Hari Ini, LRT Mulai Berbayar Rp 5.000 Sekali Jalan
LRT Jakarta beroperasi secara komersial hari ini. Dengan Rp 5.000 per orang sekali jalan, yuk coba naik kereta ringan pertama Ibu Kota ini. Usai menjajalnya, tumpahkan saran pengembangannya ke depan biar makin efektif.
Oleh
helena f nababan
·4 menit baca
Mulai Minggu (1/12/2019) ini, para penumpang yang ingin menaiki kereta ringan cepat atau light rail transit (LRT) Jakarta harus membayar. PT LRT Jakarta selaku operator LRT Jakarta mematok tarif Rp 5.000 untuk sekali jalan.
Direktur Utama PT LRT Jakarta Wijanarko, Sabtu (30/11/2019), menjelaskan, untuk bisa memulai operasi berbayar, LRT harus memenuhi semua prosedur dan proses untuk izin pengoperasian. Ada pengujian atas sarana dan prasarana yang dilakukan kementerian terkait.
Untuk sarana atau kereta, tim dari Kementrian Perhubungan melakukan pengujian statis dan dinamis untuk menguji aspek keselamatan dan keamanan sarana. ”Semua dicek saat berfungsi saat kereta statis. Lalu saat kereta bergerak dicek lagi bagimana dengan pengereman, jarak pengereman, gas, hingga alat-alat keselamatan di dalam kereta. Itu ada banyak parameter yang diuji,” kata Wijanarko.
Kemudian untuk infrastruktur atau prasarana perkeretaapian, Kementerian Perhubungan menguji persinyalan, jalan kereta, trek, juga wesel dan viaduct. Hal itu dicek di span atau bentang terpanjang.
Dalam catatan Kompas, pengujian prasarana dan sarana oleh Balai Pengujian Perkeretaapian Kementerian Perhubungan itu telah dimulai sejak awal Juli 2018. Waktu itu dilakukan untuk mengejar operasional selama Asian Games 2018, tetapi akhirnya LRT Jakarta hanya melakukan uji publik terbatas selama Asian Games 2018.
Dalam catatan Kompas, pengujian prasarana dan sarana oleh Balai Pengujian Perkeretaapian Kementerian Perhubungan itu telah dimulai sejak awal Juli 2018. Waktu itu untuk mengejar operasional selama Asian Games 2018, namun akhirnya LRT Jakarta hanya melakukan uji publik terbatas selama Asian Games 2018.
”Dari semua prosedur itu, saat ini semua izin sudah kita miliki. Semua sudah terpenuhi pada pertengahan November ini sehingga pada 1 Desember ini LRT Jakarta sudah bisa dioperasikan sebagai operasi berbayar,” kata Wijanarko.
Untuk operasi awal ini di jarak 5,8 km dari fase I LRT Jakarta yang membentang dari Pegangsaan Dua di Kelapa Gading menuju Veldorome, penumpang membayar Rp 5.000 flat. Ada 60.000 kartu tiket single atau kartu perjalanan tunggal yang diterbitkan LRT Jakarta. Penumpang membeli kartu perjalanan tunggal itu seharga Rp 20.000, di dalamnya ada deposit Rp 15.000 yang bisa dicairkan dananya manakala penumpang tiba di stasiun tujuan. Sementara kartu multitrip masih dalam proses.
Kartu pembayaran lain yang bisa dimanfaatkan penumpang adalah kartu
uang (e-money) yang diterbitkan perbankan. ”Kita sudah bekerja sama dengan perbankan yang menerbitkan e-money, yaitu BNI, BRI, Mandiri, BCA, dan Bank DKI,” ujar Wijanarko.
Adanya kartu perbankan ataupun kartu single yang diterbitkan PT LRT Jakarta, menurut Wijanarko, memudahkan penumpang. Sebab, di ujung Stasiun Velodrome, penumpang bisa melanjutkan perjalanan dengan Transjakarta koridor 4 Pulo Gadung-Dukuh Atas. Namun, tarifnya masih tarif sendiri-sendiri LRT Rp 5.000 dan Transjakarta Rp 3.500, belum tarif bundling atau tarif paket.
Meski demikian, Djoko Setijowarno, pengamat transportasi Unika Soegijapranata yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat ataupun Damantoro selaku Ketua MTI Jakarta, menjelaskan dengan jarak yang masih pendek, sebaiknya harus ada tarif promo untuk menarik minat penumpang yang masih sedikit.
”Kalau LRT sudah Rp 5.000, maka Transjakarta bisa dibuat Rp 1.000 atau malah digratiskan. Ini sebagai kompensasi bagi penumpang yang sudah naik turun di jembatan penyeberangan yang menghubungkan stasiun LRT dan halte Transjakarta. Sesama BUMD DKI pasti bisa diatur. MRT Jakarta di awal operasi berbayar juga memberlakukan tarif promo,” ujar Djoko.
Damantoro menambahkan, LRT Jakarta semestinya meniru MRT
Jakarta. Begitu operasional berbayar dimulai, edukasi dan penyampaian informasi yang terus-menerus kepada warga DKI Jakarta, rute-rute bus mana saja yang terintegrasi dengan LRT Jakarta harus diinformasikan.
”Dari setiap stasiun LRT, rute bus Transjakarta mana saja yang menghubungkan halte dengan stasiun, lalu dibuat semacam peta untuk informasi dan disebarluaskan ke masyarakat. Itu akan membantu penumpang,” kata Damantoro.
”Dari setiap stasiun LRT, rute bus Transjakarta mana saja yang menghubungkan halte dengan stasiun, lalu dibuat semacam peta untuk informasi dan disebarluaskan ke masyarakat. Itu akan membantu penumpang,” kata Damantoro.
Dari evaluasi LRT Jakarta, khususnya saat uji coba gratis yang dilakukan mulai Juni silam, saat jam sibuk di hari kerja jumlah penumpang yang menggunakan LRT akan sebanyak 6.500–7.000 penumpang. Lalu saat akhir pekan bisa mencapai 9.000–10.000 orang.
Namun, baik Djoko ataupun Damantoro melihat ada baiknya bila rute fase
I segera menyambung ke Manggarai. ”LRT harus segera tersambungkan ke Manggarai. Sebagai kawasan permukiman, tidak banyak angkutan umum yang melayani di kawasan itu. Dengan adanya rute ke Manggarai, penumpang KRL bisa langsung tersambung dengan LRT. Penumpang LRT bisa ramai,” kata Djoko.
Cara lain yang bisa dikerjakan, lanjut Djoko, tentu saja adalah memperbanyak integrasi dengan Transjakarta. Kawasan mewah di Kelapa Gading bisa dilayani dengan Royaltrans atau memperbanyak bus-bus Transjakarta untuk menghubungkan kawasan permukiman dengan stasiun, tetapi tentu saja dengan memperhatikan headway atau jarak antarkereta LRT yang dirancang setiap 10 menit. ”Hal ini supaya penumpang bus tidak kelamaan menunggu di halte,” kata Djoko.
Hal lainnya, Damantoro menambahkan, dengan beroperasinya LRT Jakarta, ada sejumlah pilihan angkutan umum bagi warga Ibu Kota.
”Edukasi dan kampanye dengan multimoda ini harus terus digalakkan supaya penumpang juga paham menggunakan angkutan umum tidak bisa hanya dari poin ke poin, tapi juga akan menggunakan atau berganti lebih dari satu moda angkutan,” papar Damantoro.