Kenangan Para Penakluk ”Borobudur”
Menjadi ”finisher” menjadi angan umum pelari rekreasional. Namun, naik ke podium karena menjadi yang terbaik adalah buah dari profesionalitas seorang atlet. Inilah kenangan para penakluk Borobudur Marathon 2019.
Borobudur Marathon 2019 Powered by Bank Jateng, Minggu (17/11/2019), usai sudah. Ajang itu menantang para pelari menaklukkan diri dalam balutan keindahan alam dan keramahan warga.
Borobudur Marathon menjadi salah satu perlombaan lari yang dinantikan para pelari dari seluruh Nusantara. Eksotika Candi Borobudur, keindahan alam, nuansa perdesaan, kekayaan budaya, serta keramah-tamahan penduduk menjadi kekhasan lomba lari ini.
Seperti penyelenggaraan sebelumnya, dominasi pelari dari Benua Afrika, terutama Kenya, belum terpatahkan. Dengan hadiah yang cukup besar, Borobudur Marathon tentu menjadi salah satu target para pelari elite.
Menjadi finisher bagi pelari rekreasional dan hobi umumnya sudah jadi impian yang umum. Namun, naik ke podium karena mampu menjadi yang terbaik dari ribuan orang lainnya merupakan buah dari profesionalitas seorang atlet.
Dari 18 daftar juara pada tiga kategori Overall (keseluruhan) yang diselenggarakan, sebanyak 15 di antaranya direbut atlet Kenya. Dua pelari Indonesia berhasil menerobos dua podium, yakni Irma Handayani, peringkat tiga Separuh Maraton Perempuan dan Bayu Trinata Sari sebagai juara tiga kategori 10K Perempuan. Satu lagi milik Tariku Demelash Abera (Etiopia) sebagai juara satu 10K Pria.
Buah latihan
Irma Handayani (29), pelari asal Samarinda, Kalimantan Timur, berhasil menembus podium ketiga dalam kategori Maraton Terbuka Perempuan (Overall Women Marathon) 42,195 kilometer. Adapun posisi pertama dan kedua diraih pelari dari Kenya, yaitu Peninah Kigen dan Edinah Mutahi, secara berurutan.
Irma secara khusus berlatih selama dua bulan untuk dapat mengikuti Borobudur Marathon 2019. ”Saya latihan setiap hari, pagi dan sore. Sehari bisa latihan sekitar 15 kilometer sampai 30 kilometer,” kata Irma.
Selain berlatih rutin, Irma juga menjaga pola makan serta mengatur kecepatan dengan tepat. Irma juga mengapresiasi penyelenggaraan acara ini karena porsi minum dan nutrisi baginya dirasa cukup. Dalam lomba ini, Irma berhasil menyelesaikan perlombaan dalam waktu 3 jam 10 menit 17 detik.
”Keseluruhan sudah oke banget, tetapi memang cuacanya panas banget. Saya tidak menyangka bisa menang karena tidak ada target sebenarnya. Saya enjoy saja,” kata Irma yang juga tengah menyiapkan diri menghadapi PON 2020 di Papua.
Irma menjadi wanita pertama dari Indonesia yang bisa masuk tiga besar kategori Maraton Terbuka Perempuan dalam sejarah Borobudur Marathon.
Dengan hasil tersebut, Irma menjadi wanita pertama dari Indonesia yang bisa masuk tiga besar kategori Maraton Terbuka Perempuan dalam sejarah Borobudur Marathon. Ia juga menegaskan bahwa rute lomba lari berlevel internasional ini steril sehingga membuat dia dan peserta lainnya tak terganggu.
Baca juga:Borobudur Marathon, Kebanggaan Masyarakat Magelang
Keramahan warga
Peraih juara 1 pada kategori Maraton Terbuka Perempuan Borobudur Marathon 2019, Peninah Kigen, mengaku terkesan dengan keramahan dan kehangatan masyarakat di sekitar Borobudur. Di sepanjang lintasan, Kigen disambut dan diberi semangat oleh warga sekitar.
”Menurut saya, pemandangan di sekitar Borobudur sangat Indah. Saya juga terkesan dengan keramahan dan kebaikan masyarakat di sekitar lintasan,” kata Kigen.
Kigen sudah dua kali mengikuti Borobudur Marathon. Pada Borobudur Marathon 2018, Kigen meraih juara 2 Open All Ages Category (Women) Half Marathon.
Tahun ini, Kigen memilih ikut dalam maraton penuh. Keputusannya benar, setelah berlatih setiap hari. Kigen bisa menyabet gelar juara 1 Borobudur Marathon 2019 kategori Marathon Overall Women dengan catatan waktu 3 jam 1 menit 44 detik.
Baca juga: Pamor Dunia Borobudur Marathon
Adapun pelari asal Kenya, Geoffrey Kiprotich Birgen, meraih gelar sebagai juara 1 kategori Maraton Terbuka Pria pada Borobudur Marathon 2019. Ia finis dengan catatan waktu 2 jam 19 menit 35 detik. Menariknya, tahun lalu, dia juga menjadi yang tercepat pada kategori paling bergengsi tersebut.
Birgen tiba di garis finis lebih cepat 35 detik dibandingkan catatan waktunya saat mengikuti Borobudur Marathon 2018. Ia mencatat waktu 2 jam 20 menit 10 detik tahun lalu. Ini merupakan hasil kerja keras dari latihan yang ia jalani. Sebelum berlari di Borobudur Marathon 2019, ia bertandang ke Malaysia untuk latihan.
Saya paham jalur maratonnya dan juga paham dengan tubuh saya sendiri. Itu membuat saya bisa mendorong diri semaksimal mungkin hingga garis finis.
”Ini sulit, tetapi saya bersyukur. Saya paham jalur maratonnya dan juga paham dengan tubuh saya sendiri. Itu membuat saya bisa mendorong diri semaksimal mungkin hingga garis finis,” kata Birgen di Magelang, Minggu (17/11/2019).
Ia berencana kembali mendaftar Borobudur Marathon 2020. Ia juga menargetkan catatan waktu yang lebih baik, yakni 2 jam 15 menit.
Baca juga: Sensasi Rekreasi Borobudur Marathon 2019
Ajang Borobudur Marathon pada Minggu memang cukup berat bagi para pelari karena berlangsung dalam cuaca terik hingga 34 derajat celsius.
Hal itu juga dirasakan juara separuh maraton kategori terbuka (overall half marathon women) Borobudur Marathon 2019, Esther Wambui Karimi asal Kenya. ”Saya sangat senang bisa menjadi juara kembali setelah tahun lalu menjadi juara meskipun harus berlari di bawah cuaca yang sangat panas,” ujar Karimi.
Ia mengaku, panasnya di Magelang melebihi cuaca panas di Kenya yang kering. Namun, cuaca panas tidak terlalu mengganggunya karena pengorganisasian lomba yang bagus.
Karimi merasa senang sekali dengan sambutan masyarakat Magelang sehingga ia dapat berlari penuh semangat. Menurut Karimi, Borobudur Marathon akan dapat terus berkembang, apalagi di perlombaan ini terdapat banyak pelari bagus.
Baca juga: Wajah Lima Benua di Borobudur Marathon 2019
Atlet lari nasional Asma Bara pun menilai ajang Borobudur Marathon tahun ini menjadi sebuah anugerah baginya. Ia menyabet gelar juara 1 di kategori Marathon Indonesia Men dengan catatan waktu 2 jam 39 menit 40 detik.
”Saya tidak mempersiapkan diri (ikut maraton) karena habis sakit pencernaan dan gejala tifus bulan lalu. Saya hanya latihan lari biasa agar bisa sampai di garis finis. Tidak sangka bisa juara satu,” kata Bara.
Saya hanya latihan lari biasa agar bisa sampai di garis finis. Tidak sangka bisa juara satu.
Gelar ini ia nilai sebagai peningkatan prestasi. Pasalnya, ia tidak menjadi juara pertama pada Borobudur Marathon 2018. Selain itu, catatan waktunya pun membaik.
Pada Borobudur Marathon 2016, Bara mencetak waktu tempuh 2 jam 45 menit 1 detik di kategori maraton. Kendati demikian, Bara mengatakan, prestasinya kali ini bukan waktu terbaik pribadinya (personal best). Waktu terbaik yang ia catat adalah 2 jam 27 menit pada Pekan Olahraga Nasional Jawa Barat 2016.
Menantang
Berbeda dengan Bara, juara maraton kategori nasional perempuan Borobudur Marathon 2019 Oliva Sadi menilai rute lari di Borobudur Marathon yang memiliki banyak tanjakan selalu membuatnya tertantang. Karena itu, ia mengaku harus mempersiapkan diri dengan matang.
”Untuk mengikuti Borobudur Marathon, saya harus melakukan persiapan dengan program latihan. Saya melakukan lari jarak jauh setiap hari, pagi dan sore masing-masing satu jam,” ujar Oliva yang telah mengikuti Borobudur Marathon sejak pertama kali diadakan.
Pelatih lari asal Kupang, Nusa Tenggara Timur, tersebut mengakui, Borobudur Marathon selalu mengalami perbaikan dari segi kemasan, rute, hingga marshal (pengaman lomba). Ia terbantu dengan kehadiran para marshal sehingga merasa nyaman saat berlari.
Pada tahun ini, prestasi Oliva meningkat setelah tahun lalu hanya memperoleh peringkat kedua. Ia merasa puas dengan prestasi yang diraihnya pada tahun ini.
Pelari asal Kupang, Nusa Tenggara Timur, Afriana Paijo, pun merasa puas setelah meningkatkan prestasinya di Borobudur Marathon. Setelah tahun lalu hanya menjadi juara dua pada separuh marathon kategori nasional perempuan, kini ia menjadi juara pertama.
Perjuangan Afriana untuk bisa menjadi juara tidak mudah karena ia harus berlari dalam keadaan menstruasi. ”Kalau tadi ditambah 1 kilometer lagi, sepertinya saya tidak akan bisa finis. Tadi kaki saya sudah terasa keram dan pada kilometer ke-15 perut saya sudah mulai sakit. Saya hanya berusaha bertahan,” ujar Afriana.
Tadi kaki saya sudah terasa keram dan pada kilometer ke-15 perut saya sudah mulai sakit. Saya hanya berusaha bertahan.
Afriana mengaku prestasi yang diperolehnya saat ini merupakan hasil dari program latihan rutin yang ia lakukan setiap hari. Ia berharap dapat memperbaiki catatan waktu pada Borobudur Marathon selanjutnya dan bisa menjadi juara kembali.
Pada Borobudur Marathon 2019, Afriana berhasil menjadi juara dengan catatan waktu 1 jam 29 menit. Adapun catatan waktu terbaiknya adalah 1 jam 20 menit di Bali Marathon.
Baca juga: Manisnya Borobudur Marathon 2019
Nilai hadiah
Pelari maraton perempuan kategori master asal Magelang, Siti Muawanah (49), merasa senang dapat menjadi juara tahun ini. Namun, ia sedikit kecewa karena hadiah pada tahun ini lebih kecil dibandingkan tahun lalu.
Pada tahun lalu, Siti hanya bisa duduk di peringkat kedua. Alhasil, ia merasa bangga dapat menjadi juara pada tahun ini. Akan tetapi, ia sedikit merasa kecewa karena hadiah untuk kategori master pada tahun ini turun drastis. Tahun lalu, juara kategori master mendapat Rp 45 juta, sedangkan tahun ini hanya Rp 15 juta.
”Kalau bisa tahun depan hadiahnya bisa lebih besar lagi. Mentang-mentang master seperti diremehkan. Tahun depan jangan dibedakan (kategori) nasional,” ujar Siti.
Selain kecewa dengan hadiah yang menurun, Siti juga merasa kesulitan dalam pendaftaran pada tahun ini yang memakai sistem undian. Meski demikian, ia senang mengikuti perlombaan Borobudur Marathon dan ingin mengikutinya kembali pada tahun depan.
Baca juga: Intan, Ridwan dan Anita, Penyintas Kanker di Lintasan Lari Borobudur Marathon 2019
Sementara itu, Holil (48), pelari dari Sukabumi, berhasil meraih juara 1 pada kategori Marathon Master 42,195 kilometer. Dia melahap jalur maraton dalam waktu 3 jam lebih 2 menit dan 19 detik. ”Saya tetap menjaga kesehatan dan latihan setiap hari. Minimal satu hari latihan 20 kilometer di pagi hari,” kata Holil yang juga mengeluhkan panasnya cuaca di Borobudur.
Meski demikian, Holil yang telah mengikuti Borobudur Marathon untuk yang ketiga kalinya ini tetap mengapresiasi penyelenggaraan ajang olahraga ini. ”Water station bagus, rute bagus, dan antusiasme warga juga bagus. Tapi mohon hadiah ditingkatkan lagi,” katanya.
Baca juga: Borobudur Marathon Jadi Ajang Rekreasi dan Wisata
Menang di medan yang menantang dan panas seperti di Borobudur Marathon memang menjadi kebanggan bagi pelari, termasuk John Muiruri Mburu (28) yang menjadi juara I Overall Men Half Marathon. ”Saya merasa baik meski hari ini terasa panas,” ucap John.
John mengatakan, dirinya sudah mengikuti Borobudur Marathon ini sebanyak tiga kali. Dua lomba sebelumnya, dia mendapatkan urutan keempat untuk kategori yang sama. ”Tips untuk meraih kemenangan ini adalah dengan berlatih secara keras. Dari sana, perbaikan-perbaikan bisa diraih,” kata John.
Yang pasti, semua kerja keras dan latihan berat yang dipersiapkan para penakluk ”Borobudur” ini terbayar sudah. Selain menjadi juara, mereka juga puas mereguk pengalaman indah selama lomba. Kenangan yang tertinggal dan membuat para pelari akan selalu rindu berkumpul lagi di Borobudur Marathon.
Baca juga:Alam, Lari, dan Senyum di Kaki Borobudur