Lintasan Waktu Borobudur Marathon
Embrio penyelenggaraan lomba lari Borobudur Marathon diinisiasi pada tahun 1990. Sempat pasang surut, konsistensi dan inovasi perlu dijaga agar daya tariknya tetap berkibar.
Sudah 29 tahun lomba lari digelar di sekitar Candi Borobudur. Kemegahan candi meneteskan kharisma bagi penyelenggaraan ajang lari internasional tersebut. Konsistensi dan inovasi dinanti untuk mengembangkan potensi besar wisata olahraga ini.
Embrio lomba lari Borobudur Marathon diinisiasi pada tahun 1990. Kompetisi lari yang dihelat di area sekitar Candi Borobudur pertama kali diselenggarakan pada 11 Februari 1990. Namanya Borobudur 10K. Dikenal juga dengan julukan Bob Hasan 10K, sesuai nama inisiatornya yang sekaligus penyandang dananya, Bob Hasan.
Kompetisi lari Bob Hasan 10K diselenggarakan dengan tujuan menyemarakkan sektor wisata setempat. Tahun sebelumnya, Bob Hasan juga menggelar Bali 10K. Konsepnya serupa, lomba lari kelas internasional dengan bingkai sport tourism.
Bob Hasan 10K diselenggarakan sebanyak tiga jilid pada tahun 1990 hingga 1992. Lomba ini dirancang sebagai kompetisi internasional sejak awal. Pamor Bob Hasan 10K pada 1990 dilegitimasi dengan keikutsertaan pelari kelas dunia. Lomba ini diikuti sekitar 10.000 peserta. Dua peserta diantaranya adalah pemegang rekor lari sepuluh kilometer, Arturo Barrios (Meksiko) dan Elizabeth Lynch McColgan (Inggris).
Perlombaan ini juga menyediakan grand prize satu juta dollar AS bagi peserta yang berhasil memecahkan rekor dunia lari 10K (Kompas 5/1/1990). Kala itu, rekor dunia pelari tercepat 10K dipegang oleh Mark Nenow dari Amerika Serikat dengan pembukuan waktu 22 menit 27 detik. Artinya, untuk dapat menyabet hadiah satu juta dollas AS harus tembus finis dengan waktu 22 menit 26 detik.
Pelari Afrika
Bob Hasan 10K pada 1990 dimenangkan pelari asal Ethiopia, Addis Abebe, yang mencapai finis dalam waktu 27 menit 39 detik. Kategori putri dijuarai oleh Kathrin Ullrich, asal Jerman Timur. Dirinya mencapai finis dengan catatan waktu 31 menit 54 detik. Sayang, tidak ada yang menyabet grand prize karena catatan waktunya masih di bawah rekor dunia.
Tahun berikutnya, Addis Abebe berhasil mempertahankan gelar juara pada Bob Hasan 10K tahun 1991. Catatan waktu yang dicapai Addis adalah 27 menit 43 detik. Atas prestasinya, Addis memperoleh hadiah 25.000 dollar AS atau sekitar Rp 50 juta pada tahun 1991.
Di kategori perempuan, pelari Kenya Susan Sirma, berhasil menjadi juara. Sirma menorehkan catatan waktu 31 menit 41 detik. Sirma finis 43 detik lebih cepat dibanding Kathrin, juara tahun sebelumnya. Sirma berhak membawa pulang 20.000 dollar AS atau sekitar Rp 40 juta berdasar kurs saat itu.
Tahta Addis Abebe direbut oleh Richard Chelimo, pelari asal Kenya pada Bob Hasan 10K tahun 1992. Richard berhasil mencapai finis dalam waktu 27 menit 43 detik. Sedangkan di nomor perempuan, Deratu Tulu finis pertama mendahului 2.147 peserta perempuan. Deratu asal Ethipoia menyelesaikan lomba dengan catatan waktu 31 menit 44 detik. Juara kategori laki-laki dan perempuan masing-masing mendapat penghargaan 25.000 juta dollar AS dan 20.000 dollar AS.
Nilai hadiah itu tergolong besar. Nilai kurs 25.000 dollar AS pada tahun 1993 sekitar Rp 50 juta. Dengan uang sejumlah itu, dapat dibeli beras seberat 83 ton beras kualitas medium yang harganya Rp 600 per kilogram. Untuk konteks saat ini dengan harga beras medium Rp 10.800 per kilogram, beras seberat 83 ton dapat dibeli dengan biaya Rp 896 juta.
Diteruskan Liem Chie An
Sayangnya Bob Hasan 10K hanya berlangsung tiga tahun (1990-1993). Sesudah itu lomba lari di salah satu kawasan Warisan Budaya Dunia UNESCO tersebut layaknya mati suri.
Acara lomba lari di Borobudur pernah diadakan pada tahun 2002, 2003, dan 2005. Namun tidak konsisten, timbul tenggelam penyelenggaraannya. Lama menghilang hingga pada 2012 Liem Chie An, Ketua Yayasan Borobudur Marathon mengembalikan lagi pamor lomba lari Borobudur.
Liem menggelar acara olahraga berjudul Borobudur Internasional Hash House Harriesh 2012 disingkat Interhash. Konsep acara ini adalah olah raga lari yang bersifat nonkompetisi. Jiwa dari acara ini terbaca dari motto yang diusung “Fun, Fitness & Friendship”. Borobudur Interhash 2012 digelar di kawasan Borobudur dan Kota Magelang pada 26-27 Mei 2012.
Borobudur Interhash memantik kegiatan rutin pada tahun-tahun berikutnya, termasuk mengembalikan penyelenggaraan Borobudur 10K. Liem Chie An menjadi ketua panitia Borobudur 10K pada 2013. Lebih kurang 15.000 pelari dari dalam dan luar negeri ikut serta. Lomba dimulai pada 17 November 2013 pukul 06.00 WIB pagi . Titik mulai dari Pendopo Kantor Bupati Magelang dan garis finis berada di depan Kandang Gajah Komplek Candi Borobudur.
Borobudur Marathon
Walau sudah melintasi satu dekade, dominasi pelari Afrika masih terlihat pada 2013. Saat itu juara Borobudur 10K adalah Azmirow Bekele Moialign dari Ethiopia untuk kategori putra, dan Gezashign Hunduma Gameda dari kategori putri, juga dari negara yang sama. Moialign mencapai garis akhir dengan waktu 28 menit 37 detik. Sedangkan juara putri mencatatkan waktu 33 menit 45 detik.
Tahun berikunya kompetisi lari di Borobudur masih digelar. Pada Borobudur International 10K tahun 2014, dominasi pelari Ethiopia digeser oleh pelari-pelari dari Kenya. Kategori 10K kelompok elit internasional dijuarai oleh Kenedy Lilan dan Keninah Kihen.
Penyelenggaraan tahun selanjutnya, Borobudur International 10K pada 2015 mulai memperlebar kelas pertandingan. Selain 10K, panitia membuka lari nomor half marathon atau 21K. Ajang lari ini dirajai oleh para pelari dari Kenya. Mereka menyapu medali juara.
Brand Borobudur Marathon pertama kali disematkan pada 2016. Hal ini sekaligus menandai kompetisi lari tersebut membuka kelas baru, yakni full marathon dengan nomor lomba 42K.
Berturut-turut, dari 2016 hingga 2019 Borobudur Marathon konsisten digelar. Pada edisi 2016, Borobudur Marathon bahkan mengadakan lomba ultra marathon dengan lintasan sejauh 120 kilometer. Namun, nomor ini hanya digelar satu kali saja.
Antusias peserta tinggi. Pada Borobudur Marathon 2016 tercatat sebanyak 18.353 pelari ikut serta dalam lima nomor lari. Nomor yang dipertandingkan adalah 3K, 10K, half marathon 21K, marathon 42K, dan ultra marathon 120 kilometer. Kompetisi ini diramaikan oleh pelari luar negeri. Peserta mancanegara berdatangan dari sedikitnya 17 negara.
Podium Borobudur Marathon 2016 didominasi oleh pelari dari Kenya. Pada kesempatan berikutnya, yakni Borobudur Marathon 2017 dan 2018, dominasi pelari dari negara beribukota Nairobi ini belum terpatahkan.
Local hero
Linimasa lomba lari Borobudur Marathon menyajikan tiga fakta kunci yang menarik untuk dipetik. Pertama, pelari asal Afrika mendominasi podium Borobudur Marathon, bahkan sejak masih kelas 10K pada tahun 1990.
Fenomena yang sama juga terjadi pada beberapa lomba lari dunia. Juara Boston Marathon 2019 berasal dari Kenya dari putra dan Ethiopia dari kelas putri. Penyabet medali Tokyo Marathon 2019 keduanya dari Ethiopia. Pelari-pelari Afrika mendominasi podium lomba marathon bergengsi dunia, termasuk Borobudur Marathon.
Kedua, perlombaan lari yang berutujuan menggairahkan pariwisata lokal digagas oleh putra daerah. Bob Hasan, pengusaha kelahiran Kota Semarang mempromotori Borobudur 10K pada era 90-an. Liem Chie An, juragan ayam asal Magelang merupakan pribadi yang berkeras niat mengadakan acara sport tourism yang hingga kini masih bergulir. Mereka berdua berkontribusi nyata terhadap geliat ekonomi dan wisata di Magelang.
Terakhir, paduan wisata olahraga memiliki daya tarik bagi pengembangan pariwisata. Terlebih dilakukan pada daerah wisata yang sudah terkenal di luar negeri seperti Candi Borobudur.
Lomba lari mempunyai magnet beberapa tahun belakangan. Sepanjang bulan November 2019, terdapat 57 lomba lari di seluruh Indonesia. Lomba diadakan dengan beragam jarak lari.
Mencermati, linimasa yang ada, sport tourism bukan barang baru. Konsep ini sudah digelar di Bali pada 1989 dan Borobudur pada 1990. Sinergi antara elemen masyarakat dan pemerintah merupakan kombinasi serasi. Keberhasilan event bertaraf internasional akan berdampak positif bagi warga lokal dan pariwisata nasional. Selain kolaborasi, kuncinya adalah konsistensi dan terus melakukan inovasi agar daya tariknya makin berkibar. (LITBANG KOMPAS)