN tidak menagih secara langsung. Tetapi, kalau ada yang mau membayar melaui kader tersebut, bisa dilakukan. ”Selain itu, kami juga mengingatkan melalui staf khusus yang menagih lewat telepon. Ada juga petugas yang turun langsung jika peserta ingin membayar langsung. Kami juga mengirimkan Whatsapp dan SMS tagihan,” ucapnya.
Untuk warga yang belum mendaftar, pihaknya menjamin proses tidak rumit. Selain warga bisa mendaftar sendiri lewat aplikasi Mobile JKN, pendaftaran juga bisa via laman resmi BPJS Kesehatan, kader, atau langsung ke Kantor BPJS Kesehatan.
”Tinggal membawa Kartu Keluarga atau KTP, dan nomor buku tabungan. Begitu sampai di kantor, tinggal isi formulir dan dilayani. Selain itu, kami juga membuat alur agar waktu tunggu layanan tidak sampai 15 menit,” kata Sarman.