Studi terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, mayoritas remaja di 146 negara tidak cukup aktivitas fisik sehingga membahayakan kesehatan mereka saat ini dan di masa depan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Studi terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan, mayoritas remaja di 146 negara tidak cukup aktivitas fisik sehingga membahayakan kesehatan mereka saat ini dan di masa depan. Di Indonesia, jumlah anak yang tidak memenuhi standar aktivitas fisik ini 86,4 persen, yang berarti di bawah rata-rata global.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet Child & Adolescent Health edisi November 209 ini menemukan bahwa lebih dari 80 persen siswa sekolah di dunia tidak memenuhi standar satu jam aktivitas fisik per hari. Para peneliti menghitung aktivitas siswa sekolah ini dengan menilai semua jenis aktivitas fisik, seperti waktu yang dihabiskan untuk bermain aktif, rekreasi dan olahraga, berjalan dan bersepeda, ataupun jenis transportasi aktif lainnya, serta intensitas pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah.
Studi didasarkan pada data survei terhadap 1,6 juta siswa berusia 11 hingga 17 tahun di 146 negara periode tahun 2001-2016. Di semua negara yang diteliti, anak perempuan kurang aktif dibandingkan dengan anak laki-laki, kecuali di empat negara, yaitu Tonga, Samoa, Afghanistan, dan Zambia. Secara rata-rata, anak perempuan yang tidak memenuhi standar 85 persen dan anak laki-laki 78 persen.
”Kecenderungan anak perempuan lebih kurang aktif dibandingkan anak laki-laki sangat memprihatinkan,” kata anggota tim peneliti dari WHO, Leanne Riley, dalam siaran pers, Jumat (22/11/2019).
Kecenderungan anak perempuan lebih kurang aktif dibandingkan anak laki-laki sangat memprihatinkan.
Para peneliti menyebutkan, kurangnya aktivitas fisik pada remaja membahayakan kesehatan mereka saat ini dan di masa depan. ”Dibutuhkan perubahan kebijakan untuk meningkatkan aktivitas fisik remaja, terutama untuk mempromosikan dan mempertahankan partisipasi anak perempuan dalam aktivitas fisik,” kata penulis utama studi ini, Regina Guthold, dalam siaran pers WHO, Jumat (22/11/2019).
Manfaat kesehatan dari gaya hidup aktif secara fisik selama masa remaja akan meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dan otot, kesehatan tulang dan kardiometabolik, dan berdampak positif pada berat badan. Aktivitas fisik pada remaja juga memiliki dampak positif pada perkembangan kognitif. Bukti saat ini menunjukkan bahwa banyak dari manfaat ini berlanjut hingga dewasa.
Kondisi Indonesia
Secara global, tren prevalensi aktivitas fisik remaja yang tidak memadai dari tahun 2001 ke tahun 2016 sedikit menurun pada anak laki-laki, yaitu dari 80 persen menjadi 78 persen. Meski demikian, dari waktu ke waktu aktivitas anak perempuan yang di bawah standar masih 85 persen.
Negara-negara yang menunjukkan penurunan terbesar jumlah anak laki-laki yang kurang aktif adalah Bangladesh, yaitu dari 73 persen menjadi 63 persen, Singapura dari 78 persen menjadi 70 persen, Thailand dari 78 persen menjadi 70 persen, Benin dari 79 persen menjadi 71 persen, Irlandia dari 71 persen menjadi 64 persen, dan Amerika Serikat dari 71 persen menjadi 64 persen.
Namun, di kalangan anak perempuan, perubahannya relatif kecil. Penurunan persentase tertinggi di Singapura dari 85 persen menjadi 83 persen. Sebagian lainnya mengalami peningkatan jumlah remaja yang kurang aktivitasnya, misalnya Afghanistan dari 87 persen menjadi 88 persen.
Indonesia juga termasuk negara yang kecenderungan peningkatan anak dengan aktivitas fisik tidak memadai. Disebutkan, siswa di Indonesia yang tidak memenuhi standar minimal aktivitas fisik per hari pada 2016 secara total 86,4 persen. Jumlah ini cenderung meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2001 yang sebesar 86,1 persen.
Aktivitas anak perempuan di Indonesia yang tidak memenuhi standar pada 2001 sebanyak 87,2 persen menjadi 87,4 persen pada tahun 2016. Sementara aktivitas anak laki-laki yang tidak memenuhi standar pada tahun 2001 sebesar 85,1 persen menjadi 85,4 persen pada 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata dunia serta di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Secara global, Filipina menjadi negara dengan prevalensi aktivitas tidak mencukupi tertinggi di antara anak laki-laki pada 2016, yaitu 93 persen. Adapun Korea Selatan memiliki tingkat tertinggi anak perempuan yang kurang aktivitas fisik, yaitu 97 persen dan gabungan kedua jenis kelamin sebesar 94 persen.
Bangladesh merupakan negara dengan prevalensi terendah aktivitas fisik yang tidak mencukupi di antara anak laki-laki, perempuan, dan kedua jenis kelamin digabungkan, masing-masing 63 persen, 69 persen, dan 66 persen.
Rekomendasi WHO
Untuk meningkatkan tingkat aktivitas fisik di kalangan remaja, para peneliti merekomendasikan adanya perubahan kebijakan secara global. Para pihak di setiap negara juga dituntut mempromosikan pentingnya aktivitas fisik untuk kesehatan dan kesejahteraan semua orang, termasuk remaja. ”Studi ini menyoroti bahwa kaum muda memiliki hak untuk bermain dan harus diberi kesempatan untuk merealisasikan hak mereka atas kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental,” kata peneliti lain dari WHO, Fiona Bull.
Menurut dia, keinginan dan tindakan politik yang kuat dari setiap negara dapat mengatasi kenyataan bahwa empat dari setiap lima remaja tidak mendapatkan manfaat kesehatan sosial, fisik, dan mental dari aktivitas fisik rutin. ”Negara-negara harus mengembangkan atau memperbarui kebijakan mereka dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk meningkatkan aktivitas fisik,” kata Bull.
Kebijakan yang harus diambil di antaranya meningkatkan semua bentuk aktivitas fisik, termasuk melalui pendidikan jasmani yang mengembangkan literasi fisik, lebih banyak olahraga, kesempatan bermain aktif dan rekreasi, serta menyediakan lingkungan yang aman sehingga kaum muda dapat berjalan dan bersepeda secara mandiri.
”Tindakan komprehensif membutuhkan keterlibatan berbagai sektor dan pemangku kepentingan, termasuk sekolah, keluarga, penyedia olahraga dan rekreasi, perencana kota, serta pemimpin kota dan masyarakat,” katanya.