Produktivitas Manusia dan Teknologi Menggerakkan Ekonomi Masa Kini
Produktivitas sumber daya manusia dan perkembangan teknologi menjadi penggerak perekonomian masa kini. Oleh karena itu, inovasi-inovasi yang berbasis digital mutlak diperlukan untuk mempercepat perbaikan kualitas.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produktivitas sumber daya manusia dan perkembangan teknologi menjadi penggerak perekonomian masa kini. Oleh karena itu, inovasi-inovasi yang berbasis digital mutlak diperlukan untuk mempercepat perbaikan kualitas.
Digitalisasi secara bertahap harus merasuk ke tata kelola birokrasi dan regulasi. Kegiatan yang bersifat administrasi disederhanakan untuk mempercepat perubahan di tengah ketidakpastian perekonomian.
”Dari lima prioritas nasional, pembangunan sumber daya manusia adalah hal paling sulit. Tidak gampang memperbaiki masalah ini,” kata Presiden Joko Widodo di depan sejumlah pimpinan dan CEO perusahaan pada Kompas100 CEO Forum 2019 di Hotel Ritz-Carlton Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Dari lima prioritas nasional, pembangunan sumber daya manusia adalah hal paling sulit. Tidak gampang memperbaiki masalah ini.
Diskusi yang diselenggarakan harian Kompas itu bertema ”Keyakinan CEO untuk Memenangkan Turbulensi di Era Disrupsi Digital”. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, serta CEO Tokopedia William Tanuwijaya hadir sebagai pembicara.
Menurut Jokowi, perbaikan kualitas sumber daya manusia dihadapkan pada permasalahan yang kompleks, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Menurut laporan Bank Dunia, sekitar 54 persen pekerja di Indonesia dulunya adalah anak balita yang mengalami tengkes (stunting).
Karena itu, kata Presiden, perbaikan indikator-indikator sumber daya manusia menjadi prioritas dalam lima tahun ke depan, seperti angka kemiskinan, rasio gini, dan angka tengkes. Perbaikan kualitas manusia ini membutuhkan kerja keras dan kolaborasi. Target-target yang dibidik juga harus fokus dan detail pada masalah.
Nadiem Makarim mengemukakan, produktivitas sumber daya manusia dan perkembangan teknologi adalah penggerak perekonomian masa kini. Segala perubahan yang akan dilakukan negara harus berawal dan bermuara dari manusia. Perubahan itu akan dijembatani teknologi.
Mengutip riset McKinsey Global Institute pada Desember 2017, kemungkinan ada 800 juta pekerja yang pekerjaannya tergantikan akibat otomatisasi. Sementara per Agustus 2019, sekitar 39,66 persen dari 126,51 juta orang yang bekerja di Indonesia berpendidikan sekolah dasar ke bawah.
”Kegiatan-kegiatan bersifat administratif akan semakin terancam karena kompleksitas masalah semakin tinggi. Indonesia harus bergerak ke budaya inovasi,” ujarnya.
Menurut Nadiem, masalah produktivitas sumber daya manusia di Indonesia terkait dengan perilaku, budaya, dan pola pikir. Banyak anak-anak muda saat masuk dunia kerja tidak bisa berkomunikasi dan berkolaborasi dengan baik, tidak disiplin waktu, dan tidak bisa mengambil keputusan penyelesaian masalah.
Masalah produktivitas sumber daya manusia di Indonesia terkait dengan perilaku, budaya, dan pola pikir.
Persoalan softskill tersebut harus diperbaiki secara bertahap dalam sistem pendidikan. Harus diakui, sistem pendidikan yang ada saat ini belum berbasis pada peningkatan kreativitas, komunikasi, kolaborasi, dan berpikir kritis. Perbaikan sistem pendidikan memerlukan peran teknologi dan informasi (TI).
”Regulasi dikurangi sehingga guru dan murid bisa merdeka untuk belajar. Paradigma harus diubah menjadi lebih fleksibel di tengah kondisi ketidakpastian,” kata Nadiem.
Sektor prioritas
Airlangga Hartarto menekankan, pemerintah telah menyiapkan peta jalan Indonesia menuju Revolusi Industri 4.0. Ada lima sektor industri prioritas yang akan dikembangkan, yakni makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronik.
Peta jalan Revolusi Industri 4.0 akan disinkronisasi dengan berbagai kebijakan, seperti Kartu Prakerja. Kartu Prakerja diterbitkan untuk memperbaiki kualitas pekerja di Indonesia.
”Pada 2020, target penerima mencapai 2 juta pencari kerja. Mereka bisa mengikuti berbagai pelatihan untuk meningkatkan keahlian,” kata Airlangga.
Pelatihan yang bisa diikuti pencari kerja, antara lain, di bidang digital, petrokimia, dan otomotif. Seluruh biaya pelatihan akan ditanggung pemerintah. Adapun lembaga penyelenggara pelatihan vokasi akan diberikan pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) badan mencapai 200 persen dalam waktu tertentu.
Sri Mulyani Indrawati mengatakan, teknologi bisa membantu implementasi kebijakan lebih tepat sasaran. Digitalisasi dimanfaatkan untuk menyederhanakan regulasi dan memangkas alur birokrasi.
”Selama ini birokrasi dan regulasi menjadi beban yang menahan peningkatan produktivitas. Dengan teknologi, kebijakan akan berdampak langsung ke masyarakat, bukan hanya terkirim,” kata Sri Mulyani.
Teknologi bisa membantu implementasi kebijakan lebih tepat sasaran. Digitalisasi dimanfaatkan untuk menyederhanakan regulasi dan memangkas alur birokrasi.
Menurut Sri Mulyani, instrumen APBN akan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia. APBN jangan sampai menciptakan birokrasi yang rumit karena akan berdampak pada kualitas dan serapan belanja. Untuk itu, beberapa butir dalam laporan realisasi anggaran dikurangi untuk memudahkan pelaporan.
Selain belanja rutin untuk pendidikan, APBN juga mengalokasikan penanaman modal negara untuk dana abadi pendidikan. Dana abadi itu digunakan untuk membiayai beasiswa putra-putri terbaik bangsa berkuliah di universitas unggulan dalam dan luar negeri.
”APBN dan fiskal itu instrumen bukan tujuan. APBN harus dikelola secara pruden dan berkelanjutan untuk menstimulasi produktivitas negeri,” ujar Sri Mulyani.