Petenis-petenis generasi masa depan perlahan tetapi pasti menggeser para petenis senior yang mendominasi panggung tenis dunia. Pergeseran kekuatan itu membuat Final ATP 2019 di London akan menghasilkan juara baru.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Tak ada salah satu dari ”Big 3” di final, turnamen Final ATP melahirkan juara baru. Bagi Dominic Thiem atau Stefanos Tsitsipas, gelar yang diperebutkan dalam final di The O2 Arena, London, Inggris, Minggu (17/11/2019) malam atau Senin dini hari waktu Indonesia, itu menjadi gelar terbesar. Tak ubahnya seperti gelar juara Grand Slam.
”Ini adalah mimpi besar yang jadi nyata bagi saya,” kata Thiem yang ke final setelah mengalahkan juara bertahan, Alexander Zverev, 7-5, 6-3, Sabtu.
Tsitsipas juga menyebut langkahnya ke laga final sebagai mimpi yang menjadi kenyataan. Apalagi, tiket final didapat setelah petenis berusia 21 tahun itu—termuda pada Final ATP 2019—mengalahkan enam kali juara Final ATP, Roger Federer, 6-3, 6-4, pada semifinal.
Federer menjadi ”Big 3” terakhir yang tersingkir pada turnamen yang digelar setiap akhir musim tersebut. Dua rekannya, Rafael Nadal dan Novak Djokovic, kalah bersaing dengan petenis-petenis muda pada babak penyisihan grup.
”Saya ingat menonton kejuaraan ini waktu kecil. Saya tak bisa membayangkan diri saya berdiri di sini, tetapi itu akhirnya terjadi,” kata Tsitsipas, petenis Yunani pertama yang tampil dalam Final ATP.
Perjalanan Tsitsipas dan Thiem menuju perebutan gelar juara bisa dimulai dengan status keduanya sebagai juara grup. Thiem mengalahkan dua favorit juara, Federer dan Novak Djokovic, meski dikalahkan Matteo Berrettini pada Grup Bjon Brog.
Pada Grup Andre Agassi, kekalahan dari Nadal pada laga terakhir tak menghambat langkah Tsitsipas setelah mengalahkan Alexander Zverev dan Daniil Medvedev.
Selangkah lagi, salah satu di antara mereka akan mewujudkan mimpi yang lebih besar sebagai petenis. Gelar juara Final ATP menjadi gelar juara terbesar sejak mereka menjadi petenis profesional.
Meski hanya diikuti delapan petenis, jauh lebih sedikit dari Grand Slam dengan 128 petenis pada babak utama, persaingan di Final ATP tidak berarti jauh lebih mudah. Turnamen ini hanya diikuti petenis-petenis terpilih, yaitu delapan petenis dengan prestasi terbaik pada 2019. Seperti dikatakan Thiem, dibutuhkan upaya yang luar biasa untuk memenangi pertandingan, termasuk dalam babak penyisihan grup.
”Ini adalah salah satu turnamen prestisius sepanjang tahun, dan saya mendapat kesempatan tampil dalam perebutan gelar juara,” ujar Thiem yang lolos ke Final ATP secara beruntun sejak 2016, tetapi tak pernah lolos dari penyisihan grup.
Menang atas Tsitsipas, yang empat kali dia kalahkan pada enam pertemuan sebelumnya, akan menjadi penghibur bagi Thiem. Meski telah berusia 26 tahun, petenis Austria ini belum merasakan menjadi juara Grand Slam. Hasil terbaiknya pada ajang tersebut adalah menjadi finalis Perancis Terbuka 2018 dan 2019. Dalam kedua final itu, Thiem kalah dari Nadal.
Bagi Tsitsipas, gelar juara akan menjadi momen lebih luar biasa karena terjadi pada debutnya dalam Final ATP. Tsitsipas seharusnya mempertahankan gelar juara turnamen sejenis untuk petenis-petenis berusia 21 tahun ke bawah, Final ATP Next Gen, di Milan, Italia, sepekan sebelum Final ATP. Namun, dengan posisi keenam daftar peringkat Final ATP, Tsitsipas mendapat kesempatan lebih besar dengan lolos ke London.
Jika juara, semifinalis Australia Terbuka 2019 itu menjadi salah satu dari dua petenis yang menjadi juara pada debut dalam Final ATP. Hal yang sama dilakukan Grigor Dimitrov pada 2017. Petenis Bulgaria itu mengalahkan David Goffin (Belgia) yang sama-sama menjalani debut.
Yang unik, Tsitsipas menjadi hitting partner bagi Thiem pada Final ATP 2016. Tsitipas yang masih berusia 18 tahun pun berfoto bersama Thiem. ”Sebentar lagi, saya akan bermain bersama petenis lain dalam #FinalATPWorldTour,” kata Tsitsipas mengiringi foto yang diunggah dalam akun Instagram-nya.
Thiem, dikatakan Tsitsipas, telah menjadi salah satu petenis yang menginspirasinya. ”Apa yang Roger (Federer) lakukan, hanya dia yang bisa melakukannya. Sulit untuk menirunya. Apa yang dilakukan Dominic (Thiem) lebih memungkinkan untuk dicontoh,” kata Tsitsipas dalam laman ATP.
”Saya baru saja melihat lagi foto itu. Itu sebelum saya latihan bersama dia untuk pertama kalinya pada 2016. Luar biasa. Saya pikir, salah satu di antara kami tak ada yang menduga bahwa tiga tahun kemudian, kami bersaing di final,” ujar Thiem. (AFP)