Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini 5,1 persen, lebih rendah dari asumsi makro APBN 2019 yang sebesar 5,3 persen.
Oleh
MED/CAS/KRN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelambatan pertumbuhan ekonomi tidak berdampak signifikan terhadap perekrutan tenaga kerja profesional, khususnya level manajemen. Sementara perkembangan industri digital yang kian masif turut menggerakkan kebutuhan talenta yang memiliki keahlian digital.
Perdagangan secara elektronik dan bisnis layanan digital ikut berperan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Laporan Robert Walters Salary Survey 2020, yang dikutip Kamis (21/11/2019) menyebutkan, pada paruh pertama 2019, sejumlah pebisnis Indonesia bersikap konservatif dalam urusan perekrutan tenaga kerja. Alasannya, Indonesia menjalani rangkaian pemilu dan menghadapi perang dagang Amerika Serikat-China. Pada semester II-2019, aktivitas perekrutan tenaga kerja mulai pulih.
”Meskipun secara global terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi, kami melihat tidak akan terlalu berdampak terhadap perekrutan sampai 2020,” ujar Country Manager Robert Walters untuk Indonesia Eric Mary, Kamis, di Jakarta.
Robert Walters adalah perusahaan konsultan rekrutmen.
Eric menambahkan, pelaku industri di Indonesia dituntut tetap produktif di tengah kondisi pelambatan pertumbuhan ekonomi. Sebab, perekrutan tenaga kerja profesional baru tetap ada.
”Berdasarkan survei yang kami lakukan di Asia Tenggara dan China, nilai gaji tetap naik dan kompetitif antara negara satu dan lainnya,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2019 ada 126,51 juta orang bekerja dan 7,05 juta orang menganggur di Indonesia. Upah buruh rata-rata Rp 2,91 juta per bulan.
Meski demikian, di sejumlah provinsi yang memiliki kawasan industri, tingkat pengangguran terbuka justru cukup tinggi. Tingkat pengangguran terbuka di Banten 8,11 persen dan di Jawa Barat 7,99 persen.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Sanny Iskandar menyebutkan, faktor kompetensi memengaruhi tingkat pengangguran yang tinggi di kawasan industri.
”Salah satu fenomena yang terjadi adalah perpindahan pekerja dari daerah, misalnya Jawa Tengah, Jawa Timur, dan luar Jawa, untuk mencari kerja yang lebih baik ke kantong-kantong kawasan industri di Bekasi dan Karawang,” katanya.
Faktor kompetensi memengaruhi tingkat pengangguran yang tinggi di kawasan industri.
Perantau, tambah Sanny, cenderung memiliki semangat juang, termasuk dalam mencari kerja dan saat bekerja. Faktor ini memperbesar peluang mereka direkrut perusahaan.
Pihaknya, tambah Sanny, mendorong pengelola kawasan industri menggandeng sekolah menengah kejuruan (SMK) di sekitar kawasan industri sebagai mitra binaan.
Dorong pertumbuhan
Sementara itu, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini 5,1 persen. Proyeksi BI ini sama dengan proyeksi Bank Pembangunan Asia (ADB). Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia memproyeksikan 5 persen, sedangkan proyeksi Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) 5,2 persen.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, 20-21 November, memutuskan menjaga suku bunga acuan BI pada posisi 5 persen. Namun, BI menurunkan rasio giro wajib minimum (GWM) 50 basis poin atau 0,5 persen. Dengan demikian, mulai 2 Januari 2020, GWM rupiah untuk bank umum konvensional menjadi 5,5 persen dan GMW rupiah untuk bank umum syariah dan unit usaha syariah menjadi 4 persen.
GWM adalah simpanan minimum yang mesti dijaga bank dalam bentuk saldo rekening giro di BI. Besaran GWM dihitung dari persentase dana pihak ketiga perbankan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, dana pihak ketiga bank umum per Agustus 2019 sebesar Rp 5.811 triliun.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam jumpa pers hasil RDG BI, Kamis, menyebutkan, penurunan GWM akan meningkatkan likuiditas perbankan sehingga penyaluran kredit bisa lebih ekspansif. Permintaan kredit diyakini terus tumbuh seiring prospek ekonomi dan kepercayaan korporasi pada 2019 dan 2020 yang semakin baik.
Meski demikian, Perry mengakui, korporasi masih menakar prospek pertumbuhan ekonomi dan kepercayaan di waktu mendatang. ”Faktor itu yang akan menentukan seberapa besar produksi dan investasi,” katanya.